Rasanya aku ingin mengubur diriku kedalam kubangan paling dalam, kotor dan bau saat ini juga. Aku merasa pembatalan Ivan tadi bukan karena alasan yang diberikannya, tapi karena hal lain. Saat dia langsung menyetujui ajakkanku, aku memang tidak percaya. Ivan tidak mungkin mau pergi denganku, dan kuyakin tidak akan ada yang mau.
Lily tidak bicara lagi atau aku yang memberikan isyarat agar tidak berbicara padaku. Kuterus berkubang dalam kesedihan dan juga kejengkelan pada diriku sendiri. Kedatangan Andrew tidak membuat suasana hatiku membaik, walau wajah tampannya setidaknya cukup enak dilihat.
Andrew tersenyum padaku ketika mata kami bertemu, tapi bibirku kaku bahkan hanya untuk membentuk senyuman kecil padanya. Tidak ada keinginan sama sekali saat ini untuk bersikap ramah taman, bahkan pada orang yang sudah mau repot menyembuhkanku tanpa dibayar sepeserpun.
Andrew seperti biasa, mendengar keluhan Lily tentang tubuhnya dengan seksama. Matanya focus, kepalanya dianggukkan sesekali menanggapi Lily. Saat tangan-tangannya yang kelihatan lembut itu mulai membelai anggota tubuh yang menurut Lily terasa sakit, sinar hijau kebiruan mulai muncul dari bawah telapak tangannya.
Lily kelihatan menggerang pelan dan perlahan mulai tenang kembali. Andrew kelihatan sangat professional dalam hal ini, tidak ada senyuman atau hal lainnya yang menunjukan bahwa dia tidak menanggapi hal ini secara serius. Begitu pengobatannya selesai, barulah dia memberikan senyuman.
"Kau akan lebih baik mulai sekarang." Kata Andrew pada Lily.
"Terimakasih banyak Andrew." Kata Lily, terdengar begitu tulus.
Dan sekarang Andrew beralih dari Lily kepadaku. "Bagaimana denganmu Emily, ada yang kau rasakan?" kami berpandangan beberapa menit sebelum Andrew akhirnya melanjutkan. "Ada rasa sakit yang kau rasakan?"
"Rasa sakit? Ada, banyak sekali." Kataku, memandangnya dalam-dalam berusaha menyampaikan apa isi dari pesan tersembunyi dari kalimatku. "Kali ini kau tidak perlu mengobatiku, kau tidak akan bisa menyembuhkannya." Kataku, mengalihkan wajahku darinya.
Andrew yang mengerti langsung bangkit dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, dari ekor mataku kulihat dia pergi ke taman belakang. Aku sedikit terkejut melihat kearah mana dia melangkah, dia akan menemui Aldo disana. Dan setahuku, Aldo masih tetap tidak suka dengan Andrew walaupun sudah banyak kebaikan yang Andrew berikan pada kelompok ini. Sampai saat ini, aku tidak mengetahui apa penyebab rasa benci diantara mereka.
Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari pintu kaca yang jadi pembatas rumah ini dengan taman belakang, tapi ketika Aldo melangkah melewati pintu itu, aku gelagapan untuk mengalihkan pandanganku.
"Ayo kita pergi sekarang." Kata Aldo pada Lily, suaranya yang khas itu membuat tubuhku menegang.
"Baiklah." Lily bangun dari sofa, menarik lenganku untuk ikut berdiri juga. "Kau mau ikut berbelanja dengan kami?" tanyanya.
Aku menggeleng kuat-kuat. "Tidak terimakasih, aku benci belanja." Kataku, terutama bersama kalian.
"Baiklah, aku berjanji akan mencarikanmu gaun terindah." Kata Lily bersemangat.
Saat kami hendak pergi, Simon muncul. Aku memelototinya dengan garang, "Cari setelan yang bagus, awas kalau tidak." Desisku setengah berbisik, aku tahu dia bisa mendengarku walau jarak kami cukup jauh.
Simon hanya memberikan anggukan kepala yang banyak, seakan takut dengan ancamanku.
Begitu Aldo dan Lily mengantarku pulang kerumah, aku hanya bisa menunggu di kamarku sendirian. Sebenarnya aku menebak-nebak dalam pikiranku, gaun seperti apa yang akan dia pilihkan untukku. Aku sedikit takut dia akan membelikan gaun yang bentuknya aneh, atau yang akan membuatku tampak jelek. Kupikir aku menjadi terlalu berpikiran buruk padanya, dia tidak akan melakukan itu karena dia kakakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TD-2] Destiny Blood (Sudah Terbit)
Paranormal[Beberapa part di private!] Apa yang harus dilakukan Emily jika ia dihadapkan pada satu kenyataan yang akan menghancurkan dirinya? Ketika dia harus melakukan sesuatu yang dianggapnya mulia. Takdirnya. Apa yang harus dilakukan Aldo saat dia tahu wani...