07

2.4K 375 13
                                    

"Kamu yakin kamu baik-baik saja ?" Tanya Evan saat melihat bokong Lio mengambang tanpa menyentuh kursi saat keduanya berada di dapur untuk sarapan.

Lio tersenyum kaku.
"Ak-aku ingin mengatakan aku baik-baik saja tapi sepertinya aku tidak terlihat seperti itu ya"

Evan mengambil mangkok berisi bubur dengan toping irisan ayam dan telur, Evan membawa dua mangkok itu ke ruang tamu.

"Kamu mau kemana ?!" Tanya Lio karena Evan juga membawa mangkok miliknya.

Tanpa menjawab, Evan kembali ke dapur lalu langsung mengangkat tubuh Lio menuju ruang tamu.

Tak hanya itu, Evan memangku Lio menghadap kearahnya dengan memberi sedikit ruang agar kaki Evan tidak menyentuh hole Lio yang masih terasa sakit.

Lio menatap wajah tampan Evan dan sang empunya wajah memasang senyum di bibirnya.
"Bagaimana dengan posisi ini ? Apakah masih terasa sulit untuk mu ?" Tanya Evan.

Rona merah muda menghiasi kedua pipi Lio.
"Ini terasa nyaman terlebih lagi aku bisa melihat wajah mu" ujar Lio dengan sejujur-jujurnya.

Evan merasa malu saat menyadari hal itu tapi dia mengabaikan perasaan malunya, dia lebih mementingkan sarapan Lio agar tubuh Lio bisa kembali pulih.

Evan mengambil mangkok Lio lalu menyendok bubur yang sudah dia buat.
"Buka mulut mu, Aa~"

Lio tersenyum, perlahan dia membuka mulutnya. Jarak diantara mereka berdua membuat Evan bisa dengan jelas melihat rongga mulut Lio.

Deg. Deg. Deg.

Bibir itu, lidah itu, Evan membayangkan bagaimana rasanya dia mencium Lio tanpa masa Rutnya.

Lio menyentuh sendok ditangan Evan.
"Lagi, aku lapar" kata Lio.

"Ah, iya !" Evan kembali memberi Lio satu suap hingga akhirnya bubur itu habis saat Lio hendak beranjak dari pangkuan Evan, Evan langsung menahan lengan Lio.

"Kamu mau kemana ?" Tanya Evan.

"Aku sudah selesai makan, kaki mu bisa sakit kalau aku terus duduk dipangkuan mu" jawab Lio.

"Kaki ku tidak sakit"

"Hm, kenapa ? Kamu juga harus makan makanan mu.. posisi ini terasa sulit"

Evan menarik Lio kedalam dekapannya, dia memeluk Lio.
"Kenapa kamu tiba-tiba memeluk ku ?" Tanya Lio kebingungan.

Ternyata Evan makan sembari memeluk Lio, Lio yang tidak mau menganggu akhirnya memilih diam dalam dekapan Evan.

Tapi tiba-tiba Evan melepas pelukannya lalu meminta Lio berbaring saja dulu, Lio menurut saja.

Lio menyandarkan tubuhnya di sofa seraya menonton Evan makan, Evan yang sadar perlahan bergeser agar Lio tidak menatapnya.

Lio terkekeh pelan.
"Ada apa ? Apa kamu malu menjadi bahan tontonan ?"

"A-aku tidak malu hanya saja rasanya aneh karena kita baru saja kenal dan kita bertingkah seperti sudah lama mengenal satu sama lain" ujar Evan.

Lio mempoutkan bibirnya.
"Huh, jadi mencicipi tubuh ku masih terasa asing bagi mu ?"

Blush !
Wajah Evan memerah.

"A-apa ?!"

Lio mengangkat kakinya lalu menaruh kakinya tepat di atas p*nis Evan yang masih tertutup celana.

"Aku menghabiskan dua hari hanya untuk menjadi pemuas burung mu saja, Ck...itu kejam Evan"

"Bukan seperti itu maksud ku!" Evan menyentuh kaki Lio.

"Lalu apa ?~" Lio dengan sengaja menggesek-gesek kakinya.

"Mm, Lio jangan!" Evan mendorong kaki Lio bahkan tubuhnya ikut terdorong yang membuat Lio langsung terbaring diatas sofa.

Evan mengurung Lio di antara tangannya.
"Hah...hah..Jangan menggoda ku, setelah bersama mu tubuh ku terasa sensitif" wajah Evan sudah sangat merah.

Bukannya mendengar apa yang Evan katakan, Lio dengan sengaja menarik kakinya yang saat ini berada di antara paha Evan.

"Lio.. hentikan itu, aku tidak mau menyakiti mu" Evan berusaha keras menahan dirinya.

Lio menatap wajah Evan.
'Woah, wajahnya merah sekali'

Lio menyentuh bibirnya sendiri.
"Lubang yang lain mungkin tidak bisa tapi aku bisa membantu dengan cara lain"

Glup.
Evan menelan salivanya berat saat melihat Lio menekan-nekan bibirnya sendiri.

.
.

Bersambung ....

Instant Lovers (Omegaverse 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang