Perkara Darah Daging

2 0 0
                                    

Kami tidak pantas mengemis iba. Sudah semestinya kami akan menerima dua kutukan, diterima atau dibuang. Dua pilihan yang coba kami maklumi walaupun ada dendam yang harus dituntaskan. Itu hal mutlak yang harus mereka dapatkan. Minimal membuat mereka takut melalui peringatan atau kami menagih nyawa mereka satu persatu. Dunia itu realistis, jika ada yang melawan maka harus ada yang membayar.

***

Tibalah waktunya Udin membawa keluarganya untuk menyerahkan Isah ke orang tuanya. Mereka datang dengan banyak pertimbangan. Pasti ada perasaan kecewa dan marah pada pihak Isah, tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur bulat. 

“Semua ini berasal dari kesalahan saya, saya minta maaf. Sebagai bentuk ketulusan saya meminta maaf, ini ada sedikit hadiah untuk Isah. Semoga bisa memberikan manfaat” ucap Udin sambil menatap mata Isah. Ada rasa ngilu dalam hatinya ketika melepas Isah. Perlu digarisbawahi bahwa semuanya terpaksa dilakukan oleh Udin demi kebaikan bersama.

Perasaan Udin yang cukup tertekan ketika harus melayangkan cerai, sedangkan Isah malah sebaliknya. Tidak ada kesedihan yang dirasakan oleh Isah saat itu. Hanya saja ia merasa malu dan tidak terima dengan Udin dan keluarganya. Usia pernikahan mereka masih sangat muda dan Isah sudah dicap sebagai seorang janda. Semua warga pasti gempar dengan berita perceraian ini.

***

Sebagai pelarian, Isah pergi ke rumah Nek Risok. Ia ingin mempersiapkan diri untuk membalas dendam kepada Udin dan keluarganya. Mungkin butuh waktu supaya Isah bisa mengalahkan Ustadz dan antek-anteknya. Menjalani ritual berbulan-bulan, memakan puluhan mayat setiap ada kematian dan bersemedi di Segara Anak adalah cara-cara Isah menambah kesaktiannya.

Persiapan ekstrim yang sangat menguras tenaga Isah. Anehnya semakin kesini, tubuh Isah semakin lemas. Dia sering mual dan muntah tiba-tiba. Perut Isah juga semakin hari kian membesar. Mungkinkah dia sedang hamil? Atau itu semua terjadi karena reaksi tubuhnya yang memperdalam ajian?

“Nek, kenapa tubuh Isah semakin berat dan lemas? Bukankah seharusnya semakin ringan?” keluh Isah kepada Nek Risok.

“Maksud kamu?” 

“Iya, setelah melakukan perintah nenek semedi di tempat keramat, tidak tahu kenapa aku sering mual” cerita Isah.

“Kemungkinan ajiannya ingin menyatu dengan tubuhmu” kata Nek Risok.

“Perutku juga semakin membesar nek. Apakah aku sedang hamil?” tanya Isah sambil memperlihatkan perutnya kepada Nek Risok. Nek Risok mendekati cucunya itu dan membelai perutnya. Sesekali ditekan pelan untuk memastikan perkiraannya.

“Iya, kamu sedang mengandung. Itu anak siapa Isah?”

“Aku tidak pernah disentuh oleh lelaki lain, Nek”

“Apa kamu pernah berhubungan badan dengan mantan suamimu?” tanya Nek Risok dengan raut menyelidik.

“Iya nek, dua kali” jawab Isah.

“Pantesan gejalanya sudah mulai keluar”

Perasan Isah campur aduk saat mendengar dirinya memang benar sedang mengandung. Ia khawatir tidak akan mampu membesarkan anaknya dengan keadaan ekonominya saat ini. Tidak mungkin Isah menumpang terus di rumah nenek dan orang tuanya. Isah menyesal telah memberikan kehormatannya kepada laki-laki yang lebih memilih pendapat keluarganya. Sampai calon anaknya akan menanggung akibat keegoisan mereka.

“Kamu tinggal disini saja sampai kamu melahirkan nanti. Masalah makan dan minum, kamu kan sering bantu nenek bekerja. Jangan khawatirkan masa depan anakmu. Dia sudah punya rezeki kok. Yang terpenting sekarang, kamu fokus pada tujuan awalmu” nasihat Nek Risok kepada Isah.

Tau SalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang