Ben pernah suka istri Aiden

123 26 42
                                    

Aiden memberitahu supirnya untuk mengantarkannya ke restoran Italia di kawasan SCBD. Hari itu Aiden janjian untuk bertemu kawan-kawan lamanya di kuliah dulu, termasuk Cessa.

Ponsel Aiden bergetar. Sejak berdamai dengan Molly, dia dan istrinya itu mulai rajin saling mengirim pesan. Molly yang mengawalinya lebih dulu. Dengan pesan-pesannya yang berisi:

Mas Aiden sudah sampai kantor?

Hari ini kerjanya gimana?

Mas sudah makan siang? Aku lagi makan siang nih

Mas pulang jam berapa?

Mas kangen gak sama aku?

Aiden sempat geli. Terakhir dia menuang perhatian seperti itu pada lawan jenis saat dia dan mendiang pacarnya masih remaja.

Namun Aiden menyadari. Molly masih sangat muda. Dia punya semangat untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Beda dengan Aiden yang sudah lelah dan mumet dengan pekerjaannya.

Kehangatan menjalari hati Aiden hari itu. Dia sumringah. Senyum terus tampak di mukanya. Dia beri respons yang sama ramahnya pada istrinya.

Aiden jadi penasaran. Apakah Molly tersenyum-tersenyum seperti dirinyakah saat bertukar pesan dengan Aiden? Akan Aiden tanyai istrinya nanti.

Sebelumnya dia kabari dulu. Dia akan pulang terlambat.

Di speaker ponselnya terdengar dengusan Molly. "Mas pacaran ya?"

"Kamu ngomong apa sih, Molly," sahut Aiden tenang.

"Kenapa lebih malam pulangnya?"

"Ada reuni sama geng di kampus dulu."

"Bareng Kak Cessa?"

"Iya. Kenapa? Gak percaya?"

"Percaya kok, Mas. Mas."

"Apa, Molly?"

"Mas kangen nggak sama aku?"

Tertawa Aiden mendengarnya. "Kamu! Kirain apa!"

"Jawab saja."

"Kangen deh kalau gitu."

"Ulang nggak?!"

"Saya kangen sama kamu, Molly."

"Aku juga kangen sama Mas. Ya sudah. Have fun ya, Mas."

"Oke, Molly. Oh ya kalau kamu mau tidur duluan, nggak apa-apa kok."

"Ya sudah deh. Bye bye!"

Aiden melirik kaca spion. Melihat supirnya senyum-senyum. Ikut bahagia seperti bosnya rupanya.

Setelah melewati macet hampir 2 jam, akhirnya Aiden tiba di restoran. Begitu masuk dia disambut teman-temannya.

Suasana restoran yang redup. Penyanyi jazz yang mengumandangkan lagu dengan suara indahnya. Gelak tawa Aiden dengan teman-temannya. Tempat itu memang tepat untuk berkimpul.

Sampai malam lebih larut. Gelas mereka sudah beberapa kali diisi dengan wine.

Situasi menjadi senyap. Keadaan menjadi lebih serius. Bukan hanya di meja Aiden. Di meja-meja pengunjung lainnya juga begitu.

Aiden menyampaikan perihal istrinya yang mau bekerja. Cessa yang mendengar itu mendesah, "No way! Molly? Dia mau kerja?!"

Menyahut teman mereka yang lain, Ben. "Wait wait wait! Istri Aiden itu.. adiknya Cessa?"

"Kenapa kita tidak diundang?" tanya teman mereka yang lain.

"Kita diundang! Lo nya mabok sih," timpal teman yang satu lagi. "Yang tidak datang itu Ben. Lo lagi di LA waktu itu."

Cessa baru menyadari. Dia menatap Ben, namun Ben melotot padanya, memberi tanda untuk tidak mengatakan apa-apa.

"Sejak bokap-nyokap gue cerai, gue ngurusin usaha real estate punya nyokap. Makanya gue sekarang di Jakarta," kata Ben menjelaskan. "Nah bini lo bisa nih kerja di tempat gue."

"Serius? Molly punya pengalaman di marketing sih," sahut Aiden tertarik dengan tawaran Ben.

"Kebetulan! Sekarang lagi dibutuhin agent sih!"

Cessa keberatan. Pada saat Ben ke WC, dia mengikuti temannya itu. Dicegatnya Ben.

Dia memandang Ben memberi peringatan. "Heh! Lo nggak bisa ya PDKT sama adik gue! Dia bininya Aiden!"

"Lo ngomong apa sih." Ben tersenyum tenang. "Gue sudah lama juga gak suka sama adik lo." Dia mengangkat tangannya. Cincin bersemat di jari manisnya. "Punya tunangan gue sekarang!"

"Awas ya lo! Jangan coba-coba jadi perusak rumah tangga orang!"

Cessa memutar tubuhnya, meninggalkan Ben. Di belakangnya mengawasi kepergian Cessa dengan senyum terukik di sudut bibirnya.

** I hope you like the story **

Dont Ever Let Me Go | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang