Bab 3-Gangguan

8.1K 723 44
                                    

Kami berempat, aku, Lily, serta ayah dan ibuku sedang makan malam. Ibuku tidak pernah berhenti memandangiku dan Lily bergantian, walau tangannya sibuk menyendok makanan didepannya. Makan malam kali ini bisa dibilang cukup mewah dan menunya juga lebih banyak dari biasanya, aku jadi mulai merasa aneh. Entahlah, mungkin mereka benar-benar senang akhirnya kami berdua kembali lagi kerumah ini atau karena alasan lainnya yang belum terpikirkan olehku.

Dari gerak-gerik ibuku, aku tahu ada sesuatu yang ingin dia bicarakan saat ini. Jika yang ingin dikatakannya adalah sesuatu yang bagus, dia tidak akan menundanya. Jadi aku bisa menebak, apapun yang akan dia katakan, kemungkinan besar aku membencinya.

"Berhubung kalian sudah pulang kerumah, kebetulan sekali..." Kata ibuku yang akhirnya bicara. "Kalian bisa ikut ke pesta bersama kami besok, hanya kumpul-kumpul kolega."

Aku menjatuhkan sendok garpu ke atas piring, suara dentingannya membuat semua mata memandangku. Sudah kuduga ibuku akan mengatakan hal buruk, tapi tidak kuduga akan seburuk ini.

"Kalian tahu aku benci hal semacam itu." Kataku, berusaha menekan amarahku.

"Hanya pesta kecil Em, kami ingin mengenalkan kalian pada sahabat ibu dan ayah." Bujuk ibuku.

"Lupakan saja Bu, aku tidak akan ikut." Kataku, mengambil kembali sendok dan garpu yang tadi kujatuhkan.

"Ayah tidak perduli kau suka atau tidak, kalian akan tetap ikut." Bentak ayahku.

Aku kaget bukan main mendengar suara ayahku yang menggelegar, matanya melotot kearahku dan wajahnya memerah. Sekujur tubuhku terasa dingin tapi perutku seperti terbakar, kurasakan kekuatanku mendidih didalam tubuhku dan siap kukeluarkan kapan saja.

Tapi Lily menepuk pundakku pelan, kulihat dia hanya menggeleng pelan padaku. Aku sadar aku hampir hilang kendali saat ini juga di depan kedua orangtuaku.Kutarik napas dalam dan menenangkan diriku.

"Kami akan ikut." Suara Lily yang lembut sanggup meredakan amarah ayahku, walau hanya sedikit.

Ayah kembali melanjutkan makan malamnya, dan tubuhku langsung melemas di kursiku saat itu juga. Cepat-cepat kuselesaikan makan malamku, mengunyahnya sebentar dan langsung menelannya. "Aku selesai." Kataku, hampir berlari menuju kamarku.

Aku meringkuk dilantai kamarku yang dingin, memeluk lututku dan masih kesal memikirkan pesta besok. Pesta berarti gaun dan dandanan cantik, aku benci keduanya. Semakin kupikirkan semakin aku kesal, kutendang-tendang lantai dengan tumit kakiku.

"Masih kesal?" Tanya Lily, menutup pintu kamarku.

"Kenapa kau setuju begitu saja?" suaraku meninggi satu oktaf.

Lily duduk bersila dilantai bersebelahan denganku, "Aku tidak ingin kau mendapat masalah dengan Ayah."

"Sepertinya aku tidak perduli, ayah menyebalkan sekali."

"Ayolah Em, bersikaplah dewasa kali ini saja."

Aku memandangnya tidak percaya dengan apa yang baru kudengar keluar dari mulut Lily. "Menurutmu aku tidak dewasa?"

"Kau memang sudah dewasa, hanya saja pemikiranmu kurang sedikit dewasa." Lily menatapku. "Sekali saja, lepaskan egomu."

Tanpa sadar tanganku terkepal begitu erat, sampai darahku rasanya tidak bisa mengalir dengan bebas. Aku benar-benar ingin menangis karena dia tidak tahu seberapa banyak yang sudah aku lepaskan hanya untuknya.

Aku memaksakan tawaku. "Kau benar, maafkan aku."

Lily tersenyum. "Sudah punya gaun? Kata Ibu acaranya sangat formal."

[TD-2] Destiny Blood (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang