"El ayo! Nanti bapak yang jual es krimnya pergi!" Tutur Davin semasa kecil.
"Sebentar abang, kaki El gabisa lari cepet cepet tau!" Elora mengeluh, Davin berlari dengan cepat mengejar tukang es krim.
Davin dan Elora berlari tanpa sadar mulai menjauh dari sekitaran rumah Elora.
"Abang tungguin El, kaki El sakit abang!" Elora terus berteriak memanggil Davin yang perlahan menghilang dari pengelihatannya.
Elora terduduk di jalan setapak tersebut, kakinya sangat lemas sekarang. Elora kesal, mengapa ia tidak mengiyakan ajakan Jarvis saja yang mengajaknya untuk menonton film.
Elora diam disana sekitar lima menit, namun tidak ada ciri-ciri Davin akan kembali.
Tiba tiba seorang pria tua menghampirinya.
"Hallo anak kecil, om punya Lolipop enak banget. Kamu mau ga?" Pria tersebut mengeluarkan Lolipop berbentuk hati dari sakunya.
Elora, berdecih.
"Kecil banget Lolipopnya! Papa kalo beliin El, belinya yang besaaar banget"
Pria tua yang di tatapnya tersenyum, Elora tak mengerti maksud dari tatapan Pria itu.
"Oh iya? Ikut sama om yu? Kita beli Lolipop yang lebih besar" Ajak Pria tersebut sambil terus mendekati Elora yang sedang duduk.
"Gamau, nanti Abang Davin nyariin Elora" Tolak Elora.
"Abang Davin udah ada di tempat yang jual Lolipop, Elora ga mau nyusul?" Tawaran Pria itu, membuat Elora tergoda.
"Toko Lolipopnya dimana?"
"Jauh dari sini, Elora ikut aja sama om. Biar om anterin"
Tergoda dengan tawaran Pria itu, Elora segera bangkit untuk mengikuti Pria tersebut.
Semakin Elora berjalan, semakin banyak pohon rindang yang Elora lewati.
"Om, ini jalannya kemana?"
Elora bekali-kali bertanya namun tak ada jawaban dari Pria yang berjalan di sebelah Elora.
Elora ingin bertanya lagi namun,
Mulutnya di sekap, Matanya di tutup, Tubuhnya melayang seperti sedang di gendong.
--
Dua hari kemudian Elora kecil terbangun. Dilihatnya Papa, Mama, Jarvis, dan Davin, mereka menangis atas sadarnya Elora.
"K-Kalian siapa?"
Jessica, menangis meraung-raung dalam pelukan suaminya. Putri bungsunya tak mengenal dirinya.
'Harusnya waktu itu Davin jagain Elora, Davin bukan Abang yang baik'
--
Prang!
"SAYANG! SADAR!"
"Harusnya Elora gak kayak gini mas! Elora sadar tapi dia Amnesia, sedangkan pelakunya aja menghilang Mas!"
"Kamu pikir Mas ga hancur ngeliat anak Mas kayak gitu Jes? MAS JUGA HANCUR! Dengan kamu nyalahin semua ke Devan masalahnya bakal selesai begitu aja? ENGGAK JES ENGGAK. Nyalahin anak bukan solusi yang tepat Jessica"
Untuk pertama kali, Jessica dan Argan beradu argumen saling berkomentar menggunakan kepala panas.
Tanpa mereka sadari, Devan dan Jarvis melihat semuanya.
Devan berlari ke kamarnya, disusul oleh Jarvis. Devan menangis sambil memeluk tubuhnya yang terduduk.
"Harusnya aku ada di samping El waktu itu, Devan emang Jahat!" Devan memukul kepalanya berkali kali.
"DEVAN! Kamu ini ngapain? Jangan nyalahin diri kamu sendiri!" Jarvis menghentikan perbuatan Davin.
"Terus Davin harus nyalahin siapa kak?!"
Jarvis termenung, benar apa yang dikatakan Davin.
"Elora, salahin aja Elora. Suruh siapa dia mau di culik sama preman!"
Otak licik Jarvis memonopoli pemikiran Davin. Mulai saat itu, Davin menyalahkan Elora atas semua kesalahan. Kesalahannya ataupun Kesalahan Davin dan Jarvis sendiri, semuanya kesalahan Elora.
Lagi-lagi, Elora mendengar semuanya. Semua salah dirinya. Benar, mengapa dia tidak menolak saat diculik. Semua salah dirinya.
Semenjak kecelakaan penculikan itu, sifat Elora benar-benar berubah seratus persen dari yang keluarganya kenal. Asing rasanya.
Mama, Papa, Jarvis, dan Davin. Perhatian mereka untuk Elora sekarang hilang, yang ada sekarang hanyalah Kebencian.
--
Selesai, banyak yang baca tapi ga ada yang vote?❗️🙀
KAMU SEDANG MEMBACA
Never and Ever
Teen Fiction"BERANINYA KEROYOKAN! SINI MAJU LO PAK TUA, BY ONE LAH KITA!!" Tak pernah terfikirkan oleh Mora, bertemu dengan sang pemeran utama dalam keadaan yang kacau. Semuanya kacau. Bagaimana bisa plot dalam cerita tiba-tiba berubah saat ia terjebak masuk ke...