The Love Language

398 84 28
                                    

Seseorang itu ambil langkah pelan. Mengendap-endap, supaya sosok lain tidak sadari kepulangannya. Semaksimal mungkin redam derap tapak kaki, mencapai si manis yang menurut dugaannya —sebab hanya terlihat tubuh belakangnya— sedang duduk bersila di sofa panjang, menonton sebuah drama yang Jaemin lupa judulnya.

Senyum sudah dipatri Jaemin sejak obsidian kelamnya tangkap sosok sang gemini —dari kepala sampai pundak— yang membelakangi arah pintu utama.

Dan semua hal bahagia yang hilang sejak ibunya tiada, kembali dimulai saat kehadiran Haechan —Kenyataannya, memang, semua dimulai sejak hari dimana kecelakaan itu terjadi. Jaemin tak akan lupa.

Sesederhana dia yang pulang ke rumah setelah dilingkup lelah, disambut oleh presensi lain, yang menjadi kesayangannya sejak dia sadari perasaan penuh kembang berhias kupu-kupu dalam perutnya —meski untuk mencapai itu dia harus diterpa sesak sebab Haechan yang tenggelam. 

Sehingga mereka bisa sampai di sini.

Di hari, ketika yang satunya tunggui si cinta pulang, satu lagi tak sabar mencapai rumah; literally and figuratively

Lalu, Jaemin tak mau lebih lama mengulur waktu.

Menjangkau si terkasih begitu sampai di belakang sofa, mencuri kecup di pipi.

Cup/

Haechan, reflek menoleh kaget.

"Huh?"

Cup/

Yang kali ini kecup Jaemin mendarat di bibir.

"E-eh,—" Dia masih memproses semua dalam kepala ketika Jaemin ambil kecup (lagi) di bibirnya dua kali.

Baru yang ketiga, Haechan menghindar, dorong menjauh wajah tampan sosok yang lebih tua, supaya dia bisa ajukan pertanyaan.

Bahkan ketika telapak si manis menempel di wajahnya, juga Jaemin beri kecupan.

Dasar, Na bucin Jaemin.

"Kok saya gak dengar mobil kamu? Sama pintunya kok gak kedengeran pas kamu buka?"

"Pintunya udah kebuka, bibi lagi di luar nyiram taneman. Tapi mungkin juga kamu fokus banget nontonnya sampe suara mobil saya gak kedengeran." Jaemin jawab, sambil dia berjalan kitari sofa, tujuannya ruang kosong di samping Haechan. Jasnya sudah lebih dulu dia sampir pada lengan tempat duduk, menyisa kemeja yang simpul dasinya sudah longgar, namun bertahan melingkar di lehernya.

Adegan berikutnya disusul tas kerja yang dilepas mendarat ke atas meja, dia bawa dirinya duduk di sisi kiri si juni, dan semua itu, tidak luput dari manik bening milik si manis.

"Buat apa?"

Ah, sebuah kotak persegi panjang baru saja Jaemin sodorkan setelah dia keluarkan dari tasnya. Sehingga pertanyaan tersebut muncul diiringi kernyit di kening Haechan, tidak serta merta menerima sebelum Jaemin jawab pertanyaannya. Alasan lain, dia juga sudah punya

Kotak di buka, isinya si leo keluarkan.

"You need this." Tangan yang lebih kecil Jaemin raih. Telapaknya dia tengadah supaya benda pipih itu berpindah dari genggamannya. "Kalau butuh apa-apa atau kenapa-napa, kamu langsung hubungin saya. Nomor saya udah saya setting jadi emergency call." Jelasnya, diikuti angguk satu kali. 

Haechan menelisik, cari kalimat lain yang tertahan di tenggorokan sang dominan, meminta agar lekas mengudara.

Apa wajahnya terlampau mudah dibaca mimiknya sehingga Haechan bisa tahu beberapa kata yang belum selesai diucap?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang