Aku membeku di tempatku berdiri, memandang ngeri pemandangan yang tersaji dihadapanku. Jeritan Melva membuat otakku berhenti bekerja, kakiku mulai gemetaran. Lima pria dengan pakaian serba hitam dan tatapan mengintimidasi, berdiri tegap seperti membentuk sebuah formasi. Beberapa diantara mereka menggenggam sebuah pedang yang kelihatannya bukan main-main sambil tersenyum mengejek, sisanya menggenggam pistol besar.
"Em!" Melva terus saja memanggilku dari balik sofa. Hanya Melva yang bersembunyi, sisanya berdiri bergerombol dibelakang Andrew. Para cewek kelihatan sangat ketakutan, ironis kalau kenyataannya kekuatan mereka semua luar biasa.
Menyadari bahwa situasi disini sedang berbahaya, seharusnya aku berlari, kabur, menjerit-jerit minta tolong atau menangis. Tapi yang aku lakukan malah berjalan mendekati Andrew dan berdiri di sampingnya, sebuah keputusan bodoh dariku.
Kuperhatikan mereka secara seksama, dari atas sampai bawah untuk mengingat rupa mereka. Yang berdiri paling pinggir bertubuh kecil dan pendek, dia yang paling kecil dibanding yang lainnya. Wajahnya polos dan model rambutnya seperti anak rumahan, kelewat rapih untuk seseorang yang membawa pedang.
Kedua dari kiri bertubuh gempal namun tinggi, sepertinya dia yang paling malas berolahraga jika dibanding yang lain. Wajahnya bulat dengan kulit putih bersi, tapi matanya terlihat seperti orang yang baru bangun tidur.
Yang berdiri ditengah, yang paling tampan diantara yang lainnya. Tubuhnya berisi, kulitnya putih bersih, rambutnya sedikit gondorong. Tulang hidungnya sempurna dengan kumis tipis mengihiasi wajahnya, bibirnya penuh sehingga terlihat seksi. Dia berdiri paling angkuh di tengah, kuyakin dia adalah ketuanya.
Pria keempat dari kiri, tubuhnya jangkung. Dia yang paling kurus diatara yang lainnya, walau begitu dia terlihat masih memiliki masa otot. Wajahnya manis dengan kulitnya yang berwarna coklat, secara keseluruhan aku menyukai pria satu ini.
Dan yang terakhir, berdiri paling kanan. Wajahnya bulat dengan bibir bawah lebih tebal dibanding bibir atas, matanya kecil dengan rambut hitam dan tebal. Wajahnya cukup bersih, walau ada jenggot tipis di dagunya. Menurutku jenggotnya kelihatan aneh, terlihat setengah-setengah dan seperti kambing.
Satu diantara mereka yang tubuhnya kelebihan lemak, melihat kearahku. Dia memiringkan kepalanya ke ke kanan dan menaikan sebelah alisnya. Setelahnya dia berbisik ke pria yang berdiri di tengah, membuatnya menaikan kedua alisnya terkejut. Pria yang berdiri di tengah akhirnya membuka pembicaraan, "Suatu keberuntungan luar biasa," katanya dengan suara yang berat, dia tersenyum dengan bibirnya yang kemerahan.
Andrew langsung menggenggam tanganku dengan erat, "Jangan pernah berpikir ke arah sana," Kata Andrew.
Jelas sekali pria-pria tampan sekaligus menyeramkan ini datang untuk melakukan sesuatu yang tidak baik pada kami semua yang ada di ruangan ini. Sebenarnya aku sangat ketakutan saat ini, tapi aku tidak bisa meninggalkan Andrew dan lainnya bertarung sendirian. Walau sebenarnya aku sama sekali tidak ingin ada pertarungan, karena kami benar-benar tidak siap.
"Kenapa? Dia pacarmu?" Tanya pria tampan yang berdiri di tengah-tengah.
"Alex, bawa teman-temanmu pergi. Kau tidak bisa melakukan ini, kami tidak merugikan siapapun," kata Andrew, tidak menjawab pertanyaan yang diberikan oleh orang yang bernama Alex.
Alex tertawa merendahkan, sepertinya dia adalah pemimpinnya. "Kalian makhluk rendahan, tidak pantas menginjakan kaki di dunia ini."
"Arzhi, Chio, sampai kapan kalian berada di pihak mereka? Kalian senang melihat bangsa kalian diperlakukan seperti itu, di berantas seperti kucing jalanan?" Tanya Andrew.
Dua orang yang mengapit Alex tersentak saat namanya disebut, salah satunya yang tadi membisikkan sesuatu pada Alex. Aku tidak tahu yang mana Arzhi dan yang mana Chio, tapi aku tahu mereka berdua juga Demi Demon. Dan dari perkataan Alex, aku sangat yakin dia dan dua orang sisanya bukan Demi Demon.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TD-2] Destiny Blood (Sudah Terbit)
Paranormal[Beberapa part di private!] Apa yang harus dilakukan Emily jika ia dihadapkan pada satu kenyataan yang akan menghancurkan dirinya? Ketika dia harus melakukan sesuatu yang dianggapnya mulia. Takdirnya. Apa yang harus dilakukan Aldo saat dia tahu wani...