HARGAI KARYA PENULIS DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN KALIAN. SATU VOTE DAN KOMEN SANGAT BERARTI BUAT LARA.
*
*
*
-•☆✿☆•-
Semilir angin yang bertiup menggoyangkan dahan pepohonan menyebabkan embun menetes membasahi tanah yang kering. Nyanyian burung-burung yang hinggap di dahan memecah kesunyian pagi hari. Sinar matahari diam-diam menerpa jendela ruang tengah, sedikit mengusik tidur anak manusia yang tengah terlelap.
Mata yang semula terpejam kini mengerjap pelan. Dirinya kemudian mendudukkan tubuhnya bersamaan dengan terciumnya wangi dari kumpulan senyawa volatil yang menguar di udara yang di sebabkan oleh aktivitas memasak seorang pemuda.
Pemuda itu tersenyum puas menatap sepiring nasi goreng buatannya yang terlihat tampak menggugah selera. Dirinya membawa sepiring nasi goreng itu ke arah meja makan dan kemudian menaruhnya di meja.
“Hei, Jeno. Udah bangun?” sapa pemuda itu pada pemuda lain yang baru saja bangun dari tidurnya. Fyi, kebetulan meja makan, ruang tengah, dan dapur itu masih satu ruangan (ruangannya besar).
“Mau sarapan enggak?” tawarnya membuat sang lawan bicara menggelengkan kepalanya pelan.
Jaemin menghembuskan napasnya pelan, “Sarapan itu penting. Nanti nggak bagus ingatan Lo kalo nggak sarapan.”
Jeno mengerutkan dahinya, “ Ingat apa?” ujarnya bingung.
Jaemin mendudukkan dirinya di kursi meja makan, setelahnya dirinya menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
“Gue tanya lagi, apa kita pernah bertemu?” tanya Jaemin setelah menelan makanannya.
Jeno menatap kearah Jaemin dengan pandangan aneh. “ Ingatan Lo bahkan lebih buruk dari gue. Kan udah dibilang kalau gue nggak ingat.”
Jaemin tersenyum tipis. “Biar gue tebak. Lo pasti bakal buat satu peraturan lagi ... jangan memasak sarapan sebelum gue bangun.”
“Emang gue berlebihan, ya?”
“Enggak kok. Soalnya ini tempat Lo tidur.”
Jeno terdiam, membuat Jaemin menghedikan bahunya acuh. Dirinya kemudian melanjutkan acara makannya yang tertunda, bukan dia tidak sopan pada Jeno. Hanya saja, dirinya sudah menawarkan Jeno untuk berbagi sarapan, toh Jeno menolaknya. Tak salah bukan. Sesaat keheningan melanda dalam ruangan yang cukup besar itu. Dua anak Adam tak ada yang ingin kembali memulai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Bayangan Rumah
Ficção AdolescenteGANTI JUDUL!! Tujuh pemuda dengan latar belakang yang berbeda tinggal bersama dalam sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Setiap dari mereka membawa ketakutan yang mendalam, baik yang terlihat maupun tersembunyi, yang perlahan-lahan mulai memeng...