9

2K 355 49
                                    

"Kenapa harus di gedung kosong sih?"

"Ya biar kita gak di lihat orang",sahut Ruby.

Aku menghela nafas kasar "kamu kan hantu, mana mungkin di lihatin orang? Yang terlihat itu cuma aku, bukan kamu".

"Iya kah?"

Dasar hantu bodoh.

Aku memilih berjalan keluar dari gedung kosong itu menuju ke arah jalan setapak yang hampir di penuhi semak belukar.

"Kenapa kamu pergi? Aku kan belum menciummu".

Langkahku terhenti dan aku membalikkan badanku ke arahnya sambil memejamkan kedua mataku "cepat cium".

"Just 1 detik aja".

Cup

Deg

Jantungku berdegup kencang saat sesuatu yang kenyal dan dingin menempel di permukaan bibirku. Anehnya aliran darahku seperti di aliri listrik saat bibir Ruby yang dingin semakin menekan permukaan bibirku.

Ku buka kedua mataku dan pandanganku bertemu dengan pandangannya. Aku tertegun saat melihat retina matanya yang berwarna biru.

Kenapa kedua matanya indah banget?

Seketika aku mundur saat Ruby hendak memejamkan kedua matanya lagi "ngapain kamu mejamin mata segala?"

"Ketus banget".

"Suka-suka aku dong".

"Dasar bocah. Untung aku suka, coba kalau gak? Kamu udah aku jadiin kamu tumbal proyek".

Krekk

Ruby menarik tanganku dan kami bersembunyi di balik semak-semak saat mendengar suara kaki melangkah yang mendekat.

Dahiku mengernyit saat melihat seorang perempuan sedang menyeret sebuah koper berwarna merah.

Kedua mataku membulat sempurna saat aku langsung mengenali siapa perempuan yang menyeret sebuah koper itu.

Kak Shanon?

Kak Shanon membuka koper berwarna merah itu dan kulihat sebuah tangan keluar dari koper itu.

"Aaa mmphhh".

Telapak tangan Ruby yang dingin membekap mulutku saat aku hendak teriak karena melihat Kak Shanon mengeluarkan jasad perempuan dari dalam koper.

"Sudah ku duga. Auranya memang berbeda dari manusia lainnya".

Aku menoleh ke arah Ruby dan Ruby menatap tajam ke arah Kak Shanon yang terlihat sedang menguliti tangan perempuan itu. Bulu kudukku meremang saat bibir Kak Shanon yang tiba-tiba menyeringai.

Kak Shanon pembunuh? Sumpah? Demi apa?

"Auranya itu psychopat. Dan ternyata kecurigaan ku selama ini benar".

"Mphhh".

Ruby menoleh ke arahku "ayo kita pergi dari sini".

Deg

Jantungku berdegup kencang saat Ruby menarik tengkukku dan memelukku dengan erat "tutup kedua matamu".

Entah kenapa aku menurut saja saat Ruby menyuruhku menutup kedua mataku dan ku balas pelukannya dengan erat saat tubuhku terasa seperti terangkat.

"Apa memelukku senyaman itu?"

Aku sontak melepaskan pelukanku dan membuka kedua mataku. Bibir Ruby tersenyum tipis saat aku sedang melihat sekeliling ku dengan bingung.

I See YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang