Prolog

357 19 2
                                    

Tubuh terikat kuat, membuat dia tak dapat melakukan apapun selain duduk bersimpuh. Menerima rasa sakit, dari sulutan rokok yang sengaja diarahkan pada kulit terbuka. Pertama terarah pada leher, lalu mulai turun menuju dada. Baju yang sebelumnya terkancing penuh, kini terbuka lebar akibat tarikan kasar.

Kedua tangan yang terikat dibelakang tubuh coba memberontak, atas perlakuan tak manusiawi yang diterima. Namun perlawanan sia-sia justru berakhir menjadi tertawaan keras, ketika para pelaku merasa semakin puas terhadap pemberontakan yang dilakukan.

"Hey, Fort. Biarkan aku memukuli mu sampai babak belur, maka akan aku berikan kau dua ribu bath sebagai gantinya. Bagaimana?"

Semua kembali tertawa keras, saat tubuh yang sebelumnya memberontak sekarang justru terdiam. Sepertinya uang dengan mudah membuat pemuda menyedihkan itu menyerah, berpasrah untuk dipukuli atas bayaran yang disebutkan. Sehingga sekarang kaki-kaki beralaskan sepatu tebal, mulai mengambil ancang-ancang untuk menendang.

BUG! BUG!BUG!

Satu demi satu tendangan datang, menghujami tubuh yang kini jatuh melengkung. Mengerutkan tubuh ketika tendangan datang silih berganti, membuat tubuhnya sekarang dipenuhi oleh rasa sakit. Jika saja bisa, dia ingin pingsan saja agar tak merasakan rasa sakit itu lebih lama dari ini.

Namun sialnya, tubuhnya tak ingin mengikuti keinginan. Sehingga sampai puluhan tendangan yang diterima, dia tak kunjung kehilangan kesadaran. Justru yang terjadi, rasa sakit itu semakin jelas terasa. Sampai seluruh tubuhnya terasa remuk, sakit di semua bagian. Dan hinaan itu semakin terasa nyata, saat lembaran bath terlempar tepat diatas tubuh.

"Itu uang dua ribu bath mu, terimakasih karena telah menghibur kami."

SRET!

"Hah...Hah...Hah...Brengsek!"

Mengumpat keras, dia benci saat harus terbangun hanya karena mimpi buruk yang dialami. Walau semua kejadian didalamnya pernah benar-benar dialami dahulu, namun dia tak suka semua itu kembali datang dalam bentuk mimpi. Kenangan menyedihkan, seharusnya menghilang seiring berjalannya waktu. Bukan justru semakin melekat bak permen karet, seperti sekarang ini.

"Phi, ada apa?"

Menoleh, seorang wanita cantik dibalik selimut terganggu oleh pergerakan serta suara keras yang dia ciptakan. Sehingga membuatnya bertanya penasaran, apalagi melihat ekspresi marah yang sudah memenuhi wajah tampan. Biasanya pria itu selalu memasang seringai menggoda, namun baru kali ini dia melihat ekspresi keras disana.

"Tidak ada, hanya sedikit mimpi buruk. Tidurlah lagi, Baby."

Drrtt...Drrtt...Drrtt...

Perhatian keduanya kembali teralih, kali ini pada benda persegi panjang diatas nakas. Bergetar tanda ada panggilan masuk, si pemilik dengan cepat meraihnya. Lalu mengerutkan kening saat melihat ID si penelpon, namun tetap mengangkat panggilan yang diterima.

"Halo?"

"Hey, Thitipong! Kau ada dimana sekarang?"

"Hotel, tentu saja."

"Brengsek, cepat ke kantor. Khun Chane mengamuk mencarimu sekarang."

Pria itu-Fort Thitipong dapat mendengar suara teriakan keras diujung telpon sana, dan mengenali si pemilik suara. Meneriaki namanya disertai umpatan yang tak ada habisnya untuk dirinya, sepertinya pria tua itu benar-benar marah padanya sekarang.

"Mencariku?"

"Jangan pura-pura bodoh, Fort. Katanya kau meniduri putrinya, dia mengamuk karena itu sekarang.-"

Fort menoleh kearah ranjang disampingnya, melihat wanita yang kembali jatuh terlelap disana. Wanita ini anak dari Chane Tawatson yang tengah mereka bicarakan itu. Membuatnya memutar mata malas, kabar seperti ini cepat sekali menyebarnya. Tak sampai satu minggu, hubungan mereka sudah diketahui sekarang.

"-Jadi, cepat ke kantor jika kau tak mau orang tua itu menghancurkan semua barang-barang di mejamu."

Fort menyingkap selimut yang menutupi tubuh telanjangnya, lalu berjalan kearah kamar mandi setelah sebelumnya memunguti semua pakaian yang berserakan. Bahkan tanpa pamit, pria itu meninggalkan kamar Hotel setelahnya. Pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pada teman tidurnya malam tadi. Toh, dia yang membuatnya harus berangkat pagi ke kantor sekarang. Lebih tepatnya, karena ayah kolot wanita cantik itu.

"Merepotkan sekali."

Saat perjalanan keluar dari Hotel, pria tan itu bersisihan jalan dengan seorang pria cantik yang berjalan lurus dengan sorot angkuh. Saling melewati satu sama lain, tanpa satupun diantara mereka saling melirik. Asing, mereka berdua sekarang hanya dua orang asing yang tak saling mengenal. Namun besok, entah apa yang akan terjadi. Mungkin saja, mereka akan menjadi dua orang yang akan berbagi ranjang yang panas dan bergumul satu sama lain.

Tak akan ada yang tahu, sampai semua itu pada akhirnya terjadi. Bukankah begitu?

*

(Not) Love (FortPeat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang