Setidaknya untuk hari ini Jaemin ingin nikmati hari.
Tanpa dihubungi sekretaris, tanpa dikirimi email, dan tanpa segala macam bentuk yang bermuara pada satu kata. Pekerjaan.
Dia perlu dan harus mengurai segala lelah dan emosi negatifnya.
Hobi terdengar menyenangkan.
Memanah jadi pilihan.
Maka di sinilah Jaemin berada.
Pada jarak sejauh 60 meter, Jaemin berdiri satu garis lurus menghadap target sasaran.
Tangannya mulai kembali mengangkat naik busurnya, senar busur ditarik bersama anak panah yang buntutnya di tempelkan pada pipi guna menahan getaran tangan yang ditimbulkan. Supaya tidak goyang, supaya melesat tepat sasaran.
Matanya sedikit menyipit, Jaemin membidik target sejauh 60 meter dari jaraknya berdiri.
Lantas,
Anak panah dilepas dengan penuh keyakinan. Kenai sasaran yang ditujukan.
Haechan di sana. Menutup mata kuat-kuat dengan napas yang tertahan tepat sebelum anak panah terbang ke arahnya.
Di depan papan concentric points, Haechan berdiri di sana. Gemetar, pikirannya selalu jatuh pada peristiwa buruk yang membayangi. Bagaimana jika anak panah itu tertancap pada salah satu tubuhnya? Dalam genting, dia hanya bisa berdoa agar Tuhan memberinya keselamatan.
Haechan tidak mungkin menawarkan diri pada keadaan berbahaya semacam ini jika bukan karena ide gila Jaemin yang meski sampai panah ke 3 sudah di lepas, dia tidak terluka sama sekali.
Tapi tidak dengan anak panah ke empat yang baru saja dilayangkan.
Sedikitnya meleset kenai daun telinga Haechan.
Bulir keringatnya jatuh dari pelipis, dia merutuki Jaemin dengan segala kegilaannya dalam hati. Rasanya dia diperdayai kebaikan Jaemin malam tadi. Buktinya siang ini pria itu menjadikannya objek dalam melatih fokus memanahnya.
"Jangan banyak gerak, Haechan. Kamu bisa luka." Tegur Jaemin tenang, tapi nyatanya Haechan sudah terluka, dan luka sayat anak panah pada telinga Haechan adalah disebabkan olehnya. Mungkin dari kejauhan tidak terlihat sebelum butir cairan darah jatuh pada kaos putih yang Haechan kenakan. Atau memang Jaemin yang tak mempedulikan.
Pada anak panah kelima yang di lepas, lagi, menyayat bagian wajah sang wira. Kali ini di pipi kanan. Lukanya sedikit sekali, tapi tidak ada yang lebih baik meski hanya pakai kata sedikit.
Maka Jaemin berhenti.
Ia lepas busur panah hingga jatuh tergeletak sembarang ke lantai untuk segera hampiri Haechan yang menahan tangis.
Ibu jarinya Jaemin bawa naik menghapus darah yang keluar dari pipi si manis, "Nggak apa, cuma luka sedikit. Kamu turun aja terus obatin lukanya." Ucapannya itu terdengar manis sekali. Seolah goresan di pipi Haechan bukan ulah tangannya.
Tanpa perintah kedua kali, Haechan segera pergi dari sana. Lukanya memang hanya sedikit perih, tapi siapa yang mau menjadi objek panah?
Dengan gemetar yang masih ada, Haechan ambil langkah lebar-lebar. Bangunan tempat Jaemin memanah berada di lantai 3 rumah omong-omong.
"Sialan Na Jaemin!" Gerutunya lirih. Usap kasar luka di pipi. Kalaupun tadi dia utarakan protes menolak perintah Jaemin juga pasti tidak akan membuahkan hasil. Ini Jaemin, kalau Haechan menolak keras, urusannya tidak akan lebih baik dari gores anak panah yang mengenai pipinya. Nasib baik Jaemin membebaskannya setelah 5 anak panah menancap di papan target. Kalau lebih dari itu, dipastikan Haechan tidak selamat dari serangan jantung mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)
FanfictionAnd he became the obsessed one. bxb