Rani pov ; flashback on
Hari pertama masuk sekolah, bukanlah hari yang begitu menyenangkan untukku. Lelah, letih, lesu, loyo, tapi belum love you nih! Semua bercampur aduk menjadi satu di siang bolong. Kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) memang melelahkan, namun setidaknya terdapat bagian dari kegiatan ini yang bisa aku ambil manfaatnya.
"Ish, bisa nggak sih cepetin dikit? Ini kalau aku pingsan emang ada yang mau nolongin? Apa pingsan aja ya?" ucapku lirih.
"Heh, yang barusan ngomong sendiri, sini maju!" teriak salah satu anggota OSIS yang berdiri di depan kelompok Tulip yang sedang duduk di bawah sinar matahari terik. Name tag nya bertuliskan nama Chaya Drisana.
"Saya, Kak?" tanyaku.
"Siapa lagi kocak? Lagi ada yang jelasin di depan, bukannya didengerin, dihormati, malah ngomong sendiri. Gila kamu?!"
"Iya Kak, sedikit, efek panas," jawabku spontan sembari berdiri, lalu maju ke depan.
Aku nggak habis pikir sama diriku sendiri. Kenapa aku malah ngucapin kata-kata kayak gitu pas lagi kondisi kayak gini? Tapi mau gimana lagi? Aku udah muak sama kegiatan ini, padahal kukira bakal seru banget. Memang seru, dapet bonus lagi. Iya, bonus mandi keringat.
"Baru jadi siswa baru aja udah belagu, gimana nantinya? Paling-paling di-DO, apa mau dikeluarin dari sekolah sekalian?!"
"Kakak juga baru jadi OSIS udah merasa paling berkuasa, pemerintah Kak?"
"Mulutnya bisa dijaga, nggak? Kami di sini itu membimbing kalian biar kalian itu siap dan selalu tertib sama peraturan yang ada di sekolah ini. Kamu jangan nyepelein gitu, ya!"
"Ya maaf Kak, habisnya kenapa setiap ada MOS itu selalu dijemur gini. Siapa yang bakal tanggung jawab kalau ada salah seorang dari kami yang pingsan nanti?"
"Kan ada PMR, sayang? Gunanya ada PMR di sini buat apa kalau bukan buat bantu siswa baru yang sakit? Nggak mungkin cuma jadi pajangan, kan?"
"Iya sih, Kak, maaf ya," ucapku menyudahi percakapan antara aku dan salah seorang pihak OSIS.
"Sekarang, kamu saya hukum buat berdiri dan hormat di depan tiang bendera. Dari mulai kumpulan ini bubar sampai pulang sekolah. Sanggup?"
"Siap, tidak, Kak!"
"Dengan alasan apa lagi? Takut pingsan? Nggak mau kena panas? Jangan alay, Rania Vadhala!" jawab Kak Chaya dengan membaca name tag MOS milikku.
"Tau aja, Kak? Hehehe, sanggup kok, Kak, mungkin langsung dehidrasi."
"Nanti kalau ada yang peduli pasti ngasih minum. Tapi perlu digarisbawahi, 'kalau ada yang peduli' ya!"
"Aku anak baik, Kak, pasti ada yang peduli."
"Terserahmu lah, dik."
Sepuluh menit berlalu, waktu penjelasan yang diberikan oleh anggota OSIS hampir selesai. Itu artinya sebentar lagi adalah bagianku untuk menjalani hukuman.
"Setelah saya bubarkan, kalian bisa kembali ke kelas, kecuali siswa atas nama Rania Vadhala. Waktu 20 menit bisa kalian gunakan untuk istirahat dan makan bekal kalian. Mengerti?" ucap Kak Chaya.
"Siap, mengerti, Kak!" Kelompok Tulip menjawab dengan serempak.
"Bubar, jalan!"
Kelompok Tulip memberikan sikap hormat kepada Kak Chaya. Kak Chaya menurunkan hormatnya, disusul oleh siswa Kelompok Tulip. Mereka kemudian balik kanan, lalu pergi menuju kelas untuk makan bekal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Shoulder to Lean On [SEGERA TERBIT]
Teen FictionHidup ini memang berat, apalagi ketika memasuki fase jatuh cinta. Untungnya, Anala Naladhipa mempunyai seseorang yang siap menjadi sandaran baginya jika dia sedang tidak baik-baik saja. Namun, seperti yang orang lain katakan, tidak ada kata perteman...