Tujuh pemuda dengan latar belakang yang berbeda tinggal bersama dalam sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Setiap dari mereka membawa ketakutan yang mendalam, baik yang terlihat maupun tersembunyi, yang perlahan-lahan mulai memengaruhi dinamika...
HARGAI KARYA PENULIS DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN KALIAN. SATU VOTE DAN KOMEN SANGAT BERARTI BUAT LARA.
*
*
*
*
*
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-•☆✿☆•-
Dua minggu lalu ...
Seorang pemuda berambut pirang dengan kulit seputih susu tengah berdiri di depan gerbang sebuah rumah. Sebelah tangannya mengerat memegang tali tas yang tersampir di bahunya, tangan yang satunya dengan ragu ia arahkan untuk memencet tombol yang tersedia di gerbang.
Ting tong...
Suara bel terdengar , yang tak lama kemudian gerbang dibuka dan munculah sosok pemuda bertubuh atletis yang kini tengah memandangnya dengan tatapan datar. Pemuda berambut pirang itu tersenyum kaku.
“Aku lihat postingan tentang berbagi kamar. Apakah masih ada kamar yang kosong?” ujar pemuda itu penuh harap.
“Nggak ada. Semua penuh.”
Pemuda bertubuh atletis itu kemudian akan kembali menutup gerbang rumahnya yang kemudian tengan cepat dihentikan pemuda berambut pirang dengan suara lumba-lumbanya.
“Tunggu!” Pemuda bertubuh atletis menghembuskan napasnya kasar, kemudian dirinya menatap malas pemuda di hadapannya.
“Kamu pemilik rumah ini, kan. Aku orangnya cukup mudah. Aku bisa tidur di manapun.”
“Tidak.”
“Ayolah, Please. Sudah 2 Minggu aku tidur sendiri, aku enggak punya teman sekamar,” ujar Pemuda berambut pirang itu dengan raut wajah memelasnya, dirinya bahkan sedikit merengek.
“Berarti Kamu pecundang.” cetus pemuda lain yang kebetulan tengah menyirami tanaman di bagian samping gerbang.
Pria berambut pirang itu melototkan matanya tak terima. “Yak! Nggak punya teman sekamar bukan berarti aku pecundang.”
“Maaf. Aku keceplosan.”
“Kamu iya. Kamu sengaja, kan? Dasar bermulut pedas!”
Yang dikatain hanya memutar bolamatanya malas. Dirinya lantas kembali fokus pada tanaman-tanaman kesayangannya itu, ia bahkan mengajak tanaman-tanaman itu berbicara.
