Pagi-pagi, Andra terbangun dengan badan yang masih terasa agak kaku. Dia mencoba bangkit dari kasur dengan gerakan malas, tapi entah kenapa keseimbangannya nggak stabil. “Aduh, kok pusing banget ya…” gumamnya sambil mengucek mata.
Belum sempat benar-benar sadar, Andra malah kehilangan keseimbangan dan tiba-tiba jatuh dari kasur dengan posisi yang nggak enak. “Aduh! Ah, pinggangku!” Andra mengerang kesakitan sambil memegangi pinggangnya yang langsung terasa nyeri.
Laras yang masih setengah tidur langsung terbangun mendengar suara Andra jatuh. “Andra, kamu nggak apa-apa?” tanyanya panik sambil buru-buru mendekat.
Andra meringis sambil mencoba duduk, tapi jelas kelihatan kesakitan. “Kayaknya pinggangku kejedot pas jatuh… sakit banget nih, Lar,” jawabnya dengan wajah meringis. Dia memegangi bagian pinggangnya yang mulai terasa kaku dan nggak enak.
Laras langsung jongkok di samping Andra, memeriksa kondisi suaminya. “Duh, kamu kenapa bisa jatuh sih? Semalam udah enakan kan?”
“Iya, semalem udah mendingan. Tapi ini kayaknya ketarik lagi gara-gara jatuh. Aduh, sakit banget, Lar,” keluh Andra sambil berusaha berdiri dengan susah payah.
Laras menggeleng pelan, merasa kasihan melihat Andra kesakitan kayak gitu. “Ya udah, kamu nggak usah gerak dulu. Biar aku ambilin minyak sama koyo buat dipakein di pinggangmu,” kata Laras.
Andra cuma bisa mengangguk sambil tetap memegangi pinggangnya. Rasa nyeri yang menjalar bikin dia nggak bisa banyak gerak. Setelah Laras ambil minyak gosok, dia langsung mulai balurin pelan-pelan ke pinggang Andra, mencoba mengurangi rasa sakitnya.
“Tenang, ya. Biar aku pijitin dikit dulu biar nggak makin kaku,” Laras menawarkan sambil mulai memijat ringan area sekitar pinggang Andra.
Andra mendesah pelan, berusaha santai meskipun nyerinya masih terasa.
Laras terus mijitin dengan sabar, mencoba bantu meredakan sakit yang dirasain Andra. Tapi, jelas kelihatan kalau ini bukan pagi yang dimulai dengan mudah buat mereka berdua.
Merasa pinggangnya masih nyeri meski sudah dipijit oleh Laras, Andra akhirnya memutuskan untuk memanggil tukang pijat langganannya ke rumah. Pagi itu, setelah sarapan seadanya, dia langsung menghubungi tukang pijatnya.
“Mas, bisa ke apartemen hari ini? Pinggang saya sakit banget, kayak ketarik gitu,” kata Andra di telepon.
Setelah tukang pijatnya mengiyakan dan memastikan akan datang dalam waktu satu jam, Andra langsung lega.
“Semoga abis ini bisa enakan,” gumamnya sambil mencoba duduk dengan lebih nyaman di sofa.
Nggak lama, tukang pijat pun sampai. Setelah saling sapa sebentar, Andra langsung mengarahkan tukang pijat ke kamar.
“Saya fokusin di pinggang ya, Mas?” tanya tukang pijatnya sambil melihat kondisi Andra yang terlihat kaku.
“Iya, Mas. Ini pinggang saya masih kaku banget” jawab Andra sambil melepas kemejanya dan berbaring tengkurap di kasur.
Tukang pijat mulai balurin minyak di pinggang Andra sambil memperhatikan area yang penuh bekas kerokan kemerahan.
“Wah, ini bekas kerokannya masih baru ya, Mas. Kayaknya masuk anginnya parah kemarin,” tukang pijat berkomentar sambil mulai memijat dengan tekanan ringan.
“Iya, Mas. Badan saya tuh kayaknya anginan mulu akhir-akhir ini,” Andra menjawab sambil meringis saat pijatan mulai mengenai titik yang nyeri.
Pijatan mulai makin dalam, terutama di bagian pinggang. Dengan telaten, tukang pijat menekan area yang terasa kaku, kadang memutar-mutar jempolnya di titik-titik yang paling tegang.
Andra sesekali mendesah, mencoba menikmati pijatannya meski rasanya campur aduk antara lega dan sedikit sakit.
Setelah beberapa saat, tukang pijat menambahkan tekanan dengan menggunakan siku.
“Tarik napas panjang, Mas, saya pijitnya agak kuat biar ototnya lemes lagi,” kata tukang pijatnya. Andra mengikuti instruksi sambil meringis kecil, tapi dia juga merasa mulai ada rasa lega di pinggangnya.
Pijatan terus berlanjut, terutama di area sekitar tulang punggung yang paling terasa kaku. Sesekali, Andra nggak bisa nahan untuk nggak sendawa kecil.
“Heekk… aduh, lega juga ya sambil dipijit gini,” katanya sambil menghembuskan napas panjang.
Pijatan berlanjut selama hampir satu jam. Setelah selesai, Andra perlahan bangun sambil masih sedikit memegangi pinggangnya. “Makasih, Mas. Pinggangnya udah agak mendingan sekarang,” katanya.
Tukang pijat tersenyum. “Sama-sama, Mas. Jangan lupa diurut rutin ya kalau sering anginan kayak gini,” katanya sebelum pamit.
Andra mengangguk dan setelah tukang pijat pergi, dia langsung rebahan lagi, mencoba menikmati rasa ringan yang mulai terasa di pinggangnya. Meski bekas kerokan masih jelas, setidaknya rasa sakitnya berkurang banyak.
Setelah selesai dipijat, Andra masih merasa pinggangnya belum sepenuhnya lega.
Dia pun menghadap tukang pijat sambil menepuk punggungnya, “Mas, boleh minta dikretek nggak? Rasanya kayak ada yang masih ngganjel di pinggang.”
Tukang pijatnya tersenyum tipis dan mengangguk. “Bisa, Mas. Tapi siap-siap ya, ini mungkin agak kaget dikit pas dikretek.”
Andra berbalik dan duduk di lantai dengan posisi punggung tegak. Tukang pijat berdiri di belakangnya dan mulai menarik perlahan Andra ke belakang sambil memposisikan tangannya di sekitar pinggang dan punggung. “Oke, Mas, tarik napas panjang dulu, ya,” tukang pijat memberi instruksi.
Andra menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Di saat itulah, tukang pijat dengan sigap memutar tubuh Andra ke samping, memberikan tekanan di punggung bagian bawah. *Kretek!* Suara tulang yang bergeser itu terdengar cukup jelas, membuat Andra sedikit terkejut tapi langsung merasa lega.
“Hehh, enak banget! Pas banget ngena tuh!” Andra menghela napas lega sambil tersenyum.
Tukang pijat melanjutkan ke bagian punggung atas dan bahu Andra, kali ini memutar tubuhnya ke arah berlawanan.
Lagi-lagi suara "kretek..." terdengar, membuat Andra sampai menutup mata saking nikmatnya. “Udah lama nggak dikretek gini.”
Setelah beberapa kali kretekan, tukang pijat juga menekan bagian leher dan pundak Andra dengan menggunakan tangan dan sikunya.
Setiap kali ada bunyi kretek, Andra nggak bisa nahan diri buat nggak berdesah lega. “Heekkk.… ini baru beneran lega, Mas,” katanya sambil sendawa kecil, “tadi berasa kayak seret gitu, sekarang udah plong banget.”
Setelah semua sesi kretekan selesai, Andra langsung beranjak berdiri dengan senyum puas di wajahnya. “Makasih, Mas. Ini baru enak, bener-bener ngurangin pegelnya.”
Tukang pijat tersenyum dan merapikan peralatannya. “Sama-sama, Mas. Kalau ada yang dirasa nggak enak lagi, jangan ragu panggil saya ya.”
Andra mengangguk. “Siap, Mas. Pasti nanti aku panggil lagi.”
Setelah tukang pijat pergi, Andra kembali duduk di sofa, mencoba gerak-gerakin pinggang dan punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dibalik pintu kantor
FanfictionAndra Abyaksa, seorang CEO muda yang dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan menyeramkan. Dedikasinya pada pekerjaan membuatnya disegani dan dihormati banyak orang. Meski begitu, hidupnya tak pernah jauh dari kesendirian, tenggelam dalam tumpukan la...