Setelah cukup puas menertawakan Sasya. Tama sekarang sedang berdiri masih menahan tawa nya menunggu Sasya yang membersihkan kakinya.
Beberapa petani berlalu lalang membawa hasil panen ada juga yang sedang mengecek pompa perairan yang tersendat, melihat hal itu Tama kunjungi laki-laki paru baya yang bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek.
"Kenapa Pak?" Kata Tama.
"Kayanya ini macet. Selangnya bocor.."
Tama perhatikan air yang merembes dipinggir pipa rupanya benar selang air untuk perairan sawah bocor. Dia buka sepatu yang dia kenakan menaikan celana panjang nya hingga lutut.
"Biar saya cek.. " Kata Tama. Laki-laki paru baya yang di ketahui bernama Pak Ambo mengangguk diperhatikan nya Tama yang dengan cekatan mengecek pipa air.
"Ini harus diganti sepertinya.. " Masih memperhatikan pipa air Tama berbicara, nadanya terdengar sedih.
"Ini udah saya iket " Lanjut Tama kali ini pandangannya menatap Pak Ambo. "Nanti saya beli pipa air baru ya.. "
Karna sudah terlanjur basah Tama tak memakai sepatunya lagi. Dia bawa sepatunya ditangan, berjalan menghampiri Sasya yang masih membersihkan pakaian yang kotor.
"Saya mau ke pasar dulu.. "
Sasya menoleh. Sasya rupanya cukup kesal karna Tama mengoloknya tadi saat jatuh. "Mau ngapain?" Jawabnya cukup ketus.
Hari sudah cukup siang, matahari seolah berada diatas kepala. Tama jadi sedikit memicingkan matanya. "Mau beli pipa air.. "
Sasya alihkan pandangannya pada pipa air disamping irigasi sawah.
"Saya ikut.. " Kata Sasya
Walau tampak bingung Tama hanya menganggukkan kepalanya membiarkan Sasya ikut dengannya.
Mereka berjalan melewati irigasi-irigasi yang mulai kering karna pipa bocor.
"Pusat perairan pipa dimana?"
Hampir saja Tama menabrak tubuh Sasya karna Sasya yang berhenti berjalan secara mendadak.
"Di ujung sawah. Nanti kita lewati.. "
Sasya yang berada didepan Tama kembali memutar badannya untuk melanjutkan langkah. Celana nya yang basah dia rasa dia memang benar memutuskan untuk ikut Tama. Setidaknya dia bisa pulang ke rumah terlebih dulu untuk mengganti celannya.
Sasya benar-benar masih kaku, wajar saja Pak Dawan selaku kepala desa belum mengenalkan Sasya secara resmi pada masyarakat. Sasya jadi takut melangkah. Walau mungkin hampir semua petani sudah tau kalau Sasya adalah seorang relawan yang akan membantu mereka tapi tetap saja Sasya merasa belum leluasa.
Pak Dawan masih mengantarkan Pak Fajar ke pelabuhan, mungkin sore nanti baru kembali ke rumah.
"Kamu yakin mau ikut saya?"
Setibanya pada gubuk kecil tanda berakhir nya area pertanian, Tama pandangi Sasya dari ujung kaki ke ujung kepalanya. Bukan hanya celana nya yang basah tapi lengan baju Sasya juga kotor.
"Ga." Kata Sasya menimpali pertanyaan Tama.
"Yasudah kamu pulang saja.. " Dengan entengnya Tama hendak pergi menuju motor milik kantor desa.
Langkah Tama jadi tertahan saat ujung bajunya ditarik Sasya. Tama kembali menatap Sasya matanya berbicara seolah bertanya kenapa pada Sasya.
"Saya—belum hapal jalan.. "
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS RASA
General FictionSatu titik rasa yang tersusun rapih saling terhubung membentuk garis lurus yang tak ada ujungnya.