Tau Salak Tulen

4 0 0
                                    

Kami memang bukan orang sempurna yang menuntut untuk diperlakukan istimewa. Kami berasal dari orang biasa, bahkan sebagian orang menganggap kami manusia paling jorok. Kami tidak punya apa-apa untuk dibanggakan dan membeli hati orang lain. Kami tetaplah kami, separuh jiwa yang bersandiwara menjadi manusia pada umumnya dan sebagian lagi diisi oleh dunia terlarang. Maka jangan pernah warisi kami untuk berbuat hal yang sama kepada kalian.

***

Berita dadakan itu diterima oleh kedua orang tua Isah. Isah terpaksa memberitahu kedua orang tuanya lantaran ia ingin mendengar pendapat mereka. Ayahnya Isah sudah dipastikan tidak akan ikut. Sedangkan Bu Markonah menyuruh Isah saja yang datang ke tempat acara. Dua kubu yang berbeda membuat Isah semakin bingung. 

Isah merenung lama di dalam kamar. Matanya tertuju pada hadiah pemberian Kasim. Jika memang tidak berjodoh, maka hadiah itu sebagai ucapan terima kasih dari Kasim, tapi Isah menganggap bahwa ucapan terima kasih sudah Isah terima berkali-kali dari mereka, bentuknya bermacam-macam mulai dari diundang makan-makan sampai dibelikan barang-barang seperti pakaian. Dan sekarang terbukti kalau Kasim memilih wanita lain, otomatis Isah harus mengembalikan hadiah itu kepada Kasim.

Isah juga tidak ingin menyimpannya lama-lama. Barang pemberian orang tersayang di masa lalu, akan menyiksa kita. Tersiksa oleh kenangan dan perasaan rindu. Terlebih lagi karakter Isah yang tidak bisa dengan mudah melupakan sesuatu.

“Ayah, Isah izin datang ke acara itu ya” ucap Isah dengan hati-hati.

“Terserah kamu” jawab Pak Solas singkat.

***

Suasana kampung Kasim sangat ramai, beberapa gamelan khas orang Sasak bertabuh tanpa henti. Belum lagi orang-orang datang-pergi silih berganti. Hari ini Isah tampak sangat anggun meski dipoles tipis oleh bedak tabur. Ditambah ia mengenakan gaun merah dipadukan dengan hijab panjang dengan warna serupa. Kulitnya yang putih langsat sangat cocok dengan pakaian itu.

Warga disana sangat mengenal Isah. Mereka tahu tentang rumor kedekatannya bersama Kasim pada masa silam.  Mereka menatap Isah dengan raut kasihan. Sepanjang perjalanan Isah hanya menunduk malu, pikirannya berperang, dia juga kasihan kepada dirinya. Padahal  dulu ia memasuki kampung itu dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Tidak disangka ia akan menginjak kampung itu dengan kepasrahan dan kesedihan untuk yang terakhir kalinya. 

Memasuki tempat pelaminan, Isah melihat Kasim dan istrinya sedang bersalaman dengan para tamu. Isah melihat Kasim yang duduk di sebelah kiri istrinya, ia terlihat lebih gagah menggunakan pakaian adat berwarna hitam dan lipatan sapuk di kepalanya. Istrinya juga tampak cantik dengan balutan hijab hitam dan konde di atasnya. Mereka keliatan berbahagia, tidak henti mengumbar senyum ke setiap tamu undangan.

Tertujulah mata Kasim pada Isah, begitupun Isah yang masih menatapnya dengan penuh arti, seperti hendak bercakap dari hati ke hati. Langkah demi langkah Isah coba untuk maju ke tempat mereka duduk. Kasim salah tingkah ketika Isah kian mendekat.

“Selamat ya, semoga pernikahan kalian sakinah mawadah warahmah” ucap Isah yang tepat berdiri di depan Kasim. Isah lalu mengambil kotak kecil dari dalam sakunya dan menyodorkan kotak itu kepada Kasim.

“Terima kasihmu sudah aku terima sejak dulu tanpa hadiah ini” tambah Isah lagi. Ia kemudian bergeser sedikit ke depan istrinya Kasim.

“Kamu termasuk orang yang beruntung sudah memilikinya” kata Isah sambil memeluk istri Kasim. Istrinya membalas Isah dengan senyuman bahagia.

Isah tidak setegar tampangnya, jauh dalam hatinya terasa sakit dan kecewa. Selama ini, Isah selalu berharap Kasim akan datang menemuinya, tapi kenyataannya ia mencari yang lain. Kekecewaan itu berbarengan dengan perasaan dikhianati oleh Kasim. Perlakuan Kasim ini tidak akan Isah lupakan. Pada suatu saat nanti, Kasim akan menanggung akibatnya. Luapan emosi Isah berkumpul menjadi dendam kesumat.

Tau SalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang