Aku sedang mempersiapkan kata-kata yang tepat ketika Alsa menunggu jawaban dariku.
"Terima kasih atas usahamu untuk bisa membuatku jatuh cinta padamu," ucapku.
"Iya Na, sama-sama. Ada apa?"
"Al, aku jatuh."
"Na? Kamu nggak bohong, kan?"
"Nggak Al, Na nggak berani bohong kalau menyangkut perasaan."
"Na, kalau memang belum, jangan dipaksakan ya?"
"Sekarang sudah, Al."
Aku berusaha membuat Alsa percaya dengan perkataanku. Aku jatuh Al, jatuh ke dalam hatimu. Semua perlakuan yang kamu tunjukkan bisa membuatku luluh. Aku percayakan semuanya ke kamu. Aku berharap bahwa kamu yang terakhir, Al.
Alsa terlihat tidak percaya dengan apa yang aku sampaikan, dia terkejut bukan kepalang. Namun, sedikit demi sedikit ada kebahagiaan yang muncul di wajah Alsa.
"Boleh nggak kamu ulangin kata-kata waktu itu?"
"Boleh, Na."
Alsa mulai bertekuk lutut di hadapanku, seperti yang pernah dilakukannya beberapa hari yang lalu. Kali ini berbeda, kata-katanya lebih panjang dengan rasa tulus yang bertambah juga.
"Na, sudah satu lustrum aku menyimpan kebohongan ini di dalam diriku. Namun saat ini, aku akan berusaha untuk jujur dan mengungkapkan semua yang aku rasakan kepadamu. Na, selama ini aku menunggu waktu, di mana kita berdua bisa terus bersama dan tidak terpisah seperti sepuluh tahun lalu.
Satu lustrum bukanlah waktu yang cepat untuk kata menunggu. Aku memperjuangkan hal ini untuk menciptakan benih-benih harapan yang bahagianya kusemogakan. Na, dari dalam hati yang paling tulus yang pernah kurasakan, aku mencintaimu dengan seluruh jiwaku. Aku rela menunggumu kapan pun, asalkan pada akhirnya kamu bisa selalu bersamaku.
Na, mungkin saat ini tidak mudah bagimu untuk menjawab pernyataan cinta ini. Tidak mudah bagimu juga untuk begitu saja melupakan masa lalumu. Tapi izinkan aku menunggu kamu, sampai nantinya kamu sudah siap untuk membuka hati kembali. Jika saat itu sudah tiba, izinkan aku menjadi satu-satunya pemilik hati yang murni. Izinkan aku menempati ruang dengan kekosongan, akan aku penuhi ruang itu dengan cinta tulus dari hatiku, Na."
"Al, satu lustrum tidak bisa dibandingkan dengan satu minggu maupun satu bulan. Waktu yang terbilang lama itu, ada baiknya tidak dibalas dengan sebuah penolakan. Terima kasih telah memahami perasaanku saat ini. Aku tidak akan mengecewakanmu.
Jadi, buatlah aku mencintaimu sepenuhnya, Al. Akan ku balas segala perjuangan yang telah kamu lakukan dengan cintaku yang sedang ku usahakan. Buatlah dirimu menjadi satu-satunya pemilik hati ini, hingga nanti bumi tak berputar lagi. Al, cintamu, ku usahakan."
Rasa bahagia sepenuhnya dan kupu-kupu yang beterbangan menghiasi hariku dan Alsa. Betapa bahagianya Alsa atas ketulusan yang telah terbalas. Dan bahagiaku menemukan seseorang yang sangat tulus kepadaku.
Setelah pernyataan cinta itu, aku dan Alsa kembali menikmati langit yang indah di siang menjelang sore hari itu. Kami merasa puas dengan pemandangan ciptaan Tuhan.
"Na, foto yuk?" ajak Alsa.
"Boleh!"
Alsa mengambil beberapa foto dan kemudian dia berniat mengunggah dalam media sosialnya.
"Boleh aku upload di Instagram?"
"Boleh!!"
"Caption-mu gemas banget, Al!"
"Seperti kamu, Na!"
Aku dan Alsa lalu memutuskan untuk melanjutkan motoran sampai ke alun-alun kota. Alsa membelikan cotton candy untukku. Kami juga melihat anak ayam warna-warni yang dijual di sana.
"Are you happy?"
"Super happy! Thank you, Al!"
"Al? Even after I became your boyfriend, you still call me by my name?" jawab Alsa dengan raut muka cemberut.
"Thank you Mas Pacar!"
"Hahaha, you're welcome Mbak Pacar!
- TAMAT -
𓇢𓆸
Pemilik akun whoopschn mengucapkan banyak terima kasih untuk chensbae yang telah meluangkan waktu untuk membaca bagian epilog ini.
Selalu dukung whoopschn dengan vote dan comment, ya!
Warm regards,
Whoopschn🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
A Shoulder to Lean On [SEGERA TERBIT]
Teen FictionHidup ini memang berat, apalagi ketika memasuki fase jatuh cinta. Untungnya, Anala Naladhipa mempunyai seseorang yang siap menjadi sandaran baginya jika dia sedang tidak baik-baik saja. Namun, seperti yang orang lain katakan, tidak ada kata perteman...