Bab 11

40 4 0
                                    

HARGAI KARYA PENULIS DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN KALIAN. SATU VOTE DAN KOMEN SANGAT BERARTI BUAT LARA.

*

*

*

*

-•☆✿☆•-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-•☆✿☆•-

Keesokan paginya, Chenle sedang sibuk membantu Jaemin mempersiapkan sarapan, seketika suara bel pintu tiba-tiba memecah keheningan. Dengan sedikit enggan, dia berjalan menuju pintu. Begitu pintu terbuka, dia terkejut melihat siapa yang berdiri di sana.

“Mama?” Chenle berkata dengan nada terkejut, matanya membelalak. Ia benar-benar nggak nyangka bahwa mamanya akan datang lagi setelah kejadian kemarin.

Ibunya berdiri di sana dengan wajah yang penuh harap, tapi Chenle cepat-cepat merespon, “Mama nggak seharusnya ada di sini. Aku udah bilang, Mama nggak boleh masuk. Tolong, pergi,” katanya dengan suara yang terdengar lebih keras dari yang dia maksudkan.

Ibunya terlihat terpukul, tapi sebelum sempat menjawab, tiba-tiba Jeno datang dari belakang, mendekati mereka dengan ekspresi tenang. Tanpa ragu, dia langsung melihat situasi itu dan ikut campur.

“Gue rasa Mama lo harus masuk, Le,” kata Jeno sambil tersenyum sedikit, lalu membuka pintu lebih lebar. Dia melirik ke arah Chenle, lalu kembali ke mamanya. “Ayo, Tante, masuk aja dulu. Kita bisa ngobrol di dalam.”

Chenle terdiam sejenak, syok dengan sikap Jeno. “Apa? Lo nggak bisa begitu, Jeno!” seru Chenle, matanya menatap Jeno dengan kaget dan bingung. Dia nggak ngerti kenapa Jeno ngundang mamanya masuk, padahal dia jelas-jelas minta mamanya pergi.

Jeno menatap Chenle dengan tenang tapi tegas. “Lo nggak bisa terus-terusan ngehindarin Mama lo, Le. Mungkin sekarang waktunya buat lo dengerin dia,” ucapnya sambil memberi isyarat kepada ibu Chenle untuk masuk ke dalam rumah.

Chenle tertegun, nggak tahu harus gimana. Dia bisa ngerasain campuran antara marah, bingung, dan cemas menguasai dirinya, tapi juga ada rasa nggak enak melihat mamanya berdiri di ambang pintu dengan tatapan penuh kesedihan.

-•☆✿☆•-

Mama Chenle berdiri di ruang tamu, menghela napas panjang sebelum akhirnya memberanikan diri berbicara. “Le, Mama minta maaf,” ucapnya pelan namun jelas. “Mama nggak pernah bermaksud bikin kamu trauma. Cerita-cerita itu… Mama cuma pikir kamu bakal suka, Mama nggak tahu kalau itu bikin kamu takut sampai segitunya.”

Chenle hanya menatap ibunya dengan pandangan kosong, lalu terkekeh pelan, nada ketidakpercayaan terdengar jelas dalam suaranya. “Trauma? Nggak, Ma. Itu nggak kayak gitu…” katanya, mencoba menyangkal, tapi suaranya terdengar lemah dan penuh keraguan. “Aku baik-baik aja.”

7 Bayangan Rumah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang