🌻16.Menyatakan Perasaan🌻

27 23 19
                                    

✎ Jangan lupa Vote and Komen ✎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✎ Jangan lupa Vote and Komen ✎

❗ TYPO BERTEBARAN ❗

🌻di sarankan untuk mendengarkan musik di atas atau dengan aplikasi musik lainnya saat membaca chapter ini🌻

"Seperti apapun akhirnya, aku tidak akan menyesal karena pernah mencintaimu sedalam ini"
─ Ara ─


Mara membawa tubuh Ara berdiri tepat di depan cermin. Senyuman puas menyertai helaan nafasnya. Usahanya tidak sia-sia dan Mara bangga dengan hasil pekerjaannya.

"Non Ara cantik banget" puji Mara girang.

Lengkungan di bibir Ara menambah kesan cantik pada dirinya. Ia ikut tersenyum kala melihat penampilannya malam ini.

"I-ini aku?" Ucapnya hampir tidak percaya. Apa benar yang ia lihat di cermin sekarang itu dirinya? Bukan jelmaan sesosok makhluk tak kasat mata kan?

"Tentu saja ini non Ara. Memangnya siapa lagi?" Balas Mara.

"Bibi gak salah milih baju ini untuk aku pakai?" Tanyanya seraya menatap dirinya dari bawah hingga atas melalui pantulan cermin.

Ucapan Ara membuat satu alis Mara terangkat. "Lho, emangnya kenapa non? Cantik kok," pujinya sekali lagi seraya menunjukkan raut wajah meyakinkan.

"T-tapi aku gak PD bi, aku biasa pakai hoodie atau jaket. Dan sekarang.." ucapannya ia jeda seraya menatap dirinya intens. "..Aku pakai baju yang bisa di bilang feminim," lanjutnya.

Mara memutar tubuh Ara menghadap dirinya. "Kenapa harus gak percaya diri coba? Denger ya, non Ara itu cantik. Pakai apapun tetap cantik," kata Mara meyakinkan.

"Apa Aksha gak akan anggap aneh?"

Gelengan cepat Mara berikan sebagai jawaban ketidaksetujuan atas ucapan Ara barusan. "Apa salahnya merubah penampilan?"

"Percaya deh, den Raksha gak akan beranggapan seperti itu,"

Ara mengangguk kecil. Mara kembali tersenyum saat berhasil meyakinkan Ara. "Nah sekarang buruan turun gih, den Raksha pasti udah nunggu di depan" ucapnya seraya memberikan tas selempang milik Ara.

"Bersenang-senanglah non," Mara mendorong tubuh Ara pelan─memaksanya untuk segera meninggalkan kamarnya.

"Terimakasih untuk malam ini bi Mara" kata Ara tersenyum begitu lebar.

"Apapun untuk non Ara," balas Mara ikut tersenyum.

Ara memegang kenop pintu kamarnya. Sejenak ia menghadap Mara yang masih setia tersenyum hangat di sana, "Ara pergi dulu, assalamu'alaikum" setelah mengucapkan salam, ia menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu kamar.

Line of Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang