"Viola Sayang, tapi kamu makan baru beberapa suap. Ini seperempatnya saja belum habis?" Radit sangat cepat tanggap kalau soal Viola. Dia khawatir.
Bisa ditebak kalau dia sangat mencintai istrinya.
"Kepalaku pusing, kurang istirahat semalam, Sayang. Kamu tahu kan, kalau aku tak enak badan, aku tidak bisa makan banyak," dusta Viola yang sebetulnya tidur pulas setelah puas semalam. Bangun pagi saja dia kesiangan. Justru suaminya yang tak bisa tidur padahal sudah kelelahan dan baru tidur menjelang subuh.
“Baiklah, ayo kutemani ke kamar."
"Bisa kita pulang ke rumah kita sekarang, Suamiku?" pinta Viola masih dengan menunjukkan kondisinya yang lemah. Padahal tadi dia bisa memekik kuat saat tantrum dan melempar garpu.
Viola memang penuh intrik. Tadi dia juga menegaskan dengan sebutan 'Suamiku' kalau Radit adalah suaminya, miliknya, jadi jangan coba-coba mencurinya. Nada sadar akan penekanan tadi. Hatinya ingin tergelak.
Siapa juga yang mau merebut Radit darinya? Membayangkan saja Nada tak pernah! Drama queen Viola tak mempan untuk Nada. Malah makin jijik dengan jawaban penegasan Radit ke Viola.
"Baiklah Istriku," setelah mengelap bibirnya dengan serbet, Radit mengecup punggung tangan Viola sebelum memerintahkan bi Siti.
"Bi, tolong suruh pelayan mengambil koper di kamar saya dan di kamar Denada. Masukkan ke bagasi mobil saya."
What? Nada lemas! Dia ingin penjelasan makanya matanya menatap Radit tapi bibirnya tak bisa mengeluarkan satu katapun.
"Kita tidak tinggal di sini. Tapi kamu ikut pulang ke rumahku." Radit yang sadar dengan tatapan itupun tak ingin membuat kakeknya salah paham. Dia menjawab cepat dengan tangannya yang lain juga merangkul Nada.
Rasanya, Nada ingin meninju pria di sampingnya ini karena kesal seperti dianggap selir istri kedua. Enak sekali dia merangkul wanita kanan kiri!
Sudah Nada kesal karena semalam, kini tambah kesal lagi dengan rangkulan itu dan bayangan tinggal bertiga bersama Viola dan Radit. Nada sudah menjerit dalam hatinya.
"Perlakukan istrimu dengan adil, yo Le."
Tapi tak ada yang dapat dilakukan Nada selain pasrah setelah mendengar ucapan eyang Prawiryo.
Dalam hatinya, Nada bertekad meninggalkan Radit secepatnya setelah melahirkan. Dia tak butuh perlakuan adil Radit karena Nada yakin, pria seperti Radit tak akan bisa adil.
Peristiwa semalam, bagaimana Radit memperlakukannya sudah cukup membuat Nada sadar dimana posisinya.
"Aduh sayang, tolong pijat kepalaku," sontak Radit melepaskan rangkulannya dari bahu Nada lalu memijat Viola. Nada merasa lega, tapi tidak dengan ibu Radit.
"Apa harus pergi sekarang? Istrimu masih makan, Radit,” ucap Riyanti yang kecewa melihat sikap putranya.
Dia lebih tegas dari eyang Prawiryo. Riyanti memang lebih berani menunjukkan kebenciannya pada Viola. Dia juga tahu, istri Radit ini hanya bersandiwara.
"Istriku Viola sakit, Bu. Kepalanya pusing. Dia harus pulang karena obatnya ada di rumah. Lagipula, kami memang harus pulang. Banyak pekerjaan kantor yang harus aku urus," jawab Radit berusaha sopan.
"Apa butuh aspirin, Dit? Ibu ada kalau mau." Riyanti menawarkan solusi yang Nada sudah yakin, pasti ditolak.
"Gapapa, Bu. Obat Viola beda, aku gak berani kasih obat sembarangan. Kami pulang saja."
Nada adalah mahasiswi kedokteran. Dia tahu kandungan obat sakit kepala. Dan semua rata-rata sama. Mau tertawa dirinya mendengar jawaban Radit. Sungguh terlalu lebay!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Istri Bayaran
RomanceTerpaksa merelakan keperawanan dan rahimnya untuk benih sang pewaris sepertinya hanya alasan klasik yang ada di novel-novel drama rumah tangga. Nada tak suka membaca novel penuh intrik seperti itu. Tapi apa jadinya kalau kisah novel yang dibencinya...