Prologuè

641 18 0
                                    


Pusing.

Meskipun kepalanya sudah mengeluarkan cairan kentak berwarna merah, seseorang itu masih sadar. Dirinya tertidur di atas aspal yang kasar dan keras, semua orang berlalu-lalang.

“Hei, jangan nutup mata kamu ya? Ambulance sebentar lagi sampai, tolong tetap sadar!” Seseorang yang tak dia kenali menepuk tubuhnya dengan gemetar, semua orang mengerumuni tubuh kecilnya.

Tidak berselang lama kemudian terdengar suara sirine khas mobil Ambulance. Namun mereka telat untuk menyadari bahwa gadis yang mereka khawatirkan sudah meregang nyawa.

Ah, ternyata orang itu adalah aku.

1 jam sebelum kejadian...

Sunyi, hanya itu yang bisa menggambarkan keadaan rumah yang cukup besar ini.
Rumah besar impian semua orang, bergaya classic ternyata hanya di huni oleh tiga orang dan belasan pembantu.

"non, sudah saya panasin mobilnya" Lelaki paruh baya yang bertugas menjadi Sopir Pribadi mendekati majikannya.

"hari ini mang asep gausah nyupir dulu, biar saya aja" Wanita tersebut menatap Sopir Pribadinya yang bernama Asep.

"loh kenapa non, udah tugas saya nyupirin non mora" Mang Asep menolak.

"gapapa mang, mora lagi pengen jalan jalan sendiri. lumayan healing gratis" Mora nama Wanita yang sedari tadi di ajak bercanda adalah Mora.

Amora Khanza Adeline

"yaudah kalo kepingin non mora kayak gitu, tapi hati hati ya non bawanya! jangan ngebut" Peringat Mang Asep.

Setelah berbincang dan berpamitan dengan Mang Asep selaku Sopir Pribadinya, Mora berpamitan kepada Mbak Iyem.

Beliau adalah Assisten Rumah Tangga di kediaman Amora, Mbak Iyem juga merupakan Istri dari Mang Asep.
Karena kurangnya perhatian dan hadir kedua orang tua, Amora menganggap Mbak Iyem dan Mang Asep seperti orang tuanya.

Tak menghiraukan peringatan dari pengganti orang tuanya, Mora mengendarai mobilnya diatas kecepatan rata rata.
Persetan dengan lampu lalu lintas ataupun klakson dari mobil yang dia dahului, Mora hanya ingin mengistirahatkan pikirannya saja.

Terlalu sering dia berkutat di depan laptopnya sehingga kurang waktu untuk dirinya sendiri.
Bahkan saat ini Mora menggunakan jalan yang jarang ia lalui ketika menuju kantor tempat ia bekerja.

Entah ia yang terlalu abai atau kebanyakan melamun, Mora tak sadar jalan di depannya sedang dalam perbaikan.

Jadi, jalan yang seharusnya lurus menjadi belok ke arah kanan karena adanya lubang dengan diameter dan kedalaman yang cukup luas jadi sementara jalan dialihkan.

Sialnya Mora tidak melihat palang yang tertulis jelas untuk mengambil arah kanan. Dalam hitungan detik mobil yang ia kendarai menghantam palang dan masuk ke lubang, tubuh Mora menghantam stir dan terpental keluar kaca depan mobil.

Para pengendara mobil yang berada di lokasi langsung menghentikan mobil dan mulai mengerumuni tubuh Mora. Hingga pada saat ambulance datang, jiwa Mora sudah pergi untuk selamanya.

“akhirnya, aku kembali pulang.”

Never and EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang