Luruh

941 119 86
                                    

Haechan pikir, dia akan terkurung di kamarnya sampai waktu berganti esok hari. Dia baru pejam mata ketika terdengar suara kunci yang diputar dari luar. Menampilkan Jaemin begitu pintu dibuka.

"Ngapain?" Tanyanya malas bersama suara teredam selimut yang tutupi tubuhnya sampai batas hidung. Kesal masih tertinggal dalam dirinya.

Minim cahaya dari lampu tidur di kamar itu tidak menghalangi penglihatannya atas setiap gerak Jaemin. Si Leo tidak bicara apapun sampai tungkainya berhasil mencapai sisi ranjang. Ambil ruang kosong di tempat tidur meski sedikit sebab Haechan tidak mau bergeser sama sekali.

Dia berbaring di sana tanpa bicara sehingga Haechan kembali bersuara. "Kamu punya kamar sendiri kenapa tidur disini, sih?" Ketus Haechan, dia pada akhirnya mengalah, bergerak menjauh dari Jaemin sampai sebelah kiri lengannya bertemu dinding.

"Ini rumah saya kalau kamu lupa. Jadi saya punya hak atas semua ruang di rumah ini." Jaemin balas sama ketusnya.  

Haechan mendengus jengah, untuk jawaban yang itu dia tak punya balas selain terima kenyataan. Maka dia putuskan balik badan menghadap tembok dari yang semula terlentang.

Sementara Jaemin menatap langit-langit di kamar itu, satu tangannya jadi bantalan kepala. Sejurus kemudian dia ubah posisi jadi menyamping. Menampilkan setengah punggung sempit wira manis yang bebas dari selimut, enggan menghadapnya lantaran amarah yang belum juga mereda. 

Beberapa detik Jaemin pandangi tubuh belakang Haechan sampai kemudian dia putuskan segera menjemput lelap, perlahan kelopaknya menutup sehingga penglihatannya menjadi gelap. 

Tapi, dia gelisah. 

Something goes wrong. 

Everything goes wrong when it comes about Lee Haechan.

Entah apa yang sudah Haechan tabur dalam diri Jaemin sampai-sampai pria itu menjadi cemas. 

Berakhir matanya kembali dibuka, tampilan di hadapan masih tetap sama, berupa Haechan yang memunggunginya.

Hembus napas panjang diurai membaur udara kosong di sekitar, kasur jadi sedikit terguncang karena Jaemin bergerak mendekat si Juni. Disusul lengan panjang Jaemin bergerak maju, raih tubuh sosok mungil yang entah sekarang sudah tidur atau belum, yang jelas dia ingin membawa tubuh itu masuk dalam peluknya.

Lantas ketika lengan Jaemin mulai melingkar dari pinggang sampai perutnya, Haechan berjengit. Belum sempat berontak sebab Jaemin segera tarik tubuh itu sampai mereka saling menempel satu sama lain.

"Diem atau saya cium." Jaemin mengancam ketika tubuh dalam dekapnya mulai bergerak meminta dilepaskan. Atas ucapannya itu, Haechan patuh. Undang perintah dalam kepala Jaemin supaya menunduk, tatap pucuk kepala Haechan yang surai ikalnya begitu lembut kala bersentuhan dengan kulit dagunya. Kemudian dia tertawa pelan, "Beneran gak mau dicium ternyata." 

Ah, Haechannya gemas sekali, menarik Jaemin supaya eratkan lingkar lengannya pada wira yang lebih muda. Oh God, bagaimana Jaemin bisa jelaskan semua ketika frasa terlalu sedikit untuk jelaskan segalanya, juga ketika diksi yang seharusnya mampu mencipta kalimat indah tak mampu menampung semua penjelasan Jaemin tentang perasaannya?

Lee Haechan, stole everything from him. 

Jaemin mengusak wajahnya pada surai si manis, selanjutnya dia berucap, "Haechan, soal Min—" Jaemin baru akan memulai. Sayang, kalimatnya menggantung di udara.

"Berhenti bahas orang itu." Tukas Haechan cepat —meski nadanya lemah— sebelum Jaemin selesai bicara. Harinya sudah buruk, tidak ingin dengarkan nama itu dipenutup hari malam ini. Matanya dia paksa terpejam—kantuknya hilang karena kedatangan Jaemin— berharap emosinya diusir lelap yang kembali dipaksakan datang seiring emosi yang mulai kembali kuasai diri. 

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang