EPILOG

220 26 97
                                    

Aiden naif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aiden naif. Mengira dengan Molly yang mengoleskan gel ke tubuhnya — yang membangunkan gairah dalam diri Aiden — sikap Molly akan melembut padanya.

Boro-boro melembut. Bersikap ramah saja tidak. Molly tidak mau pulang ke rumah Aiden. Dia ingin melakukannya sendiri. Kontrol ke dokter sendiri. Senam ibu hamil sendiri. Pokoknya dia tidak mau melibatkan Aiden lagi!

Sementara Aiden tersiksa. Dia dihantui ketidaktenangan. Bawaannya ingin berada di sisi Molly.

Namun bagaimana caranya? Sekarang giliran hati Molly yang ketutup untuk memaafkannya!

Huh! Nasib, nasib!

Setiap pulang kerja Aiden ke rumah Cessa. Membawa makanan. Bantal untuk ibu hamil. Menawarkan Molly, apakah Molly mau dipijat olehnya atau tidak.

Semuanya ditolak. Molly tidak mengusir. Tapi dia tidak menyambut juga.

Suatu malam Kak Cessa tidak pulang. Ada urusan pekerjaan di luar kota. Bibi juga sudah tidur.

Punggung Molly sakit. Kakinya bengkak. Dia tidak bisa bergerak. Tidur juga sulit. Usia kandungannya saat itu sudah tua.

Dia menangis. Meminta ampunan dari Tuhan. Memohon agar kenyerian yang hinggap di tubuhnya hilang dengan sendirinya.

Pintu kamarnya diketuk pelan. "Masuk," kata Molly lirih.

Muncullah Aiden. Dia menekan saklar lampu. Kamar Molly menjadi terang.

"Molly, kamu nangis?"

"Aku kesakitan," isak Molly.

"Kenapa nggak telepon saya sih?"

"Aku nggak bisa gerak."

"Kalau bisa gerak, kamu akan telepon saya?"

Molly tidak menyahut.

"Molly." Aiden hanya melisankan namanya. Dia tidak mau menegur, takut menyinggung hati istrinya.

"Panggil Bibi ya."

"Ini sudah jam berapa, Molly? Jangan ganggu jam istirahat orang. Mana yang sakit?"

"Aku kayaknya pipis juga."

"Masih?"

"Sudah nggak."

"Sini saya bantu ya."

Molly tidak keras kepala. Dipegangi Aiden dia mencoba untuk duduk di tepi tempat tidur.

Aiden memapahnya untuk duduk di sofa. Pria itu ke lemari, mengambil baju tidur serta celana dalam, kemudian meraih tisu basah yang ada di atas nakas.

"Angkat tangan kamu, Molly. Tidurnya pakai daster saja ya."

Molly mengangguk. Aiden mengangkat baju tidur Molly. Matanya sesaat terpaku memandang dada Molly yang benar-benar padat.

Tatapannya turun ke perut Molly yang bulat. Sambil menurunkan celana Molly, Aiden bertanya, "Molly, sudah tahu anak kita laki-laki atau perempuan?"

Dont Ever Let Me Go | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang