----
Siang itu, Andra dan Laras memutuskan untuk makan siang bersama di kantin kantor. Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, mereka menjadi lebih dekat, dan waktu istirahat makan siang menjadi momen yang mereka nantikan.
“Laras, kamu mau makan apa?” tanya Andra sambil berjalan menuju kantin.
“Aku lagi pengen makan yang ringan aja. Mungkin salad sama jus,” jawab Laras sambil tersenyum.
“Kamu sehat banget sih. Aku kayaknya mau makan nasi padang. Lagi lapar berat,” canda Andra sambil tertawa.
Mereka pun duduk di meja sudut kantin, menikmati makanan masing-masing. Obrolan mereka mengalir santai, membahas pekerjaan dan cerita-cerita ringan lainnya.
“Gimana kemarin? Kamu udah merasa lebih baik kan?” tanya Laras sambil menyeruput jusnya.
“Iya, udah mendingan banget. Thanks buat urutannya waktu itu. Bener-bener ngebantu,” jawab Andra dengan penuh rasa syukur.
“Nggak masalah kok, Andra. Aku seneng bisa bantu,” sahut Laras.
Setelah makan siang, mereka kembali ke meja masing-masing dan tenggelam dalam pekerjaan. Hari itu, proyek besar harus segera diselesaikan, dan Andra tahu bahwa mereka harus lembur untuk menyelesaikannya.
Ketika sore bergulir menjadi malam, kantor semakin sepi. Hanya ada beberapa lampu yang masih menyala di sudut-sudut ruangan, memberikan suasana yang tenang dan damai.
“Andra, kamu masih semangat?” tanya Laras dari mejanya, melihat Andra yang masih sibuk dengan laptopnya.
“Semangat sih, tapi perut udah mulai kerasa lapar lagi,” jawab Andra sambil memegang perutnya.
“Kita break bentar buat makan malam yuk. Biar nggak kejadian lagi kayak kemarin,” saran Laras.
Andra mengangguk. “Iya, bener juga. Kita pesan makanan dari luar aja gimana?”
Mereka memesan makanan cepat saji dan melanjutkan pekerjaan mereka setelah makan malam. Namun, Andra yang terlalu fokus pada pekerjaannya, mulai mengabaikan rasa sakit yang perlahan-lahan muncul di perutnya.
Menjelang tengah malam, rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. Andra tahu bahwa maagnya mulai kambuh lagi.
“Laras, maaf nih, kayaknya aku butuh bantuan lagi,” kata Andra lemah sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.
Laras segera mendekat, melihat wajah Andra yang pucat. “Kamu udah mulai sakit perut lagi?”
“Iya, maagnya kambuh lagi. Mungkin kebanyakan lembur, belum sepenuhnya pulih,” keluh Andra sambil memegang perutnya yang sakit.
Laras menggeleng pelan, merasa khawatir. “Yuk, kita ke ruangan break aja, biar aku bisa bantu kamu.”
Mereka berdua menuju ruangan break yang sudah kosong, Andra berbaring di sofa, mencoba meredakan rasa sakit. Laras mengambil balsem dari tasnya, siap membantu Andra seperti sebelumnya.
“Coba kamu rileks aja, ya. Aku mau gosokin perut kamu biar anginnya keluar,” ujar Laras sambil mengoleskan balsem di perut Andra.
Andra mengangguk, berusaha menenangkan diri. “Thanks banget, Laras. Aku bener-bener nggak enak kalau ngerepotin kamu terus.”
“Nggak usah mikirin itu, Andra. Aku seneng bisa bantu kok. Yang penting kamu cepat sembuh,” jawab Laras sambil mulai menggosok perut Andra dengan lembut.
Pijatan Laras terasa menenangkan, dan sedikit demi sedikit Andra mulai merasa lega. Setelah beberapa saat, Andra mulai bersendawa.
“Heeekkk...” sendawa pertama terdengar, menandakan bahwa angin mulai keluar.
“Bagus, terus aja ya. Nggak usah ditahan,” kata Laras sambil melanjutkan gosokannya.
Andra bersendawa lagi, lebih keras kali ini. “Heeekkk... heeekkk...”
Laras tersenyum melihat Andra mulai merasa lebih baik. “Itu tandanya kamu mulai baikan, Andra."
Setiap kali Laras menggosok dengan lembut, Andra merasa lebih nyaman dan bisa bernapas lebih lega. Rasa sakit di perutnya perlahan-lahan berkurang.
“Heeekkk... heeekkk... heeekkk...” suara sendawa Andra terus berlanjut, semakin keras dan panjang.
“Wah, banyak banget angin yang keluar ya. Biarin aja keluar semua, Andra,” kata Laras sambil terus memberikan pijatan lembut.
Andra mengangguk, merasa sedikit malu tapi juga lega. “Makasih ya, Laras. Aku bener-bener beruntung punya kamu di sini.”
Laras tersenyum lembut. “Sama-sama, Andra. Jangan lupa buat jaga kesehatan kamu, ya. Biar nggak kambuh lagi.”
Setelah beberapa menit, Andra mulai merasa jauh lebih baik. Pijatan Laras berhasil meredakan gejala maagnya, membuatnya bisa bernapas lega.
“Heeekkk... heeekkk... heeekkk...” sendawa terakhir terdengar, menandakan bahwa angin sudah keluar hampir sepenuhnya.
Andra menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "udah mendingan sekarang. Thanks banget, Laras.”
Laras menyimpan balsemnya, merasa lega karena Andra sudah merasa lebih baik. “Jangan lupa buat istirahat yang cukup malam ini ya, Andra. Jangan forsir diri terlalu keras.”
Andra mengangguk, berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih memperhatikan kesehatannya ke depan. Dia menyadari betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara kerja dan istirahat.
Malam itu, Andra pulang dengan perasaan lega, bersyukur memiliki Laras yang selalu siap membantu. Meski hari yang panjang dan melelahkan, Andra tahu bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi semua tantangan ini.
Laras, di sisi lain, merasa bahagia bisa membantu Andra. Ia berharap hubungan mereka bisa terus berkembang, menjadi lebih dari sekadar rekan kerja. Kebersamaan mereka semakin erat, memberikan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
----
Jangan lupa vote+komen yaa biar aku semangat buat nulis nyaaa😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dibalik pintu kantor
FanficAndra Abyaksa, seorang CEO muda yang dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan menyeramkan. Dedikasinya pada pekerjaan membuatnya disegani dan dihormati banyak orang. Meski begitu, hidupnya tak pernah jauh dari kesendirian, tenggelam dalam tumpukan la...