An accident

4K 215 10
                                    

Alunan musik dari penyanyi favorit tak pernah ketinggalan diputar dengan volume sedang, tak lupa senandung ikuti irama lagu terdengar samar mengiringi laju kendaraan dengan suasana siang hari yang tak begitu cerah. Mendung, tapi hujan masih malas untuk turun. Meski begitu, tak sedikitpun kurangi rasa riang di hatinya untuk kemudikan mobil baru yang diberikan sang ayah sebagai hadiah.

Jalan rayanya belum sepenuhnya selesai dikerjakan, dan orang-orang masih lebih nyaman lewati jalanan lama karena lebih cepat sampai tujuan—ditambah sekarang masih jam kerja, membuat pengendara yang lewat lebih leluasa. Di sini lebih nyaman, kendaraan tak banyak yang lalu lalang—atau mungkin, hampir tak ada. Begitu, jadi alasan lokasi itu dipilihnya untuk menguji kendaraan barunya. Entah untuk apa tujuan dibuatnya jalan raya itu, Haechan tak tahu dan tak peduli.

Lolos jadi mahasiswa S2 di salah satu kampus terkenal dunia, jadi dasar dirinya kendarai mobil itu. Memang, ini bukan kendaraan roda empat pertamanya, tapi bahagianya luar biasa membuncah sebab mobil itu sudah masuk dalam wish list-nya sejak enam bulan lalu yang baru bisa dia dapatkan kemarin sore.

Setiap detik yang dilewati patutnya harus dinikmati, maka, kaca jendela Haechan turunkan, rasai angin yang menerpa kulitnya dengan udara yang masih segar. Belum ada bangunan apapun, hanya jalanan baru. Benar-benar hanya jalanan baru yang masih penuh pepohonan di sekitar area yang di lewati. Memang tak salah dia pilih tempat ini untuk sekedar santai kendarai mobilnya.

Ah, lantas sesuatu menyapa pikirannya di tengah fokus menyetir mobil.

Kalau dipikir, sejak kecil dirinya tak pernah rasakan apa yang namanya kesusahan. Orang tua yang selalu miliki waktu untuknya dan penuh kasih sayang, dia punya. Kekayaan, jelas punya sampai pada cicit ke-tujuh kelak. Cerdas, hasil tes kecerdasannya bahkan mencapai 150. Dia juga manis dengan kulit sewarna madu, dia cantik sudah tentu. Orang-orang suka padanya, suka di dekatnya.

See? Dengan semua yang dia punya, Haechan bisa dapatkan semua yang dia inginkan. Sejak kecil sudah begitu, dia tak pernah rasakan sedih sebab sesuatu yang kurang dalam diri dan sekitarnya. Orang tuanya juga selalu berikan semua yang dia minta selama tak berlebihan, dan memang dia tak pernah minta sesuatu yang berlebihan.

Meski begitu, dia tidak tumbuh jadi anak keras kepala atau yang semacamnya. Sudah dibilang, semua orang suka padanya—dalam arti platonik. Dia tumbuh jadi anak yang baik. Tak pernah marah, senyumnya selalu terukir sempurna. Pun dia selalu bisa buat suasana canggung jadi penuh kenyamanan, bisa buat tegang pada setiap pertemuan keluarga besar jadi hal menyenangkan.

Dia juga senang berusaha. Lihat saja, mobilnya itu didapatkan setelah usahanya belajar lumayan keras agar bisa lolos masuk universitas terkenal dunia. IQ tinggi itu juga perlu diasah, pun untuk mempertahakannya sudah tentu butuh usaha walau tak sebesar saat belajar pertama. Pun orang tuanya selalu sediakan kebutuhannya untuk dukung kemampuan sang anak, dan Haechan berusaha maksimalkan apa yang dia punya.

Drrt/

Dering di ponselnya jadi penanda seseorang menelepon, berhasil buyarkan pikiranya perihal semua hak istimewa yang dia dapatkan cuma-cuma dari Tuhan. Juga jadi alasan Haechan lebih perlambat laju kendaraan dengan suara ponsel yang dinaikkan cukup keras.

"Halo, Ma. Kenapa?"

"...."

"Lagi di jalan baru nih, Ma. Lagi test drive ala-ala. Hehe."

"...."

"Oke, Ma. Ini aku pulang sekarang.  Aku matiin teleponnya, ya. Bye."

Sudah begitu, sambungan telepon diputus kemudian. Mobilnya diputar balik, Haechan harus pulang ke rumah untuk temani sang mama belanja keperluan rumah.

Dia masih sesekali tersenyum dengan lagu yang masih terus terputar—kali ini dia ikut nyanyikan setiap lirik lagu dengan lirih.

Namun....,

Dari semua pikiran tiada kesusahan satu apapun itu sepertinya harus berakhir di jalan ini.

Di depan sana dari arah berlawanan, mobil melaju ugal-ugalan.

Panik, deru napasnya memburu, Haechan berusaha ambil sisi jalan paling pinggir untuk selamatkan diri.

Tapi sialnya, mobil itu memang sengaja jadi malapetaka untuknya.

Kendaraan itu.

Memang sengaja melaju ke arahnya.

Setiap waktu yang habis membawa mobil itu lebih dekat, napasnya ikut terasa semakin sedikit. Pasokan udara di sekitarnya enggan masuk dalam rongga hidungnya—atau mungkin tubuhnya yang tak mampu terima udara itu masuk dengan maksimal. Napasnya benar-benar tercekat sebab panik yang menjalar di seluruh tubuhnya.

Lalu pada akhirnya, hanya pasrah yang bisa dia lakukan sekarang. Dengan mata yang dipejam paksa tanpa berani lihat sesuatu yang buruk menimpanya, dentuman itu begitu keras terdengar masuk pekakkan telinga. Kendaraan itu, tabrak bagian depan ujung sebelah kiri mobilnya.

Kepalanya terbentur keras dan mobilnya berputar cepat, hasilkan decit antara roda dan aspal di bawah sana, sampai dipaksa berhenti karena tabrak pembatas jalan. Sukses hasilkan kerusakan yang lebih parah, juga hasilkan luka yang semakin banyak.

Darah gantikan peran keringat, turun basahi wajahnya yang entah bagian mana tepatnya letak luka itu. Belum lagi bagian wajahnya juga kena sayat beling kaca yang pecah.

Tak ada yang Haechan rasakan setelahnya kecuali lemas. Shock dari otaknya melebur semua sakit di tubuh tak berdaya itu.

Dan di sisa-sisa kesadaran yang masih bertahan, kelopak yang memberat dengan susah payah dia paksa untuk terbuka, ketika tak berselang lama setelah kecelakaan seseorang datang.

Ada secercah harap untuknya.

Hidupnya bergantung pada sosok yang berjalan semakin dekat ke arahnya.

Pria itu, Haechan dapat melihatnya walau membayang. Celana kain hitam dan kemeja putih, juga dasi yang melingkar di lehernya tak rapi.

Tanpa katakan apapun barang tanyakan apakah dia masih sadarkan diri atau tidak, sosok itu keluarkan Haechan dari dalam mobil yang sudah dikepung asap. Namun alih-alih menghubungi ambulans, pria itu justru membawa si manis dalam gendongannya ke mobil miliknya, dibaringkannya di kursi penumpang, lalu kendaraan itu melaju tinggalkan tempat kecelakaan. 

Lagi. Ternyata ada dentuman lebih keras dari sebelumnya. Meledak. Di belakang sana mobil Haechan hangus dilahap api, habisi semua benda untuk jadi santapan siang ini. Entah mana yang lebih dulu; api padam sebab tak ada lagi benda untuk dilahap, atau padam karena hujan yang turun cukup deras.

Seringai lantas tercipta, ketika mata elangnya menatap sosok lemah di belakang melalui kaca spion di atasnya.

"Jangan mati dulu." begitu tuturan rendah tanpa intonasi itu terdengar samar, Haechan tak mampu artikan apapun dari ucapan yang keluar sedetik lalu. Karena kesadarannya, hilang. Melayang dalam gelap kelopak mata yang terpejam.

Tapi pemikiran Haechan perihal secercah harap rupanya harus kembali ditinjau. Mungkin dirinya memang tetap bisa selamat, tapi tak tahu bagaimana nasibnya ke depan.

Karena,

Bukan ke rumah sakit. Apalagi ke rumah si manis.

Tapi,

Hutan.

Mobil itu dibelok masuk ke area pepohonan besar yang menjulang tinggi ke atas dengan rumput liar yang hampir mencapai pinggang orang dewasa.

Setelahnya, siulan mengalun damai, pria itu nikmati perjalanannya ke tempat tujuan. Seolah lupa, seseorang di bekalang sana harus segera dapat pertolongan pertama.

~~~•• to be continued ••~~~

note: ini bukan tentang psikopat. (takut kalian mikirnya kesana trus jadinya kecewa, jadi aku kasih tau dari awal ygy).

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang