CONFESSION

33 9 2
                                    

"Kak, mau beli salep buat luka bekas tamparan ada nggak, ya?"

"Ran, tanyanya gitu banget, sih?" jawabku sembari tertawa kecil.

"Ada kok Kak, Thrombophob Gel namanya, itu salep buat luka memar, tapi juga bisa buat luka bekas tamparan," ucap penjaga apotek sembari mengambilkan salepnya di etalase toko.

"Tapi saran saya dikompres dulu aja Kak pakai air dingin. Kalau belum hilang, baru beli salepnya," jelas penjaga apotek.

"Oh gitu ya, Kak? Luka bekas tampar di pipi saya ini kelihatan banget nggak ya?"

"Nggak, Kak, masih aman. Nanti sampai rumah langsung dikompres aja, ya?"

"Okey, Kak, terima kasih, ya!"

Kubuka pintu depan apotek dan memutuskan untuk pulang jalan kaki bersama Rani, karena rumahku dan Rani tidak terlalu jauh dari apotek. Rumahku dan Rani tidak terlalu jauh, hanya berjarak beberapa rumah tetangga. Maka dari itulah kita sudah akrab sejak dulu.

𖹭𖹭𖹭𖹭𖹭

Tok tok tok!

"Bundaaaaaa, Na pulang!"

"Iya, Na, sebentar," suara Bunda terdengar dari dalam.

"Kok pulangnya telat, Na?" tanya Bunda setelah membukakan pintu untukku.

"Bun, Na mau jujur," ucapku dengan lirih.

"Masuk dulu, Na, bicara di dalem aja, ya?" ajak Bunda.

Terdapat sedikit perasaan canggung di dalam diriku untuk mengatakan kenyataan kepada Bunda. Tetapi, aku sudah memutuskan untuk membicarakan hal ini. Bagaimanapun respons Bunda nantinya, yang paling utama adalah aku sudah mengakui hal itu.

"Ada apa, Na?" suara Bunda terdengar halus, membuat perasaanku sedikit tenang.

"Bun, Na suka sama cowok di sekolah. Na nggak pacaran sama dia, tapi Na udah sakit hati duluan."

"Coba Na jelasin ke Bunda, apa yang buat Na sakit hati?"

"Tadi pulang sekolah, Na nemenin Rani buat ketemu sama pacarnya, tapi sekarang udah jadi mantannya. Mantannya Rani itu manfaatin Rani buat membahagiakan pacarnya. Jadi, Rani adalah selingkuhannya. Di situ Na nggak terima saat Rani dikata-katain yang jelek. Na bales pakai kata-kata. Dia malah bilang ke Na kalau crush-nya Na udah punya cewek yang lebih cantik dari Na. Terakhir, dia bilang kalau crush-nya Na nggak akan mau sama Na karena alasan kepribadian Na. Terus saat posisi turun dari angkot, Na lihat crush Na boncengan sama cewek."

"Jadi, Na sakit hati karena tau kalau crush Na udah punya cewek?"

"Bukan cuma itu Bun, ternyata ceweknya dia memang cantik, lebih cantik dari Na."

"Na punya bukti kalau cewek itu adalah pacarnya?"

"Baru dugaan Na sama Rani, tapi nggak mungkin kalau bukan ceweknya, Bun. Tadi aja ada adegan romantis, dia memakaikan helm ke ceweknya itu. Mana mungkin kalau bukan ceweknya, Bun?"

"Kamu tau silsilah keluarganya? Apa dia punya adik atau kakak?"

"Emmm, belum, Bun."

"Nah, itulah pentingnya mengenal lebih jauh saat kamu mau menyukai seseorang. Bisa aja crush-mu itu punya adik, Na, dan yang kamu lihat itu adalah adiknya."

"Kalau pacarnya juga nggak apa-apa kok, Bun, Na ikhlas."

"Kamu ini, bilangnya aja memang ikhlas, tapi kenyataannya tidak, kan? Kamu pasti masih punya harapan yang besar agar crush-mu tidak punya pacar dulu?"

A Shoulder to Lean On [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang