🦓

40 7 0
                                    

Hujan turun dengan deras, membasahi kota yang sudah tertutup kegelapan. 

Lampu-lampu jalan berkedip samar di kejauhan, seolah ikut tenggelam dalam kesedihan yang sama dengan seorang pemuda yang duduk di dalam mobil, memandangi tetes-tetes air yang berlomba di kaca jendela. Jongho menghela napas berat, menggenggam setir dengan erat seakan itulah satu-satunya hal yang bisa menahan dirinya agar tidak terjatuh lebih dalam ke jurang keputusasaan.

“All I wanted to do was forget,” gumamnya pada dirinya sendiri, suaranya hampir tenggelam dalam suara derasnya hujan. “Is it too much to ask?”

Tatapan Jongho hampa, menatap ke luar jendela, ke keramaian kota yang masih bergeliat meskipun hari sudah larut. Hatinya penuh dengan beban masa lalu yang tak kunjung hilang. Bayangan-bayangan dari hari-hari yang kelam, dari luka-luka yang belum sembuh, terus menghantuinya seperti bayang-bayang yang tak bisa ia hindari.

Jongho memejamkan mata, mencoba menghapus semua kenangan itu, tetapi semakin ia mencoba, semakin kuat kenangan itu menancap dalam benaknya. Ingatan akan orang-orang yang telah ia kecewakan, keputusan-keputusan yang salah, dan cinta yang berakhir pahit. Semua itu menyesakkan dadanya, membuatnya sulit bernapas.

"Aku hanya ingin melupakan," Jongho berbisik lagi, kali ini lebih keras, seperti sebuah permohonan yang ia tujukan kepada siapa saja yang mungkin mendengar, entah itu Tuhan, semesta, atau hanya dirinya sendiri. "Aku hanya ingin memulai kembali. Apakah itu terlalu sulit?"

Di tengah kegalauan itu, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk. Ia melihat layar ponselnya tanpa minat, berharap itu bukan pesan dari masa lalu yang ia coba tinggalkan. Namun, ternyata itu pesan dari Yeosang.

> *"Hei, di mana kamu? Kita semua khawatir. Pulanglah."*

Jongho terdiam sejenak, memandangi pesan singkat itu. Kepedulian teman-temannya selalu membuatnya merasa hangat, namun malam ini, pesan itu justru menambah beban di hatinya. Ia tahu mereka peduli, ia tahu mereka ada untuknya, tapi ada hal-hal yang tak bisa mereka pahami, rasa sakit yang begitu personal, begitu dalam, hingga kata-kata tidak lagi cukup untuk menggambarkannya.

Tanpa pikir panjang, Jongho membalas pesan itu dengan singkat.

> *"Aku butuh waktu sendiri."*

Ia tahu, jawabannya tidak akan memuaskan Yeosang, atau yang lainnya. Tapi, saat ini, ia butuh jarak. Jarak dari dunia, dari mereka yang ia sayangi, dan bahkan dari dirinya sendiri.

Di luar, hujan terus turun, tak ada tanda-tanda akan berhenti. Jongho memutuskan untuk keluar dari mobilnya. Dengan langkah berat, ia berjalan di bawah derasnya hujan, membiarkan dirinya basah kuyup. Hujan ini, pikirnya, mungkin bisa membantu menghapus semua luka dan rasa sakitnya, walaupun hanya untuk sementara.

“Aku ingin mulai dari awal,” ucapnya keras-keras, berharap hujan bisa mendengar dan membawa keinginannya kepada langit. “Aku ingin hidup yang baru, tanpa bayangan masa lalu yang terus menghantuiku.”

Suara hujan semakin deras, menenggelamkan suara Jongho yang mulai melemah. Ia berdiri di tengah jalan yang sepi, merasakan dinginnya air hujan yang menembus pakaiannya, mengalir di wajahnya. Mungkin, pikirnya, air hujan ini bisa membasuh air matanya yang tidak pernah bisa keluar.

Tiba-tiba, sebuah suara lembut menyelinap di tengah derasnya hujan.

“Jongho!”

Jongho menoleh. Di sana, berdiri Yeosang dengan payung yang basah kuyup, matanya penuh dengan kekhawatiran. Ia berlari mendekati Jongho, mencoba melindunginya dari hujan dengan payungnya, meskipun sia-sia.

“Apa yang kau lakukan di sini? Di tengah hujan seperti ini?” tanya Yeosang, suaranya setengah berteriak agar bisa terdengar di tengah gemuruh hujan.

Jongho tersenyum kecil, senyuman yang lebih mirip dengan rasa putus asa daripada kebahagiaan. “Aku hanya... ingin melupakan,” jawabnya, menatap Yeosang dengan tatapan kosong.

Yeosang menatapnya dengan penuh pengertian. Ia tahu, apapun yang Jongho rasakan sekarang, itu bukan sesuatu yang bisa dihapuskan dengan mudah. Namun, ia juga tahu bahwa Jongho tidak harus melalui ini sendirian.

“Kau tidak perlu melupakan,” kata Yeosang dengan lembut, meskipun suaranya harus melawan derasnya hujan. “Kau hanya perlu menerima, dan melangkah maju. Kita semua di sini untukmu, kau tahu itu, kan?”

Jongho terdiam, merasakan kehangatan dalam kata-kata Yeosang meskipun dinginnya hujan yang masih menerpa mereka. Perlahan, ia mengangguk, meskipun hatinya masih berat. Mungkin, ia tidak bisa melupakan semuanya begitu saja. Tapi mungkin, hanya mungkin, dengan bantuan teman-temannya, ia bisa belajar menerima masa lalunya dan menemukan cara untuk memulai kembali.

Yeosang tersenyum, sebuah senyuman hangat yang membuat Jongho merasa sedikit lebih baik. “Ayo, pulang,” ajak Yeosang sambil merangkul Jongho, mengajaknya berjalan ke tepi jalan di mana mereka bisa meneduh.

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Jongho merasakan sedikit harapan. Mungkin, ia tidak perlu melupakan segalanya untuk bisa memulai yang baru. Mungkin, menerima adalah langkah pertama menuju hidup yang lebih baik.

Di bawah payung yang basah itu, Jongho dan Yeosang berjalan bersama, meninggalkan hujan dan segala kegelapannya di belakang.

Hati Jongho perlahan terasa lebih ringan, dan ia tahu, meskipun butuh waktu, ia akan baik-baik saja. Selama ia memiliki teman seperti Yeosang di sisinya.

Endearing Episode • All × JonghoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang