Kamu tega, Molly

75 22 52
                                    

Kehidupan mereka diselimuti kebahagiaan. Molly yang nyaman dengan pekerjaannya dan berusaha melayani Aiden, baik di luar maupun di dalam kamar tidur. Aiden pun juga ikut menghargai upaya istrinya untuk membahagiakannya.

Mulanya Aiden pura-pura menyukai masakan Molly. Lama-lama dia kebal. Kadang makanannya keasinan. Kadang hambar. Kadang rasanya tidak bisa dideskripsikan saking Aiden juga bingung apa yang Molly bubuhkan ke dalam panci saat dia memasak.

Tapi Aiden tidak peduli. Dia tidak mau memudarkan senyum yang menyertai wajah mereka.

Suatu hari akan dia katakan pada Molly tentang masakannya yang kurang pas di lidah Aiden. Nanti. Bisa besok. Minggu depan. Atau tahun depan. Entahlah. Aiden senang saja dengan keadaannya yang sekarang.

Percintaan mereka di ranjang pun juga tak kalah menyenangkannya. Aiden tak pernah mendorong paksa Molly lagi. Dia selalu memperhatikan Molly dan mengikuti tempo istrinya agar mereka bisa puas sama-sama.

Rasanya seperti mimpi indah. Sayangnya namanya mimpi harus berakhir ketika kita bangun.

Dan Aiden seakan tersadar tatkala dia melihat foto-foto kemesraan Molly dengan Ben. Rahang Aiden mengeras. Dia yang tengah di perjalanan pulang, meminta supir untuk mengebut.

Sesampainya di rumah dia tidak mengatakan apa-apa. Senyum memang terpasang di wajahnya. Namun matanya memandang Molly tajam.

Molly tidak menyadari perubahan sikapnya. Dia melayani Aiden di ruang makan seperti biasa.

"Molly."

"Iya, Mas," jawab Molly tenang.

"Kamu senang kerja di tempat Ben?"

"Senang."

"Kok bisa senang? Maksud saya, kerja kan melelahkan. Saya saja tidak bisa bilang kerja itu menyenangkan."

"Oh.. iya iya. Rekan-rekan kerjaku baik. Kalau aku mau hubungi klien, mereka briefing aku dulu, memang sih ada klien yang menyebalkan, sudah nanya ini-itu, eh tahunya cuma kasih harapan, tapi untuk lingkungan kerjanya mereka baik-baik."

"Sudah berapa klien yang kamu dapat selama kerja di sana?"

"Aku kan baru kerja beberapa minggu. Belum ada yang nyantol. Ada sih satu. Tinggal taken kontrak jual-beli. Tapi paling cepat bulan depan selesai. Jadi belum bisa bilang sudah dapat klien."

"Kalau Ben? Dia baik sama kamu di kantor?"

"Baik, nggak pernah marah orangnya."

"Gitu ya."

"Mas, ada yang ingin kusampaikan..."

"Molly."

"Iya, Mas."

"Jangan masak lagi. Makanan kamu tidak enak," kata Aiden dingin.

Terang Molly kaget. Dia protes, "Kata Mas enak!"

"Saya bohong."

"Kenapa bohong? Oh! Padahal aku sudah pede. Jadi selama ini Mas berdusta. Pantas saja aku dilarang terus makan masakanku sendiri!"

"Dibohongi itu menyakitkan, kan, Molly?" singgung Aiden.

"Tentu! Mas kok tega sih bohongin aku?"

"Kamu yang tega!" Aiden berdiri, meninggalkan ruang makan.

"Maksud Mas apa? Mas! Mas, jangan pergi!" Molly menyusul pria itu.

Ketika dia sampai kamar dia melihat Aiden mencari-cari sesuatu. Molly menanyainya tapi Aiden tak menggubrisnya.

Aiden yakin ada petunjuk yang melekat pada Molly. Entah dari ponselnya. Atau sesuatu — apapun itu, yang membuktikan perselingkuhan Molly dengan Ben.

Begitu Aiden melihat tas Molly, dibukanya tas itu, lalu dibaliknya tas itu sampai semuanya terjatuh ke lantai.

Mata Aiden membelo. Dia ambil kotak kndm dari lantai. Dibukanya isinya dan dia muak.

Dia melihat kndm berisi cairan putih itu namun tak dia keluarkan dari kotak. Terang jijiklah dia.

"Apa ini, Molly?" Dilemparnya benda itu ke arah istrinya.

"Mas, aku nggak tahu itu apa dan kenapa bisa di dalam tasku...," kata Molly menangis. "Mas, tolong percaya sama aku!"

"Itu tas kamu kan, Molly? Iya, kan? Kamu.. kamu main gila di belakang saya, Molly! Dengan teman saya sendiri!"

"Apa? Mas.. Mas bicara apa?! Aku tidak mengerti!"

Aiden mengeluarkan ponselnya dari kantong celananya. "Apa ini?!" tanyanya menunjukkan layar ponselnya. Dia geser satu per satu foto yang dikirimkan kepadanya. "Intim sekali! Menjijikkan!"

"Siapa yang ngirim itu, Mas? Itu tidak benar!"

"Mana saya tahu!" Aiden geram. Dia tatap Molly kilatan amarahnya. Kemudian ditamparnya wajah Molly keras.

"Mas!"

Belum sempat Molly bicara lagi Aiden mendorongnya ke atas tempat tidur.

** I hope you like the story **

Dont Ever Let Me Go | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang