404 Not Found

1.6K 150 55
                                    

Layaknya hari kemarin waktu Minjung pulang lebih malam dari biasanya, Haechan temukan perempuan itu berdiri di balkon lantai dua. Jadi, dia bertanya, "Kenapa belum pulang? Ada masalah lagi sama mobilnya?"

Perempuan itu lantas balik badan, bersandar pada pagar balkon yang menampilkan luasnya halaman rumah, dia menjawab, "Oh, enggak. Aku mau nginep sini, hehe." Dia menyengir lebar seiring kalimatnya selesai diucap.

Seketika alis Haechan menukik tajam, ketidaksetujuan mengudara begitu saja. "Nggak. Nggak bisa."

"Yah~ tapi sayangnya aku udah dapat izin Jaemin, gimana dong?" Minjung, anak itu meledek, tersenyum pongah mengangkat dagu. Jadi, bukan hanya Haechan yang bisa tinggal di rumah ini dengan Jaemin. "-Lagian kenapa sih? Aku gak ganggu kamu. Kalo ganggu Jaemin sih, liat nanti ya." Katanya disusul tawa, jemarinya membuat gulungan-gulungan kecil pada rambut panjangnya.

Pun di detik berikut sosok yang namanya sempat disebutkan perlihatkan diri dari balik anak tangga, derap langkahnya distraksi pembicaraan sehingga dua orang itu menoleh bersama.

Satunya tatap penuh senyuman -meski seringnya dibalas sinisan, satu lagi menatap tak suka.

Pada jam dinding yang terpajang di lantai dua, Minjung temukan sekarang pukul tujuh malam lebih lima menit. Segera setelah itu pandangannya kembali dilabuhkan pada Jaemin yang berjalan ke arah mereka. "Malam, Jaemin. Udah jam makan malam. Aku panasin supnya dulu, ya." Lantas dia pergi setelah pamit.

Menyisakan Haechan dan Jaemin, pergelangan tangan si Leo segera disambar, Haechan tarik menuju kamar si dominan supaya pembicaraan keduanya tidak di dengar seorang yang lain.

Klek/

Pintu ditutup rapat begitu mereka masuk ke dalam, Haechan bebaskan tangan Jaemin segera, "Bener kamu kasih izin Minjung nginep di sini?" Haechan bertanya langsung pada intinya, menelisik cari jawaban.

"He'em." Jaemin balas seadanya sambil dia melepas dasi juga kemeja. Menggantinya dengan kaos, mandinya nanti setelah makan malam.

"Kok?-"

Melalui pantulan kaca, Jaemin arahkan pandangannya pada si gemini yang juga menatapnya. "Ibunya hubungin saya, malah sampe telepon, minta tolong banget biar anaknya bisa nginep karena beliau mau balik kampung, jadinya dia sendirian di rumah." Jaemin menjelaskan. Tahu persis kalau perkara itu yang jadi alasan sambutan kepulangannya malam ini adalah sebuah picingan kelewat tajam dari manik yang beberapa hari ini selalu dia puja.

Haechan gedik bahu abai, "Yaudah biarin aja sendirian. Kenapa malah dititipin di sini?" Sewotnya. Lipat tangan di depan dada, tatap Jaemin kelewat serius.

"Minjung takut sendirian." Yang meski Haechan membalas dengan nada kurang enak didengar, lelaki itu tetap bicara lembut padanya -malas berdebat sebab lelah. Sedetik kemudian dia balik badan supaya berhadapan langsung dengan Haechan.

Lagi, wira muda itu menentang. Dia menggeleng tanpa kasihan. "Nggak. Saya tetep gak mau ya, Jaem. Terserah dia mau tinggal di manapun, yang jelas bukan di rumah ini." Putusnya tak mau dibantah, tatap Jaemin tepat di mata.

"Haechan,"

"Jaem, saya udah berapa kali bilang kalo dia suka sama kamu? Kenapa kamu seolah ngasih dia kesempatan?" Napasnya sedikit memburu, amarahnya mulai mencapai ubun-ubun.

"Saya bukan ngasih kesempatan. Masalahnya ibunya sampai telepon saya, dan saya gak enak nolaknya, Haechan." Kilah Jaemin cepat. Benar, dia merasa tak enak menolak wanita tua itu ketika tadi dari seberang telepon meminta tolong padanya dengan nada memohon minta tolong.

Sayangnya, Haechan tak goyah meski nama bi Ara disebutkan. Dia tetap pada pendirian ketidaksetujuan. "Dan saya gak peduli, Jaemin. Kamu mau kasihan, mau gak enak, atau apapun itu, saya gak peduli."

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang