Ada harga yang harus dibayar

876 127 94
                                    

Pagi menyapa. Mentari mulai bergulir naik kembali pada singgasana.

Untuk pertama kalinya mereka berbagi ranjang. Berada dalam selimut yang sama, saling memeluk sepanjang malam. Tepatnya Jaemin yang enggan melepas Haechan meski dalam tidurnya.

Haechan, si manis itu terjaga lebih awal. Maniknya disambut figur Jaemin yang masih nyaman dalam lelap.

Sosok yang di pertemuan pertama setelah kecelakaannya tampak tak bersahabat, sekarang justru beri pelukan hangat meski dalam keadaan tak sadar. 

Lengan kekar yang jadi alasan goresan luka pada beberapa bagian tubuhnya, sekarang melingkar di pinggangnya tak mau lepas.

Na Jaemin. Si tunggal yang ketampanannya berhasil mencuri hati. 

He fell first.

Meski Haechan luka berkali-kali, dia tak berniat tinggalkan Jaemin apapun yang terjadi. 

They belong to each other. Itu yang Haechan percayai sejak dia tetapkan cintanya jatuh pada sosok itu.

Sempurna. Sosok di hadapannya itu sempurna di mata Lee Haechan. 

Jemari lentik milik si Gemini bergerak naik, mulai meraba petakan kulit putih wajah Jaemin melalui ujung jari telunjuknya. Dia sentuh lembut sekali, tak mau jadi pengganggu tidur sang Leo.

Dari antara kedua alis, turun sampai pucuk hidung.

Tapi memang, kulit manusia itu sensitif. Jaemin reflek bergerak sebab terusik, namun masih enggan membuka kelopaknya —wajahnya hanya berkerut. Haechan otomatis jauhkan jari telunjuknya dari wajah Jaemin.

Berakhir hanya terus dia tatap wajah itu tanpa gerak tambahan lain, lengkungan di sudut bibirnya entah sudah berapa lama bertengger di sana —mungkin sejak tadi ketika matanya dibuka dan dapati Jaemin memeluknya.

"Masih belum puas pandangin saya?" Jaemin berucap pelan, serak pada suaranya khas seorang bangun tidur.

"E-huh?" Haechan yang kaget dan gelagapan; malu tertangkap basah pandangi si tampan, undang kekehan dari Jaemin. Pria itu menarik Haechan supaya masuk lebih dalam pada peluknya. 

Haechan usak wajahnya pada dada bidang Jaemin. "Bangun, Jaem, saya harus buat sarapan sekarang." Suaranya redam dalam dekap.

"Sepuluh menit lagi." Balas Jaemin malas, enggan memulai pagi yang begitu cepat datang.

Begitu, Haechan mengangguk setuju. Memejam rasai elus di punggung dari telapak lebar sosok yang lebih tua.

Tidak pernah Jaemin sangka kalau mendekap Haechan berakhir jadi salah satu favoritnya. Bersama Haechan dalam peluknya, ada damai yang dia dapatkan. Semacam, perasaan tenang ketika sosok yang dikasihi berada dalam jarak perlindungan, atau ketika nikmati hujan dan udara berubah sejuk ditemani segelas kopi hangat. Menenangkan. Jaemin suka aroma petrikor bercampur wangi kopi yang menguap bersama panas asapnya. Namun kesukaannya itu bertemu penghujung jalan. Nyatanya, semua berganti sejak Lee Haechan berhasil menggema dalam kepalanya. Percampuran kopi dan petrikor sekarang diganti wangi tubuh si manis Lee Haechan. Adiksi.

Ternyata, tidur sepanjang malam kemudian temukan sosok manis dalam rengkuh lengannya bisa menambah dopamin sehingga dia jadi lebih bersemangat; untuk jalani hari bersama Haechan, bukan untuk bekerja.

Untuk pertama kalinya setelah 13 tahun silam. Dia, Na Jaemin, saat kelopaknya terbuka, teriring senyum di wajah. Tentu, sebab Haechan dalam rengkuh lengannya.

Kalau saja Haechan tahu, Jaemin selalu menatap wajahnya pada setiap kesempatan. Kemudian kegemarannya?

Ketika Haechan pasangkan dasi dan rapikan kemeja. Sebab hanya ketika itu wajah mereka berada dalam jarak paling dekat; setelah Jaemin tidak lagi berani kecup birai milik si Gemini karena perasaan aneh mulai menyelimuti.

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang