Zoro Sakit?

48 4 2
                                    

Kru Topi Jerami baru saja menyelesaikan pertarungan melawan sekelompok bajak laut yang berbahaya. Zoro, seperti biasanya, berada di garis depan, melawan musuh-musuh mereka dengan keberanian dan kekuatan luar biasa. Namun, setelah pertempuran berakhir dan kru kembali ke kapal, Zoro mulai merasa tidak enak badan.

Awalnya, dia mengabaikan rasa pusing dan lemah yang merayap ke seluruh tubuhnya. "Cuma kelelahan," pikirnya. Tapi ketika mereka sedang makan malam bersama, Zoro tiba-tiba merasa mual dan pingsan di atas meja.

"Zoro!" teriak Luffy, membuat semua orang bergegas menghampirinya.

Nami berlari paling cepat, hatinya berdebar-debar dengan kecemasan. "Zoro, bangun!" serunya, sambil mengguncang-guncang tubuh Zoro.

Chopper segera memeriksa Zoro, raut wajahnya penuh kekhawatiran. "Dia demam tinggi, tubuhnya terlalu panas! Kita harus segera merawatnya."

Nami menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. Zoro hampir tidak pernah sakit, dan melihatnya terbaring tak berdaya membuat perasaannya campur aduk. "Aku akan merawatnya," kata Nami tegas, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.

Zoro ditempatkan di kamar tidur, dengan Nami yang selalu berada di sisinya. Dia mengganti kompres di dahi Zoro setiap beberapa jam, memastikan Zoro tetap nyaman meskipun dalam keadaan tak sadarkan diri.

Ketika malam tiba, Nami duduk di samping tempat tidur Zoro, memandangi wajahnya yang biasanya penuh percaya diri, kini terlihat begitu lemah. Dia mengulurkan tangannya, dengan lembut menyelipkan beberapa helai rambut hijau Zoro dari dahinya.

"Kamu selalu bertingkah seolah kamu tak terkalahkan," bisik Nami pelan. "Tapi sekarang lihat dirimu. Kamu harus istirahat, Zoro..."

Saat itu, Zoro mengerang pelan dalam tidurnya, dan tanpa disadari, tangannya bergerak mencari sesuatu. Nami menatapnya dengan cemas, lalu dengan lembut menggenggam tangan Zoro. Zoro berhenti bergerak, dan seolah-olah merasakan kehadiran Nami, dia tenang kembali.

"Jangan khawatir, aku di sini," kata Nami, suaranya lembut dan menenangkan. Dia menahan tangan Zoro dengan erat, merasa hangat di dalam hatinya. "Kamu pasti sembuh, aku akan memastikan itu."

Selama beberapa hari, Zoro tetap tidak sadarkan diri, demamnya naik turun, membuat seluruh kru cemas. Nami hampir tidak pernah meninggalkan kamarnya, hanya keluar sebentar untuk makan atau mengambil air hangat. Ketika dia akhirnya jatuh tertidur di kursi samping tempat tidur Zoro, dia mulai bermimpi.

Dalam mimpinya, dia melihat Zoro berdiri di tengah medan pertempuran, terluka tapi tetap berdiri tegak. Namun, ketika dia mencoba mendekatinya, Zoro mulai menghilang, seolah-olah diambil oleh bayangan gelap.

"Zoro!" seru Nami dalam mimpinya, berlari untuk meraihnya.

Tiba-tiba, dia terbangun, napasnya terengah-engah, dan menemukan Zoro menatapnya dengan mata setengah terbuka.

"Kamu... kenapa menangis?" tanya Zoro dengan suara serak.

Nami tersentak, menyadari bahwa air mata benar-benar mengalir di pipinya. Dia buru-buru menghapusnya, mencoba tersenyum meski hatinya masih berdebar.

"Kamu akhirnya bangun," kata Nami, suaranya sedikit bergetar. "Kamu bikin kita semua khawatir, terutama aku."

Zoro berusaha tersenyum, meski masih terlihat lemah. "Aku nggak... bermaksud bikin kamu khawatir, Nami."

Nami menggeleng, merasa sedikit marah pada Zoro karena selalu meremehkan kesehatannya sendiri. "Zoro, kamu bukan robot. Kamu nggak bisa terus-terusan melawan tanpa istirahat. Aku... Aku nggak tahu apa yang akan terjadi kalau kamu benar-benar..."

Zoro mengangkat tangan lemah, menyentuh pipi Nami dengan lembut. "Aku nggak akan pergi ke mana-mana, Nami. Aku masih ada di sini, untuk kamu."

Sentuhan Zoro membuat Nami merasa lebih tenang, dan untuk pertama kalinya, dia tidak bisa menahan perasaannya lagi. Dia menunduk dan mencium dahi Zoro dengan lembut.

"Kamu lebih baik cepat sembuh, ya," bisik Nami dengan senyum kecil. "Aku nggak akan membiarkan kamu menghilang seperti di mimpiku."

Zoro menatapnya dengan mata yang penuh dengan sesuatu yang baru—perasaan yang dia belum sepenuhnya sadari sampai saat itu. "Aku nggak akan pernah ninggalin kamu, Nami. Itu janji."

Beberapa hari kemudian, Zoro akhirnya mulai pulih sepenuhnya. Meskipun masih lemah, dia sudah bisa bangun dari tempat tidur dan berjalan-jalan di dek. Nami tetap dekat dengannya, memastikan dia tidak terlalu memaksakan diri.

Saat mereka duduk di dek, menikmati angin laut yang segar, Nami menatap Zoro dengan perasaan yang sudah tidak bisa disembunyikan lagi.

"Kamu tahu, Zoro, aku nggak pernah berpikir akan sebegitu khawatirnya sama kamu," kata Nami, suaranya penuh kehangatan.

Zoro menoleh padanya, lalu tersenyum kecil. "Aku juga nggak pernah nyangka kamu bisa begitu peduli. Kamu biasanya marah-marah terus."

Nami tertawa kecil, lalu mendekat ke Zoro. "Aku nggak bisa bayangin kalau kamu nggak ada di sini. Jadi, mulai sekarang, jangan terlalu keras kepala, ya?"

Zoro mengangguk, lalu tanpa berkata apa-apa lagi, dia meraih tangan Nami dan menggenggamnya dengan erat. "Aku janji."

Dan di bawah langit biru yang luas, dengan kapal yang berlayar tenang, Zoro dan Nami menemukan ikatan yang lebih dalam, lebih kuat dari sekadar teman. Mereka tidak butuh kata-kata lebih banyak—genggaman tangan itu sudah cukup untuk mengatakan segalanya.

Zoro x Nami Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang