04. SOSOK TUAN BESAR

308 51 9
                                    

Pagi sudah menyambut. Matahari sudah menampakkan dirinya. Suara heboh dari pria bertopi jerami memenuhi ruangan penginapan mereka.

Langkahnya berlarian kesana kemari sembari meneraki nama yang ia cari dari subuh tadi. "[Name]!! Kau dimana??"

"Kau berisik sekali Luffy!!" Nami memarahinya yang baru keluar dari balik kamar.

"Ah, maaf shishishi" Luffy mengatakannya sambil tertawa, kemudian ia lanjut berlari dan meneriaki nama [Name].

Nami menghela nafas panjang, matanya menatap arah perginya Luffy. "Dia seperti itu terus dari tadi subuh"

"Yaa, karena dia tidak menemukan [Name] dari tadi, kan?" Usop ikut menimbrung, ia menguap karena waktu tidurnya terganggung akibat suara teriakan Luffy.

"Luffy begitu bersemangat" sambung Chopper yang berada di samping Usop.

"Luffy-san menjadi lebih bersemangat ketika sampai disini, yohohoho" Brook ikutan menyaut. Tengkorak hidup itu menyantap secangkir teh hangat disofa empuk disudut ruangan.

"Apa kalian menikmati penginapan kalian semua?"

Suara nenek paruh baya terdengar dari balik pintu. Nenek yang memiliki tinggi badan yang pendek dan tubuhnya yang bungkuk, sebuah tongkat kayu yang ia pegang sebagai alat bantu berdiri dan berjalan. Wajahnya sudah dipenuhi keriput, ia tersenyum hangat kepada kru bajak laut mugiwara.

"Jinjin-san" Nami tampak tersenyum lebar ketika melihat keberadaan nenek tua itu.

Jinjin lah yang menyiapkan tempat penginapan mereka atas permintaan [Name]. Nenek tua itu juga pemilik dari tempat hiburan tersebut.

"Terimakasih karena sudah menyiapkan tempat sebagus ini untuk kami!" Nami mendekat. Jinjin tersenyum, kepalanya terangkat untuk melihat Nami yang notabene nya lebih tinggi darinya.

"Hohoho, itu atas permintaan penari kami. Tentu saja harus dilaksanakan"

"Tapi, kemana perginya [Name]? Nampaknya kapten kami tidak akan berhenti membuat keributan kalau tidak bertemu dengan penari kalian" Zoro membuka suara, ia dari tadi menikmati sake yang sudah disajikan untuknya.

"[Name] sedang ada urusan di rumah tuan besar kami" jawab Jinjin sambil melihat kearah jendela besar yang berada disisi kanannya. Semuanya ikutan melihat, dari arah sini mereka dapat melihat sebuah rumah besar dibangun diatas bukit.

Rumah yang bentukannya seperti istana, namun bukan istana. Chopper segera mendekat kearah jendela, sedikit bergelantung untuk melihat bangunan itu lebih jelas.

"Besarnya!"

"Tuan besar?" Robin menoleh kearah Jinjin yang berjalan mendekati Chopper.

"Benar. Tuan besar. Orang yang membantu kami ketika berada dikrisis kelaparan, dia rela mengeluarkan uangnya demi memberikan kami makan saat mengalami gagal panen akibat musim kemarau panjang. Namanya adalah Tuan Ricard"

"Ada keperluan apa [Name] disana?" Franky bertanya.

"Aku pun tidak tau. [Name] tidak mengatakan apa-apa setiap ia kembali dari sana"

***

Seorang gadis berdiri dengan kepala yang menunduk dihadapan seorang pria dewasa yang duduk disebuah kursi seperti singasana. Gaya duduknya yang begitu angkuh.

Satu tangan menompang dagu dan sedikit ia angkat kepalanya. Menunjukkan sedang menatap remeh lawannya. Tidak lupa dengan sumringah miring yang begitu senang dengan kehadiran gadis penari yang begitu mempesona dimatanya.

ᴏᴅᴜʀᴏ ᴏɴ'ɴᴀɴᴏᴋᴏ // ᴏɴᴇ ᴘɪᴇᴄᴇ x ʀᴇᴀᴅᴇʀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang