Pagi hari pun tiba, Alsa tetap menjemputku di depan rumah. Dia tetap bersikap manis seperti kemarin tidak terjadi apa-apa. Di perjalanan, Alsa mulai membuka pembicaraan, tidak seperti kemarin.
"Na, kamu suka apa aja?"
"Tumben Al nanyain? Kamu lupa juga ya hal kesukaanku?"
"Masih inget kok, siapa tau ada tambahan selama sepuluh tahun kita pisah."
"Semuanya masih sama, Al, nggak ada yang berubah, nggak ada yang nambah, nggak ada yang kurang."
"Sama, Na, perasaanku juga nggak berubah," suara Alsa lirih dan aku tidak mendengarnya secara jelas.
"Apa Al? Nggak kedengeran."
"Aku juga sama, Na, nggak ada yang berubah."
"Ohhhh, gitu," jawabku.
"Na, nanti pulang sekolah mau aku ajak jalan-jalan dulu nggak?"
"Boleh aja sih," aku mengiyakan ajakan Alsa.
Aku dan Alsa sudah sampai di sekolah. Semuanya sama, belajar, istirahat, belajar lagi, istirahat lagi, selalu seperti itu sampai waktu pulang tiba. Tidak bahagia yang bisa aku terima hari ini. Makan seblak di kantin tadi sudah cukup membuatku bahagia.
Saat pulang tiba, Rani tiba-tiba berkata kepadaku, "Na, coba dulu ya? Jangan langsung ditolak."
Aku bingung dengan perkataan Rani, "kamu kenapa? Apa yang nggak harus kutolak? Apa yang harus kucoba?"
"Kamu akan nemuin jawabannya sendiri, Na," kata Rani.
Tetap saja, aku bingung mencerna kata-kata Rani. Aku terus memikirkannya sampai Alsa mengajakku ke parkiran.
Aku diajak Alsa untuk pergi ke suatu tempat yang mungkin belum aku kunjungi. Aku tidak menyangka bahwa Alsa mengajakku ke tempat yang sangat indah, indah melebihi segalanya.
"Al, cantik banget!"
"Iya, seperti seseorang yang aku ajak saat ini," ucap Alsa.
"Maksud kamu apa, Al?"
Alsa bertekuk lutut di hadapanku, memberikan sebuah karangan bunga tulip yang sangat cantik. "Ana, aku ingin mengungkapkan isi hatiku. Aku menyukaimu dengan tulus sejak lima tahun lalu, Na," ucap Alsa.
Aku terkejut bukan kepalang, aku tidak tau apa yang harus aku katakan. Bagiku, ini terlalu cepat untuk sebuah permulaan setelah sakit hati. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, tetapi aku tidak mau membuat Alsa sakit hati.
"Al maaf, aku belum bisa... Aku belum bisa memulai cerita yang baru. Aku tidak bisa secepat itu untuk berpaling hati. Aku masih dalam masa laluku, aku tidak mau membuatmu sakit hati."
"Terima kasih sudah jujur, Ana, tolong terima bunga ini. Aku tau kamu masih suka dengan bunga tulip, layaknya sepuluh tahun lalu. Aku akan mengusahakan hatimu itu, Na."
"Terima kasih. Tapi Al, jangan memaksakan dirimu atau kamu akan sakit hati," kataku.
"Aku siap sakit hati kalau akhirnya aku bisa memenangkanmu, Na, aku siap!"
"Al, cewek di muka bumi ini masih banyak. Kenapa harus aku? Banyak yang lebih cantik dan sempurna dari aku, kamu bisa mendapatkan mereka. Kamu cakep, Al, banyak yang mau sama kamu."
"Cewek di dunia ini emang banyak, Na, tapi nggak ada satupun yang bisa menandingi kamu. You're perfect in my eyes and I hope you can see yourself the way I see you. Kamu se sempurna itu di mataku, Na."
"Aku masih banyak kurangnya, Al. Aku nggak se sempurna itu."
"Nggak apa-apa, Na, aku bakal nunggu kamu. Makan ice cream, yuk?"
"Maaf udah buat kamu sedih, Al."
"Nggak Na, aku nggak sedih. Ayo makan ice cream aja?"
"Kamu kalau sedih pasti makan ice cream, Al, aku inget itu."
"Na, rasa sedih setelah penolakan itu memang benar adanya. Aku juga merasakannya kali ini. Tapi, apa gunanya aku sedih kalau aku tetep bisa buat kamu bahagia? Yang penting itu bahagiamu, Na, kamu bahagia aja aku udah bahagia kok!"
"Al... Jangan lupakan kebahagiaanmu juga, jangan selalu mendahulukan kebahagiaan orang lain di atas kebahagiaanmu sendiri. Ayo makan ice cream kalau itu bisa buat kamu lebih bahagia!"
"Ayoo!!" seru Alsa.
Aku sangat merasa bersalah karena sebuah penolakan. Tetapi, aku juga belum bisa membalas perasaan Alsa. Aku mulai meneteskan air mata dan Alsa menyadarinya.
"Na, kamu kenapa?"
"Maaf untuk sebuah penolakan, Al."
"Masih memikirkan hal itu? Na, nggak apa-apa buat menolak sebuah hal yang belum bisa kamu terima. Nggak ada yang melarang kamu untuk melakukannya, karena kamu punya hak untuk menolak. Jangan merasa bersalah untuk sebuah penolakan. Penolakanmu karena sebuah alasan yang jelas, aku paham kok! Jangan terus dipikirkan ya, Na? Aku nggak mau kita jadi canggung," jawab Alsa.
"Terima kasih, Al, kamu baik banget. Semoga kamu dapet cewek yang sangat menghargai kamu dan sayang banget sama kamu."
Alsa's pov :
"Semoga seseorang yang kamu doakan itu adalah kamu sendiri, Na.
Pov end.
Kami berdua sampai di tempat tujuan, toko ice cream. Alsa terlihat sangat bahagia berdiri di depan toko tersebut seperti anak kecil. "Al, semoga kamu selalu bahagia dan dikelilingi oleh orang-orang yang sayang sama kamu," batinku.
"Al mau pesen ice cream rasa apa?" tanyaku.
"Kali ini aku pengen rasa strawberry, kamu mau rasa apa, Na?"
"Samain sama kamu aja, Al, aku juga lagi pengen rasa strawberry."
Alsa memesan dua ice cream rasa strawberry. Sebenarnya ini bukan toko melainkan ice cream truck. Pesanan kami akhirnya selesai, Aku dan Alsa menikmatinya di pinggir jalan. Menurutku ini romantis.
Alsa sangat menikmati ice cream-nya. Dia sangat bahagia sampai setiap sesuap ice cream yang masuk mulutnya dia selalu tersenyum.
"Kamu bahagia banget, Al, selalu bahagia, ya?"
"Ice cream-nya enak, Na!"
"Kamu belepotan, Al," ucapku sembari membersihkan ice cream yang menempel di pipi Alsa. "Maaf permisi Al," ucapku. Alsa terbujur kaku sembari terus menatap ke arahku.
"Na, coba dulu ya? Jangan langsung ditolak."
Kata-kata Rani tadi masih terngiang-ngiang di kepalaku. Apa kemarin Rani dan Alsa ketemuan di kafe untuk membahas ini? Apa yang dimaksud Rani adalah Alsa akan mengungkapkan perasaannya kepadaku?
Kesempatan memang tidak datang dua kali, mungkin Alsa berpikir seperti itu. Aku juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang Alsa berikan kepadaku. Aku akui dia sangat berani untuk mengungkapkan perasaan di saat aku tengah sakit hati karena penolakan dari Ganesh.
Aku memang belum bisa menjawab dan membalas perasaan Alsa. Aku menggunakan kata 'belum' karena hati ini bisa saja memilih Alsa sebagai akhir dari perjuangan cinta. Hati ini bisa dibolak-balik kan sesuai dengan takdir. Bisa jadi suatu saat nanti aku jatuh cinta kepada Alsa, bisa saja tidak. Karena ketidakpastian itu, aku menggunakan kata 'belum' untuk membalasnya.
"Al, aku boleh egois?"
"Kenapa, Na?"
"Aku tarik kata-kataku tadi, tolong bertahan lebih lama dan buat aku jatuh cinta denganmu."
"Na?"
"Tolong buat aku jatuh cinta denganmu, Al."
To be continued...
𓇢𓆸
Pemilik akun whoopschn mengucapkan banyak terima kasih untuk chensbae yang telah meluangkan waktu untuk membaca bagian ketiga ini.
Semoga pemilik akun ini bisa konsisten dalam menulis bab-bab selanjutnya. Selalu dukung whoopschn dengan vote dan comment, ya!
Warm regards,
Whoopschn🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
A Shoulder to Lean On [SEGERA TERBIT]
Teen FictionHidup ini memang berat, apalagi ketika memasuki fase jatuh cinta. Untungnya, Anala Naladhipa mempunyai seseorang yang siap menjadi sandaran baginya jika dia sedang tidak baik-baik saja. Namun, seperti yang orang lain katakan, tidak ada kata perteman...