Bab 3

86 6 0
                                    

HARGAI KARYA PENULIS DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN KALIAN. SATU VOTE DAN KOMEN SANGAT BERARTI BUAT LARA.

*

*

*

-•☆✿☆•-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-•☆✿☆•-

Di tengah hening malam, angin sepoi-sepoi membelai lembut wajah rupawan. Raganya terlihat baik-baik saja, namun tidak dengan pikiran yang sedari tadi mengusik jiwanya. Dirinya berjalan dengan pandangan kosong, batinnya penuh keputusasaan.

Itu bakal memakan waktu 16 hati lagi. Menurut teori 21 hari mengatakan bahwa, jika kita tetap ngelakuin hal yang sama dan menghadapi hal yang sama lagi dan lagi selama 21 hari kita akan  terbiasa dan bisa membentuk kebiasaan baru_batinnya berucap.

Pemuda itu menghentikan langkahnya tepat di teras rumahnya. Netranya menatap rumit Haechan yang tengah duduk termenung di depan teras, kemudian netranya bergulir menatap seekor makhluk berbulu yang tengah berlarian riang gembira di halaman.

Dirinya menghembuskan napasnya kasar sembari langkah kakinya ia bawa masuk ke dalam rumahnya.

Tapi pas gue sampai rumah, yang harusnya jadi tempat paling hangat dan aman, gue ngelihat sekumpulan orang-orang aneh. Wajah yang nggak familiar, tingkah laku yang nggak biasa. Apa ini benar-benar bisa menjadi kebiasaan baru gue?_ batinnya bermonolog, menatap lelah sekumpulan anak manusia yang tengah menikmati makan malam di meja makan.

“Eh, Jeno. Kamu sudah pulang. Apa kamu capek?” tanya Jaemin tersenyum tipis.

“Gue nggak papa.”

Gue bilang begitu karena gue tau dia nggak bener-bener pengen tau tentang jawaban gue._ Lanjutnya membatin.

“Sini sama kita.”

“Gue udah makan.”

Jeno mendudukkan dirinya di kursi yang telah menjadi tempat tidurnya akhir-akhir ini. Tangannya terulur memijat keningnya yang terasa sedikit pusing, terlebih suara kehebohan yang dibuat di meja makan benar-benar membuatnya bertambah pusing.

“Jisung, kenapa Lo bisa takut sama cewek?” tanya Renjun yang terdengar lebih seperti berteriak.

Ini bukan hal yang baru lagi. Sejak kejadian pagi tadi, saat gadis asing berkunjung, Jisung terus saja mengurung dirinya di dalam kamar, membuat satu rumah heboh dibuatnya. Tidak, lebih tepatnya Renjun yang heboh.

“Itu sama sekali bukan urusan Lo!” sarkas Jisung menaruh kasar sendoknya di atas piring, dirinya menatap tajam ke arah Renjun yang terus saja merecokinya dengan pertanyaan yang sama sejak kepergian gadis itu dari rumah tadi.

7 Bayangan Rumah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang