Rangga baru keluar dari kamar mandi dengan kaos dan celana berbahan tebal seperti biasa. Dia menggosok rambutnya yang basah menggunakan handuk. Langkahnya terhenti dan netranya yang berwarna cokelat tua menatap wajah Somi yang terlelap di ranjang.
Sekarang sudah pukul satu dini hari. Rangga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia pikir, kalau mandi dan menyegarkan tubuhnya, Rangga bisa mendapat ketenangan. Tapi, tampaknya Rangga salah. Hatinya masih merasa gelisah.
Kenapa?
Istrinya terlihat cukup lelah. Bawah matanya sedikit berkantung. Perasaan Rangga semakin tidak enak seolah dia baru saja melakukan kejahatan besar. Rasa iba dan simpatinya meluap-luap, membuat Rangga semakin merasa tidak keruan.
Rangga menggigit bibir bawah dan mencoba mengalihkan pandangan ke sekitar kamar, tapi baru beberapa saat, tubuhnya sudah berbalik dan netranya yang berwarna cokelat tua itu kembali menatap wajah Somi.Dadanya terenyuh. Usaha demi usaha yang dilakukan Somi tercetak dalam kepala. Bagaimana Somi mencoba mendekatinya, bagaimana Somi mencoba melakukan tugasnya sebagai istri yang sebenarnya, dan bagaimana Somi akhirnya memilih diam dan mulai abai.
Benak Rangga sedikit terasa nyeri. Dia tidak terima dengan hal terakhir yang terjadi.
Somi menyerah padanya?Bukankah harusnya Rangga bahagia?
Bukankah harusnya Rangga merasa tenang.
Tapi, perasaannya tidak demikian. Rangga malah semakin merasa tidak enak. Ditambah lagi tekanan dari lingkungan sekitar. Somi dihujani dengan berbagai pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ditanyakan.Kok belum hamil?
Kenapa belum hamil?Kandungannya bermasalah atau bagaimana?
Rangga mengacak rambutnya yang setengah kering. Dia benar-benar frustrasi. Kepalanya terasa penuh dan tidak bisa berpikir jernih. Alhasil, daripada dibayang-bayangi dengan berbagai perasaan yang tidak bisa Rangga halau, lelaki dengan kaos berwarna cokelat tua yang selaras dengan warna matanya itu pun memilih meraih tas tangannya di meja, lalu membawanya ke lantai satu.Setelah menuruni anak tangga dan meletakkan tas tangannya di meja ruang tamu, Rangga ke dapur dan menyeduh kopi hitam tanpa gula. Dengan begini, Rangga harap dia bisa menjadi sedikit lebih tenang.
Aroma kafein yang menyengat memenuhi ruang tamu. Rangga sudah duduk di lantai yang beralas karpet bulu berwarna abu-abu, lalu menyalakan laptop dan meneruskan proyek desain interior yang besok sudah harus disetorkan ke klien.“Ga, gue cinta sama lo.”
Rangga baru saja fokus saat sederet kalimat yang Somi katakan kapan hari menghampiri ingatannya. Detak jantungnya berdegup lebih kencang, seolah berusaha mengirimkan pasokan darah lebih banyak agar tubuhnya tetap sadar.
Rangga menyandarkan tubuhnya pada sofa. Matanya masih menatap layar laptop yang menampilkan proyeknya, tetapi pikirannya sedang berkelana entah ke mana saja. Sangat jauh. Saking jauhnya, Rangga kembali mengingat mantan yang membuatnya berada di titik terendah, sampai saat ini.Setelah kejadian di hotel, esoknya Rangga menemui kekasihnya itu setelah semalaman pesannya tidak mendapat respons. Dengan buru-buru Rangga mendatangi berbagai tempat yang biasanya mereka kunjungi bersama.
Satu tempat, tiga tempat, lima tempat. kekasihnya itu tidak ada.Napas Rangga sudah terdengar putus-putus. Dia hampir menyerah, tetapi akhirnya Rangga berhasil menemukan perempuan yang dia cintai sepenuh hati itu Ada di samping pohon besar dan duduk di atas rumput menghadap kolam. Kaki Rangga yang besar sudah melangkah, mendekati kekasihnya perlahan-lahan.
Senyumnya sudah mengembang dan perasaannya berbunga-bunga. Rangga harap, kekasihnya itu bisa memaklumi apa yang terjadi kemarin. Ukuran keperkasaannya bukanlah di bawah kontrol Rangga. Jadi, dia hanya bisa menerima dengan apa yang dia miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Husband (21+) (TAMAT)
Romance21+ "Fix, Rangga itu homo. Kalau enggak, setelah semua usaha lo, masa iya dia masih enggak mau jamah lo, sih?" *** Karena perjodohan yang tiba-tiba, Somi tidak terlalu memperhatikan kehidupan rumah tangganya. Baik dirinya dan Rangga, suaminya, sama...