GUILTY AS SIN

14 4 0
                                    

♪ What if he's written 'mine' on my upper thigh
Only in my mind?
One slip and falling back into the hedge maze
Oh what a way to die ♪

- Guilty as Sin? by Taylor Swift

𖹭𖹭𖹭𖹭𖹭

Tiba saatnya untuk masuk sekolah. Setelah kecelakaan yang dialami Alsa kemarin, dia tetap memutuskan untuk masuk sekolah karena ini adalah hari pertamanya.

Tampak sang mentari akan terbit dalam beberapa menit lagi. Aku tengah mempersiapkan jadwal pelajaran untuk hari ini, di saat Bunda sedang menyiapkan sarapan, dan Ayah mempersiapkan keperluan kantor.

"Okay, tinggal bahasa Indonesia sama matematika. Beres deh!" ucapku sembari menutup ritsleting tas.

Ting!

Terdengar notifikasi handphone dari arah meja belajar. "Siapa yang mengirim pesan pagi-pagi begini?" batinku.

Aku memutuskan untuk membuka handphone-ku dan mendapati sebuah bubble chat dari kontak yang tidak dikenali.

"Eh siapa ini yang tiba-tiba chat 'selamat pagi Anala, berkenan kah kamu untuk berangkat dan pulang sekolah bersamaku?' kata-kata yang dipakai cukup manis. Apa ini Alsa?" untuk memastikan jika yang mengirim pesan adalah Alsa, aku membalasnya dengan tujuan menanyakan siapa dalang dibalik pesan manis di pagi hati itu. Belum ada 2 detik dari waktuku mengirim balasan, notifikasinya berbunyi kembali.

Mengetahui bahwa pengirim pesan tersebut atas nama Alsaki Raka Sahasya, aku tersenyum simpul. Tanpa pikir panjang, ajakannya aku terima dengan senang hati. "Toh aku bisa menghemat biaya naik ojol atau angkot kalau nebeng Alsa," pikirku.

Selesai membalas pesan tersebut, terdengar suara Bunda memanggil, "Ayah, Alsa, ayo turun, sarapannya udah siap!" Lantas aku dan Ayah bergegas untuk turun ke bawah, tak lupa membawa perlengkapan ku untuk pergi ke sekolah. Di meja makan, aku duduk berdampingan dengan Bunda, sementara Ayah berada di depan kami berdua.

Aku memulai pembicaraan saat Bunda mengambilkan nasi, "Bunda, Ayah, nanti Na berangkat dan pulangnya bareng Alsa, barusan diajak."

Ayah dengan raut girang pun membalas, "bagus tuh Na, kamu bisa hemat ongkos angkot atau ojol. Kalau bisa setiap hari kamu bareng sama Alsa aja, Ayah setuju banget!"

Bunda menimpali, "Lagian kalau kamu bareng sama Alsa, hati Bunda rasanya tenang dan nggak begitu khawatir kamu kenapa-kenapa karena ada Alsa yang jagain."

"Iya sih, Bun. Tapi kasian Rania, nanti dia bareng siapa kalau bukan Na?" sahutku.

"Dia akan dapat jalan perannya sebentar lagi, Na," aku agak kesulitan untuk mencerna jawaban dari Bunda. "Tapi, semoga Rania segera mendapatkan gantinya Tama dengan yang lebih baik seribu kali lipat," batinku.

Aku menghabiskan sarapan dengan segera, mengingat bahwa hari ini Alsa yang menjemputku. Tak lupa aku juga memberi kabar kepada Rania bahwa hari ini aku tidak berangkat bersamanya.

"Ran, hari ini berangkat sekolahnya nggak barengan, ya? Aku berangkat sama Alsa."

"HAHHH?? ALSA TEMEN KECILMU ITU? LOH KOK BISA? NA KAMU JAHAT BANGET SIH NGGAK CERITA KE AKU! POKOKNYA NANTI KAMU HARUS CERITAIN SEMUANYA DARI AWAL SAMPAI AKHIR, TITIK!" terdengar suara Rania yang menggelegar.

Aku mulai menjauhkan handphone-ku dari telinga. Suara Rania udah kayak speaker sekolahan, keras banget.

"Iya Rania, astaga, volume suaramu kecilin dikit bisa nggak?"

A Shoulder to Lean On [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang