Bab 13

34 4 0
                                    

HARGAI KARYA PENULIS DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN KALIAN. SATU VOTE DAN KOMEN SANGAT BERARTI BUAT LARA.

*

*

*

*

-•☆✿☆•-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-•☆✿☆•-

Malam itu, langit sudah menggelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh cahaya redup dari bulan yang tersembunyi di balik awan. Jisung menatap pintu kamar Chenle dari kejauhan, tahu bahwa di balik pintu itu, Chenle tengah bergumul dengan ketakutan yang tak terucapkan.

Sudah beberapa hari ini Chenle lain selalu tampak gelisah, terutama saat malam tiba. Ada kecemasan yang samar namun nyata setiap kali mereka membicarakan hal-hal mistis, terutama soal hantu. Terlebih, Renjun yang merupakan teman sekamarnya tengah pergi ke rumah ayahnya.

“Gue tahu Lo takut,” gumam Jisung pelan kepada dirinya sendiri, sebelum mengumpulkan keberanian dan mengetuk pintu.

“Eh, Sung?  Lo ngapain malam-malam?” tanya Chenle lain, suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena ketegangan yang terus-menerus menghinggapi dirinya. Ia berdiri di ambang pintu dengan raut wajah yang berusaha terlihat tenang, namun matanya yang sedikit membesar mengkhianati perasaannya yang sebenarnya.

“Kamar Lo udah lama nggak dibersihin, kan? Gue pikir... ya, siapa tahu aja Lo jadi lebih tenang kalau Gue bantuin. Lo kan takut gelap sama hantu,” jawab Jisung sambil tersenyum tipis. Sebenarnya, ia hanya ingin memastikan Chenle merasa lebih nyaman malam itu.

Chenle terdiam sesaat, raut wajahnya berubah, antara malu dan berterima kasih. “Ah, nggak usah... Gue bisa kok bersihin sendiri. Lagi pula, nggak ada apa-apa kok di sini, Gue baik-baik aja,” ucapnya, meski nada suaranya terdengar ragu.

“Sudahlah, nggak usah pura-pura. Gue tahu Lo lagi takut, kan? Gue nggak akan ngapa-ngapain kok, cuma mau bantu sedikit biar Lo bisa tidur lebih nyenyak nanti,” kata Jisung sambil masuk ke dalam kamar tanpa menunggu persetujuan lebih lanjut.

Kamar yang ditempati Chenle dan Renjun sebenarnya cukup rapi, tapi debu yang menempel di sudut-sudut ruangan membuat suasananya terasa sedikit menyeramkan. Apalagi, lampu kamar yang redup semakin menambah kesan mencekam. Jisung mulai bergerak membersihkan lantai, menyapu setiap sudut yang sering terlupakan.

Sambil bekerja, Jisung melihat ke arah Chenle yang kini duduk di tempat tidur, memandangi lantai dengan wajah canggung. Ada keheningan yang menyelimuti mereka, tapi Jisung tidak merasa keberatan. Meskipun dikenal sebagai orang yang sering berkata pedas dan tak masuk akal, Jisung memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, terlebih pada teman yang sudah dianggapnya sebagai keluarga.

Dia tahu Chenle sedang berusaha menutupi ketakutannya, tapi dalam diam, Jisung tetap ingin memberikan rasa aman yang dia butuhkan.

“Gue pernah baca, katanya kalau kamar bersih, energi negatif nggak mudah masuk. Jadi ya... mungkin ini bisa bantu Lo,” Jisung berkata dengan nada ringan, mencoba mengurangi ketegangan yang tersisa.

Chenle tertawa kecil, meski jelas-jelas tidak sepenuhnya percaya pada ucapannya. “Masa iya? Tapi kayaknya masuk akal sih. Udah lama juga gue dan Renjun nggak  bersihin kamar ini, mungkin itu yang bikin Gue ngerasa aneh belakangan ini.”

Jisung tersenyum, merasa sedikit lega karena Chenle setidaknya mau mengakui perasaannya. “Ya, siapa tahu aja kan? Lagian, hantu atau nggak, yang penting Lo nyaman. Udah, selesai nih!”

Jisung berdiri dan mengusap peluh kecil di dahinya. Kamar itu kini terlihat jauh lebih terang, tanpa debu yang membuat sudut-sudutnya terlihat gelap.

Sebelum pergi, Jisung menepuk bahu sahabatnya. “Udah, malam ini tenang aja, nggak usah mikirin yang aneh-aneh. Tidur yang nyenyak.”

Chenle tersenyum lemah. “Makasih, Tee. Serius, Lo nggak perlu repot-repot. Tapi... ya, gue emang ngerasa lebih baik sekarang.”

Jisung mengangguk, lalu keluar dari kamar tersebut, merasa puas karena telah melakukan sesuatu yang kecil namun berarti. Tapi malam itu belum selesai.

Setelah membersihkan kamar, Jisung duduk di sofa di ruang tengah, mengambil ponselnya, dan mulai membuka media sosial. Saat sedang menggulir beranda, matanya tertuju pada sebuah unggahan tentang tanaman yang layu. Gambar itu memperlihatkan sebuah pot berisi tanaman yang hampir mati, dengan keterangan dari pengunggah yang mengeluh karena tanamannya tidak bisa bertahan hidup.

Jisung menghela napas, berpikir sejenak sebelum memberikan komentar. “Jangan terlalu sering disiram. Kadang tanaman butuh waktu untuk menyerap air. Coba taruh di tempat yang cukup sinar matahari,” tulisnya sebagai saran. Dia tidak yakin apakah itu akan membantu, tapi setidaknya dia tahu sedikit tentang cara merawat tanaman.

Di saat yang sama, cewek yang belakangan ini sering ditemuinya muncul di kolom komentar yang sama. Namanya Ilora, seorang gadis yang baru saja pindah ke kampus mereka. Ilora membalas komentar Jisung dengan nada penasaran, “Kamu suka tanaman juga? Aku sering punya masalah sama tanaman hias di apartemenku.”

Jisung tersenyum melihat balasan tersebut. Sebenarnya, dia tidak terlalu ahli dalam merawat tanaman, tapi topik ini bisa menjadi awal pembicaraan yang lebih dalam. “Aku nggak jago banget sih, tapi sering baca-baca. Kalau kamu mau, aku bisa kasih beberapa tips,” tulisnya.

Percakapan di antara mereka pun berlanjut, tidak lagi sebatas tentang tanaman. Ilora mulai bercerita tentang bagaimana ia suka dengan tanaman hias, tapi selalu kesulitan membuatnya tumbuh subur. Jisung pun dengan santai memberikan saran-saran sederhana, meski dalam hatinya ia merasa sedikit canggung. Ilora juga salah satu cewek yang berhasil membuatnya tidak merasakan gejala seperti Anara, tapi meskipun begitu, ada sesuatu dalam percakapan ini yang membuatnya merasa nyaman.

Beberapa hari berlalu, dan interaksi mereka melalui media sosial semakin intens. Di kampus, Jisung mulai merasa ada ketertarikan yang tumbuh antara dirinya dan Ilora. Mereka mulai sering bertemu secara tidak sengaja di kantin atau di perpustakaan, dan setiap kali berpapasan, ada senyum kecil yang mengiringi pertemuan mereka.

Malam itu, setelah membantu sahabatnya membersihkan kamar dan memberikan saran tentang tanaman, Jisung berbaring di tempat tidurnya. Dia berpikir tentang semua hal yang telah terjadi belakangan ini—tentang sahabatnya yang selalu khawatir, tentang tanaman yang layu, dan tentang Ilora, gadis yang diam-diam mulai menarik perhatiannya.

-•☆✿☆•-

-•☆✿☆•-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

*

*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7 Bayangan Rumah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang