PART7

1.9K 25 0
                                    

Enam

Menurutku mata kuliah yang disampaikan oleh Pak Revan benar-benar menyenangkan. Berbeda sekali cara penyampaian yang di berikan oleh Pak Revan dengan Pak Haryo. Pak Revan menyampaikan materi sesuai dengan 'pikiran masa kini' sedangkan Pak Haryo bertolak belakang 360°. Mungkin karena usia Pak Revan yang tidak terlalu jauh dari kami-aku? 

Sejak Pak Revan keluar meninggalkan kelas setelah jam kuliah usai, banyak mahasiswi yang terus saja membahasnya. Entah membahas cara menyampaikan materi, cara bicara, ketampanannya, postur tubuhnya, matanya, dan astaga... masih banyak lagi yang lainnya. 

Bukan hanya mereka saja, tetapi aku juga. Aku dipaksa mendengarkan pendapat Raya mengenai Pak Revan dan tentu saja aku harus berbalik memberikan pendapatku padanya. Entah apa yang ada didalam diri Pak Revan sehingga kharismanya begitu kuat mempengaruhi kondisi psikologis para mahasiswi dikelasku. 

"Ran..." panggil Raya padaku ketika aku memilih asyik dengan pekerjaanku sendiri yaitu menggambar diatas kertas putih daripada harus bertukar pikiran tentang Pak Revan dengannya. 

"Hmmm..." jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari kertas-kertas yang sudah penuh dengan coretan ini. 

"Ran.. menurut elo, Pak Revan udah punya pacar belom ya?" tanya Raya padaku. Sedari tadi dia hanya berjalan bolak-balik didepanku. Dan aku pusing dibuatnya. Entah apa yang ada dipikiran gadis ini. 

"Menurut gue sih.. mungkin udah.." kataku datar. Jujur saja aku sudah mulai muak dengan segala topik pembicaraan tentang Pak Revan. Sedari tadi hanya topik ini yang dibahas oleh mereka semua. 

"Kok elo gitu sih? Kenapa elo gak jawab belom aja sih?" rengeknya padaku dengan suara manja. 

"Hah? Elo tadi kan nanya pendapat gue.. setelah gue berpendapat kenapa elo protes sama pendapat gue sih? Aneh.." gerutuku. Jujur saja aku tidak mengerti jalan pikirannya. Tadi dia yang meminta pendapatku, sekarang malah dia yang sewot. Aishh 

"ya.. tapi kan.. masa elo gak bisa lihat sih kalo temen elo ini pengen bisa deket sama Pak Revan" ujarnya lemas dan memilih duduk dibangku kosong sebelahku. Akhirnya... 

"ya udah gih.. pe-de-ka-te aja sono" kataku asal. Suasana tenang saat seperti sayang untuk disia-siakan. Aku saat ini sedang duduk dibangku taman kampus dibawah pohon rindang. Ini adalah tempat favoritku menghabiskan waktu. Jadi aku tidak mau membuang-buang energiku hanya untuk mengurusi orang yang tidak aku kenal atau mengenalku. 

"kok elo gitu sih? Gampang banget ngomong kayak gitu.. gue kan cewek, masa gue harus pedekate duluan ke dia?" tanyanya panjang lebar dengan posisi yang benar-benar sangat aneh menurutku. 

"apa salahnya?" tanyaku padanya. Dia terlihat berpikir dengan apa yang telah aku katakan. 

"Bener juga ya.. yaudah ayok ke kantin.." katanya seraya berdiri hendak menuju kantin. Aku hanya bisa menatapnya heran. Aku tidak pernah mengerti apa yang ada di otak manusia bernama Raya ini. 

"Hah?" hanya kata itu yang sanggup keluar dari mulutku. Saat ini otakku sedang tidak berfungsi dengan baik, atau mungkin Raya lah yang sedang tidak baik? Batinku dalam hati. 

"Hello... Ran sayang.. ini udah jam makan siang.. ayo kekantin.." katanya dengan menunjuk jam tangannya didepan wajahku. 

"ohh.." kataku mengerti dan bergegas berdiri mengikutinya ke kantin untuk makan siang. 

Aku tidak memperhatikan keadaan yang ada disekitarku sekarang ini. Aku sedang sibuk membalas email-email yang masuk untukku. Beberapa adalah mengenai pekerjaanku dan ada juga dari kakakku. 

Aku memilih mengirim sms kepada kakakku untuk balasan atas emailnya, karena prosesnya lebih cepat untuk mendapat balasan. 

'Aku baik kak.. kakak gimana?' aku mengirimkan sms itu kepada kakakku. 

'kakak juga baik sayang.. ada kabar apa disana?' balas kakakku kemudian. 

Sepanjang perjalanan menuju kantin aku sibuk ber-sms-ria dengan kakakku. The only one my brother. 

'ada teman kakak yang menjadi dosen di universitas kamu..' sms dari kakakku masuk ketika tanpa sadar aku sudah sampai dikantin dan duduk di salah satu sudut kantin. 

'benarkah?' tanyaku pura-pura tertarik, padahal tidak. 

"kamu mau apa Ran?" tanya Raya sibuk melihat berbagai menu yang tersedia di kantin. 

"Jus jambu sama siomay aja.." jawabku. Aku memperhatikan kondisi kantin saat ini, lumayan penuh karena saat ini memang jam makan siang. Di salah satu sudut kantin aku dapat melihat beberapa dosen berkumpul untuk makan bersama. 

"Raya.. pujaan hati kamu tuh.." kataku pada Raya ketika melihat ada sesosok Pak Revan duduk dengan santai bersama dosen-dosen lain menikmati makan siang. 

"dimana?" tanya Raya penuh minat dan antusias yang cenderung berlebihan. 

"itu disana.. sama 6 dosen yang lain" kataku tanpa mengalihkan pandanganku lagi dari handphoneku. 

"ohh.. iya.. ada.. tapi ntar aja deh.. sekarang urusan ini dulu.." katanya lucu dengan menunjukkan telunjuknya ke bagian perutnya yang rata. Proporsi badanku dan badan Raya memang tidak berbeda. Hanya saja, saat ini tinggi Raya lebih beberapa senti dariku karena sepatu wedges yang digunakannya saat ini benar-benar tinggi. Padahal seharusnya aku berada 3cm diatasnya jika dia tidak menggunakan wedgesnya itu. Tapi entah mengapa, menurut orang-orang aku dan Raya sama-sama aneh. Dengan kesempurnaan fisik yang kami miliki, kami berdua belum memiliki seorang kekasih. 

Jika ditanya mengapa aku belum memiliki kekasih karena kekasih hanya akan membuat hidupku rumit. Begitu juga dengan Raya. Bedanya adalah aku mengahabiskan waktuku untuk bekerja sedangkan Raya menghabiskan waktunya untuk bermain kesana kemari bersama teman-temannya yang cukup banyak. 

"ini buat elo.." kata Raya menyodorkan pesananku yang baru saja di antar oleh pelayan kantin itu. 

"Thanks..." jawabku menerima piring yang diberikannya. 

"elo tau gak, dari tadi Pak Revan ngeliatin kesini terus" kata Raya dengan mulut yang masih mengunyah makanan itu. 

"hmm... iyakah? Ngliatin elo kali" jawabku sekenanya. Aku lebih memilih konsen kepada kakakku dan mendadak jadi kehilangan nafsu makan karena kata-kata yang dikirimnya. 

'sayang.. kamu siap-siap deh.. kayaknya Papi sama Mami mau nglakuin hal yang sama ke kamu' kata kak Randy dan membuatku tidak mengerti. 

'maksudnya kakak?' tanyaku tidak mengerti dan dengan tampang tidak mengerti yang jelas saja tidak bisa dilihat oleh kak Randy. 

'tadi Mami telfon kakak, ngasih tahu soal Dira' katanya, lha? Kok cepet banget kakak tahu? Batinku dalam hati. 

'trus apa hubungannya kak sama aku yang harus siap-siap?' tanyaku tidak mengerti arah pembicaraan kali ini. 

'kamu kayaknya bakal bernasib kayak Dira.. jadi kamu siap-siap ya sayangku..' kata kakakku yang berhasil membuat aku membatu. 

Aku terlalu shock untuk memikirkan apapun saat ini. Kabar yang aku terima dari kakakku yang jauh dari aku saat ini berhasil mengacaukan perasaanku. Mamiku menyampaikan hal ini kepada kakakku terlebih dahulu daripada kepadaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku selanjutnya. Aku juga tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan jika semuanya terjadi padaku. 

Aku benar-benar menjadi pusing saat ini. Semua planning yang ada di otakku saat ini sudah menjadi buram. Aku kehilangan semangat jika harus bernasib sama dengan Dira. Aku masih ingin bebas. Aku harus sekuat tenaga memperjuangkan nasibku sendiri. Bagaimana jika aku dijodohkan?! 

Haruskah aku mempunyai kekasih saat ini?! 

Laki-laki mana yang harus aku jadikan kekasih?! 

Aku tidak ingin terikat dengan siapapun saat ini...

TBC

Please vote my story and give me your comment.. nice to see you all.. have a nice time.. *bighug

dia Ranny bukan RaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang