Bab 10-Lepas Kendali

7.3K 650 153
                                    

Anton menemaniku diluar 'sarang', menunggu Aldo datang menjemputku. Tumpukan-tumpukan balok kayu usang menjadi tempat duduk kami, udara diluar juga sedang tidak bersahabat, sangat dingin. Selain itu, tubuh mati Anton juga menguarkan udara dingin. Pakaian yang dia kenakan ternoda oleh bercak-bercak darah, membuatnya kelihatan seperti tukang jagal. Aroma napasnya bau darah yang begitu kuat, membuatku sedikit mual dan kembali memucat.

"Kau masih terlihat pucat, mau makan sesuatu? Aku bisa mencarikannya." Anton dengan baik hati menawariku, tapi kata 'makan' justru membuatku semakin mual.

Aku menggeleng lemah, "Tidak usah, terimakasih."

"Emily," panggil Anton. "Boleh aku bertanya sesuatu?" tanyanya.

"Tentu."

"Kau takut denganku?"

Aku menoleh kesamping untuk melihat wajahnya, dia menunggu dan ekspresinya berharap sesuatu yang baik akan keluar dari mulutku. "Sedikit." Jawabku, Anton terlihat agak kecewa. "Tapi hanya saat kau sedang makan, selebihnya tidak. Kau memang sempat ingin membunuhku beberapa jam yang lalu, tapi itu tidak masalah. Kau terlihat jinak, mungkin kau vampir terjinak yang pernah kutemui."

Anton tersenyum, "Memang sudah berapa vampir yang kau temui sebelumnya."

Aku terkekeh, "Nol."

Anton tertawa, tawanya menggelegar memenuhi kesunyian malam. "Ini pertama kalinya aku mengobrol dengan santai bersama manusia." Katanya.

"Sungguh?" tanyaku tidak percaya.

Anton mengangguk yakin. "Aku sudah membeku sejak sebelum Indonesia merdeka, delapan puluh tahun yang lalu."

"Selama itukah?"

"Aku ini pria tua." Dia meledek dirinya sendiri.

"Agak menjijikan." Kataku, dengan nada bercanda. "Sebenarnya aku ini penggemar vampir."

"Sungguh?"

Aku mengangguk, "Mereka makhluk mitos kesukaanku."

"Well, terimakasih kalau begitu."

"Jadi, apakah semua rumor tentang vampir itu benar?" tanyaku penasaran.

"Tidak semuanya. Kami tidak mati jika terkena sinar matahari," ekspresi diwajahku membuatnya buru-buru melanjutkan, "juga tidak berkilauan seperti Edward Cullen. Sinar matahari hanya melemahkan kami, tidak bisa menggunakan kekuatan secara penuh."

"Kekuatan?"

"Kau sudah tahu tentang kekuatan menghipnotis itu, selain itu kami juga cukup kuat. Kami jauh lebih kuat dari manusia, kami berlari lebih cepat, kulit dan tulang kami juga lebih kuat, ditambah indra kami yang lebih tajam. Pada umumnya kami ini pemangsa buas, tubuh kami dirancang untuk berburu." Jelas Anton lebih lebar.

"Seberapa cepat kalian berlari dan seberapa kuat kalian?"

"Jangan salah menafsirkan, kami tidak secepat dan sekuat yang diceritakan Stephenie." Dia memandangiku, menungguku mengeluarkan pertanyaan lagi.

"Kau tidur?"

"Kami sudah mati Em, jantungku tidak berdetak dan paru-paruku sudah tidak berfungsi lagi. Menurutmu aku masih perlu tidur?"

Aku menggeleng. "Bagaimana soal makan? Apakah kau harus minum darah manusia?"

"Hal itu tidak terelakan. Seperti saat terkena sinar matahari, itu melemahkan kami."

"Tapi itu membunuh."

Anton mencibirkan bibirnya, "Tidak ada jalan keluar lain untuk masalah ini Em, kami tidak punya pilihan. Bukan hanya kau yang berpikir hal ini sangat mengerikan, tapi kami semua. Kau tidak tahu bagaimana rasanya memandang mata korbanmu sebelum kau membunuhnya, merasakan ketakutan yang tidak bisa dilepaskannya saat menyadari dia akan mati. Tapi kami butuh darah."

[TD-2] Destiny Blood (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang