Bagus sudah sadar!

361 41 59
                                    

Molly tidak pergi dari sana. Dia memandangi Aiden yang makan. Tenggorokannya kering. Perutnya meronta ingin diisi.

Sesudah makan Aiden hanya mengucap, "Saya pergi.", dan berlalu dari hadapan Molly.

Selama Aiden di kantor, Molly tidak ke mana-mana. Dia di rumah. Menonton TV. Bermain sosmed.

Kaisan masih menghubunginya tapi Molly tidak menggubrisnya. Sebenarnya bukan Kaisan yang dia inginkan.

Perasaannya pada mantan pacarnya sudah sirna sejak dia ditinggal dalam kondisi hamil. Yang menjadi kemauan Molly adalah menaklukkan Aiden. Setidaknya buat pria itu memaafkannya.

Tapi jika hati Aiden yang sudah membeku tak kunjung mencair, bukankah sebaiknya mereka berpisah saja?

Molly juga tidak mau Aiden jadi pribadi yang marah-marah melulu. Molly takut saja. Muka pria itu jadi tambah tua. Dan jantungnya jadi tidak sehat karena emosian terus setiap Aiden dekat dengan Molly.

Namun Aiden tidak mau mereka pisah! Pilihan yang Molly punya sekarang adalah meyakinkan pria itu bahwa Molly tak akan lagi menyakitinya. Dengan begitu siapa tahu saja Aiden mau mengubah sikapnya. Jadi Aiden yang Molly kenal sebelum Molly mengaku soal dia yang hamil di luar nikah.

Malam itu Molly menyambut Aiden pulang kerja. Menanyai kabarnya. Bagaimana suasana kantornya. Pria itu menjawab semua pertanyaannya, dan menanyainya,

"Ada apa sama kamu? Tumben perhatian."

"Mas..."

"Apa?"

"Mau minta maaf. Maaf ya, Mas, aku sudah menyakiti hati Mas dengan pergi sama mantan pacarku."

Aiden tersenyum sinis. "Bagus sudah sadar! Oke. Dimaafkan."

"Mas Ai, berarti aku boleh makan kan sekarang?"

"Hah?" belalak Aiden. "Kamu belum makan dari tadi?"

Molly menggeleng. "Katanya tidak boleh."

"Saya kan melarang kamu sarapan, bukan larang kamu makan! Kamu mau makan siang, sore, malam, ya silakan saja!"

"Mas ngeles saja deh," kata Molly kesal.

"Ya... saya tidak tahu kalau kamu bakal mendengarkan larangan saya," jawab Aiden terus terang.

"Ya sudah deh. Aku makan dulu ya. Kalau nanti aku tidak makan, terus sakit, nanti Mas juga yang repot."

"Molly."

"Iya, Mas?"

Sesaat Aiden menatapnya. Pria itu menarik napas panjang. "Saya minta maaf."

"Tidak, aku tidak mau memaafkan Mas!" jawab Molly keras. "Perutku sakit tahu menahan lapar dari tadi!"

"Oh...," gumam Aiden menyesal. "Saya masakin deh! Kamu mau apa?"

Molly tidak ingat kapan terakhir Aiden merajuk seperti itu. Tak bisa dipungkiri olehnya, Molly senang Aiden mulai menunjukkan kepeduliannya terhadap Molly, walau masih tipis-tipis.

Mata Molly memandang Aiden dengan kehangatan yang menjalari tubuhnya. Pria ini kalau lagi tidak marah gantengnya nambah berkali-kali lipat.

Aiden menunggui jawaban Molly. Rupanya pria itu tak bisa tenang sebelum Molly memaafkannya.

"Molly, kenapa melamun? Kamu mau makan apa? Katanya tadi lapar," tegur Aiden lembut.

"Aku tidak pernah muluk-muluk soal makanan. Nasi sama telur juga cukup. Tapi aku bisa masak atau suruh Bibi, kok. Mas ke kamar saja, tidur duluan."

"Ish! Saya kan nawarin kamu. Hargain dong itikad baik saya!" protes Aiden. Pria itu memutar tubuhnya. Melangkah ke dapur.

Molly membuntutinya. Setibanya di dapur dia ingatkan lagi Aiden tak perlu repot-repot memasak untuknya.

Pria itu melototinya. "Saya nggak repot! Sana tunggu di ruang makan. Kamu berisik, tahu nggak?"

Pria itu tak pernah-pernah berubah. Dia masih galak.

Molly menurut. Dia meninggalkan dapur. Menunggu sampai Aiden selesai memasak untuknya.

** i hope you like the story **

Dont Ever Let Me Go | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang