Suara serangga malam mengiringi langkah mereka. Sesekali dia melirik pada perempuan yang berjalan disampingnya.
Laki-laki yang baru berusia 20 tahun itu menghentikan langkah nya didepan mobil milik bapaknya. Sebelum bapaknya meminta untuk dia yang mengendarai mobil. Dia serahkan dulu kunci mobil itu. "Bapak aja yang nyetir.. " Kata Tama
Sorot mata pak Dawan masih terlihat walau gelap Tama bisa rasakan kalau Ayahnya itu ingin dia yang mengendarai mobil.
Tama bukannya tidak mau. Dia hanya tidak ingin Ayahnya jadi sakit jika harus duduk dibelakang
—kan tidak mungkin meminta tamu untuk duduk dibelakang.
Suasana benar-benar sepi Tama bisa lihat Sasya yang terlihat gelisah beberpa kali kepalanya menengok ke kiri dan ke kanan.
"Pak saya mohon maaf.. " Pak Dawan berbicara pada pak Fajar. Dia sebagai tuan rumah benar-benar merasa tak enak hati. "Di desa cuma ada mobil seperti ini.. " Lanjut Pak Dawan.
Pak Fajar dengan senyum ramahnya "Oalaaah Gak apa-apa Pak. Saya malah berterimakasih. Bapak sama Tama mau jemput saya sama Sasya.. "
"Kalau begitu Sasya aja yang duduk didepan. Saya dibelakang saja.. " Kata Pak Fajar lagi.
"Ah—" Kata Sasya suaranya terpotong dia jadi ikut andil dalam percakapan canggung. "Bapak aja yang didepan.. " Lanjutnya.
Tama yang tak jauh dari Sasya mengerutkan dahinya, dia tatap Sasya dari ujung kaki ke kepalanya. Dia merasa tidak yakin kalau perempuan yang terlihat manja ini menawarkan diri untuk duduk dibelakang.
"Bener?" Kata Pak Fajar memastikan pada anak muridnya itu lantas Sasya mengangguk yakin.
Pak Dawan juga akhirnya mengalah. Dia yang membawa mobil, dia tak perlu mengkhawatirkan Tama. Anak nya sudah biasa kena angin malam, dia lebih khawatir pada Sasya.
Suara mesin mobil mulai terdengar memecahkan sunyinya malam.
Dia yang sudah berada diatas melihat Sasya kesusahan untuk naik. Dia ulurkan tangan nya. Sasya tak langsung menerima dia seolah mengamati tangan Tama yang terulur — menit berikutnya kedua tangan mereka saling menguatkan. Tama tarik tangan Sasya hampir saja Sasya hilang keseimbangan nya.
Tama lihat Sasya duduk seakan memberi jarak. Dia jadi menggeser tubuhnya untuk lebih jauh. Dia sandarkan kepalanya mencoba untuk memejamkan mata. Tapi lagi-lagi Sasya yang terlihat gelisah mengalihkan fokus Tama.
Jalanan begitu gelap hanya lampu mobil yang menjadi penerangan mereka. Pohon-pohon besar semak belukar membuat Sasya merinding. Dia peluk tubuhnya sendiri semakin merapatkan jaket yang dia kenakan.
"Takut?"
Tama jadi tersenyum lebar melihat Sasya jadi kaget karna suaranya. Perempuan yang baru saja dia kenal ini rupanya benar-benar takut.
"Engga.. " Jawab Sasya.
Tama anggukan kepalanya pura-pura percaya akan ucapan Sasya. Jalanan menuju desa nya memang sangat seram. Mungkin untuk seseorang yang tak terbiasa melewati jalanan seperti ini pasti merasa takut. "Berdoa saja. Semoga gak ada harimau yang tiba-tiba nerkam kita.. " Ucap Tama asal.
"Memang nya disini masih ada harimau?"
"Kamu bisa lihat." Kata Tama sambil melirik ke jalanan. "Hutan seluas ini gak mungkin kalau gak ada hewan liar.. "
Setelah berbicara seperti itu Tama mencoba memejamkan matanya, dia tersenyum dalam hati saat mendengar Sasya menggeser duduknya untuk lebih dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS RASA
General FictionSatu titik rasa yang tersusun rapih saling terhubung membentuk garis lurus yang tak ada ujungnya.