Ajian demi ajian akan coba aku tempuh walaupun harus mempertaruhkan nyawa sekalipun. Tidak ada yang bisa menghentikan tekadku kecuali kematian. Rasa sakit hati yang terus menumpuk mampu menutup mata hatiku yang lembut. Semakin aku menunduk, mereka semakin menginjak. Teriakanku seperti orang bisu, tangisanku seakan membuat mereka puas, lantas adilkah jika aku terus membiarkan mereka berkuasa?
***
Selama merantau menuntut ilmu kepada Ki Polak, Isah merasa biasa saja menjalankan peran menjadi pembantu. Awalnya ia berfikir bahwa seorang murid harusnya begitu, tunduk dan patuh kepada gurunya. Awalnya juga Ki Polak memperhatikan ketekunan Isah, lama-lama dia mulai suka dengan Isah. Timbul niat lain dalam benak Ki Polak. Ki Polak ingin menjadikan Isah sebagai istrinya bagaimanapun caranya karena sudah lama ia merasakan hidup sebagai duda.
Akhirnya karena cinta buta Ki Polak terhadap Isah, ia memasang guna-guna kepada Isah. Isah yang tidak tau akan hal itu, akhirnya mampu dibuatnya mabuk kepayang. Alih-alih mendapatkan ajian, Isah malah dijadikan sebagai istri oleh Ki Polak. Karena tidak sadar Isah menikah dengan Ki Polak, ia tidak mengubungi ayahnya untuk menjadi wali nikah. Ki Polak juga bodoh amat dengan hal itu. Pernikahan menurut Ki Polak adalah bersatunya dua manusia yang mau menjalani kehidupan bersama.
Satu bulan mereka hidup sebagai sepasang suami istri menurut versi mereka. Perlu diketahui bahwa Ki Polak juga seorang Tau Salak. Mereka sering mencari mangsa bersama-sama. Isah yang lupa dengan tujuan awalnya untuk balas dendm akhirnya menikmati sisa hidupnya dengan Ki Polak. Dia sudah tidak ada hasrat lagi membalas dendam seperti dulu lagi.
“Isah, kamu bahagia hidup denganku?” tanya Ki Polak.
“Tentu. Tidak ada yang aku khawatirkan. Secara ekonomi aku sangat terpenuhi, apalagi masalah batin” jawab Isah.
“Syukurlah. Umurku tidak akan panjang”
“Maksudnya ki?”
“Kamu tinggallah di sini. Ini semua akan menjadi milikmu” ujar Ki Polak.
“Tidak mungkin aku tinggal sendirian disini tanpa Aki”
“Aku akan menurunkan ajianku kepadamu nanti malam” kata Ki Polak.
“Aku sudah tidak butuh itu” jawab Isah.
“Kamu harus mendapatkan ajian itu untuk melindungi dirimu” perintah Ki Polak.
“Haruskah?” tanya Isah.
“Setidaknya dengan ajian itu, aku bisa melindungi mu dari ancaman dunia hitam” ucap Ki Polak. “Besok, kamu siapkan semuanya” tambah Ki Polak.
“Baik. Terima kasih banyak ki”
Keesokan harinya Isah menyiapkan beberapa persembahan seperti kemenyan, ayam kampung panggang, bunga tujuh rupa dan beberapa sesajen lain. Isah juga tidak lupa menyiapkan diri dengan mandi pagi buta di telaga yang sengaja dibuat oleh Ki Polak. Semua persiapan sudah selesai dan Ki Polak duduk di dekat sesajen, sedangkan Isah duduk di samping Ki Polak.
Isah melihat Ki Polak yang membacakan mantera demi mantera. Semua terlihat biasa saja, sampai suatu ketika tiba-tiba datang angin dan cahaya dari tubuh Ki Polak yang menyilaukan mata Isah. Isah kemudian menepi karena takut terpental oleh angin kencang itu.
“Mari, Isah” perintah Ki Polak. Isah yang dari tadi berada di pojok ruangan mendekat kepada Ki Polak lagi dengan hati-hati.
“Bersiap-siaplah. Duduk bersila Isah dan menghadap ke sesajen” tambah Ki Polak lagi. Isah hanya menuruti perintah suaminya itu.
Ki Polak yang telah menyiapkan ajian-ajiannya segera ia keluarkan satu persatu dan memberikannya kepada Isah lewat kepalanya. Isah merinding, tapi sudah terbiasa dengan rasa sakit karena diberikan kekuatan. Isah sudah mengalaminya beberapa kali. Seluruh tubuh Isah kini kembali ringan seperti beberapa tahun silam. Mungkin karena ajian sakti yang telah diperolehnya dari Ki Polak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tau Salak
HorrorSetiap daerah pasti memiliki kearifan lokal masing-masing dan kepercayaan terhadap mitos. Begitu juga dengan daerah Lombok, salah satu pulau yang dijuluki Seribu Masjid. Pulau destinasi wisata yang indah nan cantik. Akan tetapi, dibalik itu semua ad...