Switch

935 110 28
                                    

Ketika matahari mulai menyusup masuk mengisi setiap celah yang bisa menembus kamar, Haechan sudah duduk dengan senyum merekah lebar.

Sibuk melepas perban di kakinya yang terkilir. Sudah sembuh.

Dia lantas kembali menapak lantai begitu perban tidak lagi memeluk kakinya —setelah sebelumnya dia coba berjalan yang membuatnya sadar kalau kakinya sudah bisa kembali berjalan normal.

Mungkin, dongkolnya kemarin dibayar bahagia hari ini. Bahkan disaat waktu masih begitu pagi.

Senyumnya masih terpatri, senandung mengalun lembut membersamai langkahnya menuju kamar mandi. Dia perlu bersih-bersih lebih dulu sebelum turun ke dapur. Tidak sabar ingin kembali memasak setelah 3 hari absen dari kegemarannya itu sejak tinggal bersama Jaemin.

Senandungnya masih terdengar lirih sampai kegiatannya pindah pada yang lain. Berjalan turun, dia menuju lantai 1. Ke dapur.

Suasana hatinya secerah matahari pagi yang bersinar meriah tanpa malu-malu hari ini.

Dia perlu rayakan kebahagiaan kecilnya. Membuat cake nanti siang adalah ide yang bagus sejak dia tahu Jaemin menyukai makanan manis. And he also like it. Jadi, perayaan kecil dengan sebuah cake bukan ide buruk. Juga, sebagai ucapan terima kasih pada Jaemin yang sudah berusaha minimalisir pergerakan di kakinya.

Kebahagiannya membuncah hanya dengan rencana perayaan itu.

Tapi, suasana hatinya mendadak jatuh, senyumnya luntur, ketika ia tangkap sosok asing yang sejak kemarin jadi perusak suasana.

Minjung. Perempuan itu sudah lebih dulu berkutat di dapur. Bahkan ibunya tidak pernah datang sepagi ini sebelumnya. 

Mengabai suasana hati yang mendadak turun, Haechan terus jalan mendekat dapur. Berniat mengambil alih pekerjaan Minjung masak sarapan pagi ini. Mungkin, anak itu pikir kakinya belum sembuh so she takes the responsibilites to cook the breakfast.

Menyisa jarak 5 langkah, "Sini, biar saya aja yang masak." Haechan meminta, mengingat sejak beberapa hari lalu Jaemin sepakat kalau yang akan dia lakukan di rumah ini hanya memasak dan menyiapkan beberapa keperluan Jaemin.

Itu tugasnya, dan dia sudah sembuh sekarang hingga tak ada alasan lagi untuk orang lain melakukan kegiatan memasak terlebih untuk hidangan Jaemin.

"Pagi Haechan." Minjung menyambut ramah.

"Ah, iya sorry. Pagi Minjung. Berhubung sekarang saya udah sembuh, jadi biar saya aja yang masak karena itu memang kerjaan saya."

"Begitu, ya? Kalau ibu saya kerja apa disini?"

"Beliau bagian bersih-bersih." Ah, Haechan sebenarnya tidak begitu tahu pekerjaan bi Ara sejak mereka bertukar tugas dan tanggungjawab dalam rumah ini. Namun sejauh yang Haechan ketahui, beberapa vacuum lantai dan robot pembersih kolam renang sudah Jaemin beli sehingga beberapa pekerjaan tidak perlu lagi dikerjakannya ataupun bi Ara.

Minjung beri angguk paham, tapi dari yang Haechan lihat, perempuan itu tidak begitu mencernanya.

"Tapi hari ini kita tukeran dulu gimana?"

"Nggak bisa. Udah kesepakatan sebelumnya kalau saya yang masak." Haechan menolak cepat. Kalimatnya lembut terucap, namun penuh ketegasan pada setiap kata yang keluar. Kalau, dia tidak terima menjalin kesepakatan yang Minjung minta.

Sembari mengupas bawang putih, negosiasi masih belum berhenti. "Heem. Tapi buat hari ini biar aku aja, ya, Haechan? Kan aku yang duluan di dapur hari ini." Cengiran Minjung tampilkan, menoleh sesaat pada Haechan sebelum kembali fokus pada pisau dan bawang di masing-masing tangannya.

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang