Setelah selesai menggila karena masuk ke dunai novel, Elora mulai merasa lapar jauh lebih lapar dari sebelumnya.
"Bodo amat, dari pada mati kelaparan"
Elora memakai jaket tebal berwarna hitam polos, dipadukan dengan piyama putih bermotif beruang yang ia pakai.
"Mau kemana jam segini keluyuran?" Suara tegas yang menggema mengalihkan pandangan Elora. Ah, rupanya sang Papa
"Jam segini itu tidur Elora, kamu harus contoh aku" Elora saat ini benar-benar ingin memukul Alika.
"Mencontoh yang salah itu ga baik" Sarkas Elora, langsung saja dia pergi meninggalkan rumah.
Hanya bermodalkan niat dan uang, Elora berani keluar sendirian tepat jam sepuluh malam. Suasana dingin menusuk ke dalam jaket Elora.
Ingin putar balik namun sudah setengah jalan, bahkan dia sudah bisa melihat cerahnya lampu sebuah mini market. Namun aura tidak enak datang cepat sekali, membuat ingin putar balik.
Bugh!
Langkahnya terhenti, mencerna apa yang sedang ia lihat sekarang dan berusaha bersembunyi di balik pohon.
Dilihatnya seorang Lelaki Misterius, wajahnya tidak terlihat karena tertutup oleh tudung jaketnya.
"17 vs 1? Konyol!" Elora menonton tanpa ada niat membantu.
Lelaki itu memukul dan bergerak dengan lincah, namun sayang. Salah satu preman memukul perut dan kepalanya menggunakan kayu tebal.
Orang gila mana yang dipukul ga pingsan? Lelaki Misterius itu orangnya. Meskipun tubuhnya tumbang dan sempat terjatuh, ternyata ia bangkit lagi.
"Aduh kasian, tolongin ga ya? Kalo ga di tolongin mati, tapi kalo nolongin gua yang mati. Masa mati dua kali!" Elora menghela nafas gusar.
"Tolongin aja kali ya? Semoga ilmu bela diri dari Mang Asep dan Coach Yuri ga akan sia sia. Wish me luck, dengan restu Mama Papa" Elora mengangguk yakin.
--
Dia menyentuh ujung bibirnya yang perlahan mengeluarkan darah.
"Bangsat emang preman bayaran."
Disaat orang-orang nyenyak tertidur dan menikmati mimpi indah, tidak bagi lelaki satu ini.
Niat hati hanya ingin berjalan santai, ia malah bertemu dengan preman suruhan.Lelaki itu menarik sudut bibirnya, tanpa berfikir pun dia sudah tau siapa yang membayar para preman tersebut.
Dibawalah dia ke jalan yang cukup sempit, bahkan sangat minim pencahayaan. Trik murahan para preman memang kental, menarik korbannya ke tempat sepi lalu menghabisinya.
Selalu seperti itu."Keluar juga lo akhirnya" Preman tersebut berucap namun ucapannya tidak jelas, bisa dia pastikan bahwa para preman ini sedang mabuk.
Pesta narkotika?
"pakenya yang murah, cih"
Lelaki tersebut hanya diam tak bergeming, membuat bos dari para preman tersebut melayangkan pukulan.
Terjadilah aksi pukul-memukul 17 lawan 1, meskipun pada awalnya Lelaki itu bisa mengimbangi lawan. Namun di akhir dirinya mulai kewalahan.
Bugh!
Perutnya terasa sangat sakit, salah satu preman memukulnya dengan kayu besar. Tak habis sampai disitu, preman tak berotak memukul kepalanya.
Lelaki itu terkapar duduk di aspal, menatap para preman yang satu persatu mulai bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never and Ever
Teen Fiction"BERANINYA KEROYOKAN! SINI MAJU LO PAK TUA, BY ONE LAH KITA!!" Tak pernah terfikirkan oleh Mora, bertemu dengan sang pemeran utama dalam keadaan yang kacau. Semuanya kacau. Bagaimana bisa plot dalam cerita tiba-tiba berubah saat ia terjebak masuk ke...