Tiga bulan berlalu setelah dia memutuskan untuk mengikuti tes untuk pengabdian masyarakat, sekarang Sasya jadi cemas
—sebab dia sedang menunggu pengumuman apakah dia lolos atau tidak. Sasya sangat berharap dia bisa mendapatkan itu, selain ingin eksplore kemampuan diri dia juga ingin bebas dari skripsi.
Sebenarnya Sasya baru saja menyelesaikan KKN beberapa minggu yang lalu, dia rasa belajar di luar kampus lebih menyenangkan.
Program pengabdian masyarakat ini dibuka untuk semua fakultas dan yang akan lolos hanya 5 mahasiswa saja.
5 mahasiswa tersebut akan ditempatkan di tempat yang berbeda.
Hal ini semakin membuat Sasya tertantang, karna jelas program ini sangat berbeda dengan KKN. Mungkin pada KKN dia bisa santai karna masih bisa mengandalkan teman. Tapi dalam progam ini dia akan bekerja secara mandiri, dia akan menjadi relawan yang siap memberi solusi akan permasalahan yang terjadi di tempat tersebut.
Laman website pengumuman untuk pengabdian masyarakat sudah Sasya buka, jantungnya berdetak hebat ini lebih mendebarkan dari yang dia pikirkan.
Senyum nya terukir lebar saat dia membaca kata selamat pada website tersebut.
Sasya tak tau pasti persyaratan apa yang menjadikan dia lolos dalam program ini, tes yang dilaksanakan tiga bulan lalu juga hanya seputar mata kuliah semester satu—dua yang sangat mudah untuk Sasya jawab.
Setelah mengkonfirmasi pada pihak penyelenggara. Dia akan berangkat sekitar satu minggu lagi Sasya cukup terkejut karna dia belum meminta izin pada Ibu nya.
Suasana makan malam cukup hening, Sasya yang biasanya banyak ngomong kali ini diam, bahkan dia seperti seseorang yang sedang tidak napsu makan.
"Kok ga dimakan? Sakit?"
Ibunya jelas sadar akan gelagat Sasya yang berbeda.
Sasya menggeleng. "Yaudah dimakan." Kata Ibu nya lagi kembali fokus pada makanannya.
Tapi Sasya tak kunjung memakan makan malamnya membuat Ibunya jadi khawatir dan memfokuskan dirinya pada Sasya.
"Kenapa? Ada masalah?"
"Mah..Kalau Sasya ikut pengabdian masyarakat setuju ga? Acara sosial gitu.."
Mendengar hal itu Ibu nya langsung menaruh sendok makannya, matanya tertuju pada Sasya. Ibu nya dulu berkuliah di kampus yang sama, dia sudah tidak asing akan program yang Sasya katakan.
Ini bukan program baru, dari jaman dia kuliah sudah ada.
Dia masih ingat kejadian kelam akibat program ini, seingatnya progam ini sempat diberhentikan, sejak kapan progam ini ada lagi pikir nya.
"Di mana?"
Suara tegas dari Ibu nya membuat Sasya takut, Ibu nya memang cukup tegas, membesarkan Sasya seorang diri membuat dia harus menjalankan dua peran sekaligus.
"Mal—uku."
Suara nafas dari Ibu nya membuat Sasya semakin merasa bersalah karna tidak memberi tau terlebih dulu pada Ibunya sebelum mendaftar.
"Kamu bukan minta izin kan? pasti ini cuma kasih tau, kamu udah daftar?"
Sasya tersenyum kaku dengan rasa takut dia tatap mata Ibunya. "Aku udah diterima Mah.. "
Lagi Ibunya menarik nafas "Berapa lama?"
"Satu Tahun.. "
Lagi suara nafas Ibunya terdengar. "Jauh loh Sya itu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS RASA
General FictionSatu titik rasa yang tersusun rapih saling terhubung membentuk garis lurus yang tak ada ujungnya.