🦒

33 7 0
                                    

Yeosang dan Jongho berjalan pulang sambil berpegangan tangan. 

Langkah mereka sedikit terhuyung-huyung di trotoar yang lengang. Hawa malam yang dingin membalut mereka seperti selimut tak kasat mata, menenangkan namun memabukkan. Mereka tahu mereka terlalu mabuk untuk mengemudi, dan lebih dari itu, perjalanan kaki ini memberikan mereka lebih banyak waktu bersama—sebuah kesempatan yang jarang terjadi di antara kesibukan mereka sehari-hari.

Lampu jalan memancarkan cahaya kekuningan, mempertegas bayangan mereka yang sesekali bergoyang, seperti berusaha melepaskan diri dari tubuh pemiliknya. Jongho menoleh ke arah Yeosang, senyumnya yang samar terlihat di bawah sinar lampu. “Kau ingat waktu pertama kali kita melakukan ini?” tanyanya, suaranya serak oleh minuman keras dan kehangatan persahabatan.

Yeosang tersenyum, matanya menerawang ke masa lalu. “Ya, setelah konser pertama kita. Kita terlalu gembira dan terlalu muda untuk peduli tentang apa pun selain kebebasan malam itu.”

Jongho mengangguk, merasakan nostalgia yang sama. “Waktu itu kita juga mabuk, kan? Tapi mungkin lebih mabuk oleh kebahagiaan daripada alkohol.”

Langkah mereka semakin lambat, menikmati setiap detik keheningan yang tak canggung. Angin malam mengibaskan rambut mereka, membawa aroma khas kota yang tak pernah tidur. Mereka berjalan melewati deretan toko yang sudah tutup, pintu-pintu yang terkunci, dan jendela-jendela yang gelap, seolah-olah kota ini memberikan mereka panggung pribadi untuk menghidupkan kembali kenangan-kenangan lama.

“Kau tahu,” kata Yeosang akhirnya, memecah keheningan, “aku senang kita memutuskan untuk berjalan pulang. Ini… menyegarkan. Mengingatkan kita pada hal-hal sederhana yang sering terlupakan.”

Jongho tertawa pelan. “Kau benar. Terkadang kita terlalu sibuk mengejar mimpi kita sampai lupa menikmati perjalanan menuju ke sana.”

Yeosang menatap Jongho dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Kau pikir kita akan selalu seperti ini? Maksudku, bersama-sama dan bebas, meskipun hanya untuk beberapa saat?”

Jongho menggenggam tangan Yeosang lebih erat, seolah tak ingin waktu merampas momen ini darinya. “Aku harap begitu. Karena di antara semua hal yang berubah, aku ingin setidaknya satu hal tetap sama.”

Yeosang tersenyum kecil, senyum yang hanya Jongho yang bisa mengerti artinya. Mereka terus berjalan, tangan mereka tetap menggenggam satu sama lain, meski malam semakin larut dan hawa dingin semakin menusuk. Mereka tahu, saat ini, mereka berada di tempat yang tepat—di sini, bersama-sama, menikmati sisa malam yang masih panjang. Mereka tahu waktu akan terus berjalan, seperti halnya mereka.

Tapi selama mereka masih bisa berjalan berdampingan seperti ini, dunia bisa menunggu.

Endearing Episode • All × JonghoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang