Part 18

1.8K 21 3
                                    

Tujuh Belas

Cinta berubah tak lagi indah
Rindu menjelma terasa resah
Saat kita harus berpisah
Pedih luka di hati, sedih sendiri
Menangis jiwaku, jatuh air mataku

Selamat tinggal, goodbye
Say hello untuk kamu, mellow
Selamat tinggal, goodbye
Pergilah and let me go, ooo hooo

Kaki melangkah tak lagi sama
Nafas asmara seakan hampa
Saat kita harus kecewa

Pedih luka di hati (di hati)
Jatuh air mataku

Selamat tinggal, goodbye
Say hello untuk kamu, mellow
Selamat tinggal, goodbye
Pergilah and let me go, ooo hooo

Diserang rasa tak bisa ku halau, kata orang itu namanya galau
Waktu berputar seakan salah, please welcome wahai mellow
Berkecamuk dalam sanubari, seakan tak sanggup aku berdiri
Sepi menahan tangis sendiri, miris terasa menemani

Selamat tinggal, goodbye
Say hello untuk kamu, mellow
Selamat tinggal, goodbye
Pergilah and let me go, ooo hooo

Selamat tinggal, goodbye
Say hello untuk kamu, mellow
Selamat tinggal, goodbye
Pergilah and let me go, ooo hooo

(Blink-Hello Mellow)

 

 

Pertemuan satu minggu yang lalu dengan seorang laki-laki yang sangat disayangi oleh sahabatku Raya, membuatku membenci sosok laki-laki itu. Aku tidak ingin menemui sosok laki-laki itu lagi dalam kehidupanku. Sahabatku sangat mencintainya, aku tahu hal itu karena setiap aku melakukan kontak dengan Raya yang menjadi topik utama adalah bagaimana hari-harinya bersama laki-laki itu. apa yang mereka lakukan berdua, bentuk perhatian apa yang setiap hari mereka berikan untuk satu sama lain. Aku sangat tidak menyangka dengan penuh percaya dirinya laki-laki itu mengatakan bahwa dia menggunakan Raya sebagai alat untuk mendekatiku.

“Ran.. Ada telfon untukmu. Apa kamu akan menjawabnya?” tanya Kak Delia ketika aku sedang menikmati sarapan pagiku.

“Siapa Kak?” tanyaku tidak peduli. Sejak hari dimana aku bertemu dengan Revan, aku sama sekali tidak mau berkomunikasi dengan siapapun. Termasuk dengan Dira dan Raya. Urusan butikpun aku serahkan kepada Maya, aku berkomunikasi dengan siapapun pelangganku melalui Raya. Aku sangat menghindari mengangkat telfon, karena entah bagaimana caranya Revan mengetahui nomor telfonku.

“Revan.. Bagaimana?” tanya Kak Delia dengan cemas. Memang banyak telfon yang masuk adalah dari Revan. Aku telah menjelaskan semua yang terjadi kepada Kak Randy dan Kak Delia. Mereka sama sepertiku, tidak menyangka bahwa Revan sampai hati melakukan hal itu.

“Tidak Kak” jawabku. Aku hanya tersenyum melihat kekhawatiran Kak Delia. Setelah menyetujui permintaanku, Kak Delia meninggalkanku sendirian di ruang makan.

Aku memilih tidak datang ke butikku hari ini. aku ingin menghabiskan waktuku bersama Baby Ana satu harian ini.

“Kak.. tidak berangkat kerja?” tanyaku ketika masih melihat Kak Randy menggendong Baby Ana dengan sangat hangat.

“Inginku seperti itu sayang. Tapi nanti susu untuk Baby Ana aku beli dengan apa? Hahha” kakakku sangat geli dengan kata-katanya sendiri. Dasar orang aneh.

“Aku sanggup membelikan susu untuk keponakanku Kak. Kalau kakak tidak sanggup lagi menghidupi Kak Delia dan Baby Ana berikan padaku saja” kataku pura-pura serius. Aku sangat tahu sejak ada Kak Delia dan bertambah dengan Baby Ana Kakakku ini tidak bisa hidup tanpa mereka.

dia Ranny bukan RaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang