"Berapa kali aku harus memberitahu bahwa aku sama sekali tidak menculik Zara atau pun menyekapnya! Zara secara sadar memilih untuk tinggal bersamaku."
"Kau jelas tahu bahwa kau berada di sini bukan hanya karena masalah Zara, kan? Kau diduga terlibat pada kecelakaan yang dialami kedua orangtua Zara dan juga pembunuhan kakek dan neneknya." Kai, seperti biasa selalu berbicara dengan nada santai sekaligus tegas.
Sean menyaksikan percakapan keduanya dibalik kaca jendela gelap satu sisi sambil mengepalkan kedua tangan. Leon benar-benar terus bertele-tele.
"Tidak bisakah kita langsung menjebloskannya ke penjara dan membiarkannya membusuk di sana?" Sean bertanya pada salah satu petugas polisi yang menemaninya.
"Sayangnya, kami harus mendapatkan bukti langsung untuk melakukan itu. Sampai saat ini kami tidak menemukan sidik jari atau apa pun yang berhubungan langsung dengan Leon di lokasi kejadian."
Sean menghela napas mendengarnya. Satu-satunya cara adalah menunggu ingatan Zara pulih agar gadis itu bisa menceritakan semua kronologinya, tapi itu berarti Leon masih akan hidup di luar penjara walau tetap menjadi tahanan rumah.
***
"Malam ini kita akan menghadiri acara amal. Aku akan memanggil penata rias dan busana untukmu."
Sean memberitahu ketika mereka sedang menikmati makan siang. Ia bisa melihat tatapan berbinar yang Zara berikan padanya.
"Acara amal? Seperti apa acaranya? Apa kau sering datang ke acara itu?" Rentetan pertanyaan yang Zara berikan sudah menunjukkan bahwa gadis itu antusias.
Sean terkekeh pelan melihat tingkah Zara. Sikap gadis itu jelas berbeda sekarang walau masih canggung di beberapa kesempatan.
"Kau akan tahu nanti."
Zara meletakkan sendoknya dan kembali menatap Sean. "Aku dengar kau pergi ke kantor polisi tadi. Bagaimana?"
Sean menggeleng sambil menghela napas sebagai jawaban.
"Apa aku boleh bertemu dengan pria bernama Leon itu?"
"Untuk apa?" Sean membenci ide itu. Bahkan membayangkan Zara bertemu dengan Leon saja sudah membuatnya muak.
"Mungkin saja aku akan mengingat sesuatu jika melihat wajahnya." Zara memberi alasan. "Aku mengingat beberapa hal di sini karena aku melihat secara langsung."
"Tidak. Aku tidak mengijinkanmu untuk bertemu lagi dengannya." Ucapan Sean begitu tegas dan tidak menerima bantahan.
***
Pesta amal ternyata berbeda jauh dari apa yang ada di dalam bayangan Zara. Tamu yang hadir adalah orang-orang dengan pakaian mahal dan mewah. Yang laki-laki dengan tuxedo dan para wanita dengan gaun mereka yang indah.
Zara jadi tahu alasan kenapa Sean memberinya gaun yang begitu indah untuk dipakai malam ini.
"Selamat malam, Tuan Frederick. Silakan, meja anda di sana."
Seorang pria muda menghampiri mereka dan mengantarkan ke meja yang dimaksud. Meja untuk Sean berada di barisan depan, berbentuk lingkaran dengan kain putih yang di atasnya tersedia berbagai macam makanan ringan dan minuman.
Ini hanya perasaannya saja, atau memang hampir seluruh tamu undangan yang ada selalu mencuri tatap ke arah mereka? Zara yakin semua orang menatap ke arah meja mereka.
"Sean, kurasa semua orang menatap ke arah kita." Zara mencoba memberitahu Sean yang nampak santai dan biasa saja.
"Mereka punya mata." Pria itu hanya menjawab acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC (NEW)
RomanceZara terjebak bersama Sean, pria yang sudah menghancurkan hidupnya serta keluarganya dalam sekejap mata. Pria keji itu telah membuat Zara tidak ingin hidup lagi. Namun yang lebih ironisnya adalah Zara juga tidak bisa mati tanpa ijin Sean. "Lebih bai...