07 : Cinta itu Penting!

218 36 7
                                    

• • • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• • • •

Seandainya Primrose bisa mengubur dirinya hidup-hidup di dalam hamparan salju, maka dia akan melakukannya.

Dia rela mati membeku alih-alih menderita malu karena telah menuduh Edmund sebagai pria mesum.

Ruangan tersebut ternyata bukan kamar tidur sang raja, melainkan ruang kerjanya.

"Apa aku pernah memintamu telanjang di hadapanku?" Edmund akhirnya berbicara, memecah keheningan di antara mereka.

Mereka sama-sama duduk di depan perapian, tetapi Primrose duduk di tepi kanan sofa, sementara Edmund duduk di sisi yang lainnya. Jangankan berbuat mesum, menyentuh ujung pakaian Primrose saja dia tidak bisa.

"Aku salah, Yang Mulia." Primrose menundukkan kepalanya dalam-dalam, berusaha mengubur wajahnya di bantal.

Kulit wajahnya terasa panas, bahkan lebih panas daripada tungku api di hadapannya. Tampaknya, dia yang mempunyai pikiran lebih kotor daripada Edmund.

"Kau selalu mempunyai pikiran yang buruk tentangku," kata Edmund.

Primrose lantas menoleh. "Bukankah kau juga begitu?"

"Itu karena kau sangat menentang pernikahan kita."

Selain kematian, maka tidak ada lagi cara untuk membatalkan lamaran mereka.

Primrose tidak dapat melihat ekspresi Edmund dengan jelas karena pencahayaan di ruangan itu agak redup. Oleh karena itu, dia tidak tahu apakah Edmund kecewa dengannya atau malah mempunyai pemikiran yang sama dengan Primrose.

"Dibandingkan aku, bukankah seharusnya kau yang lebih menentang pernikahan kita, Yang Mulia?"

Edmund, "Peraturan di kerajaan melarang siapapun membatalkan lamaran."

Primrose menghembuskan napas kasar karena muak dengan peraturan yang tidak masuk akal itu. "Lantas bagaimana dengan Yang Mulia?"

Seandainya peraturan itu tidak ada, apakah Edmund sukarela membiarkan singgasana ratu diisi oleh seorang wanita buangan dari kerajaan asing?

"Keinginanku tidaklah penting." Suara bariton itu menggema di dalam ruangan, berpadu dengan gemeretak kayu bakar.

"Tentu saja penting!" Primrose merangkak menuju Edmund, kemudian memegang lengannya tanpa memperdulikan tatakrama. "Pernikahan itu bukanlah sebuah permainan! Jika memang tidak bisa bercerai, maka kau seharusnya menikah dengan wanita yang kau cintai!"

Keheningan menyambut ruangan tersebut. Baik Edmund ataupun Primrose sama-sama tidak mengeluarkan suara. Pupil mata Primrose bergerak dengan liar, merasa malu karena telah bertingkah memalukan untuk yang kesekian kalinya.

Ketika dia ingin melepaskan tangannya, Edmund tiba-tiba tertawa, senyuman menghiasi wajahnya yang dingin, membuat Primrose melupakan cara bernapas selama beberapa saat.

The Villainess Wants to Enjoy Her MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang